Friday, December 7, 2018

Ini Lho Komedi Gokil 2 (2016)

Keberhasilan Komedi Modern Gokil mendapat lebih dari 200 ribu penonton tahun 2015 kemudian membuat MD Pictures tak butuh waktu usang memproduksi Komedi Gokil 2 yang tetap disutradarai Cuk FK serta masih ditulis naskahnya oleh Eric Satyo dan Dhamoo Punjabi. Banyak pihak menilai franchise ini membangkitkan nostalgia terhadap guyonan khas Warkop DKI, di mana keterlibatan Indro Warkop secara tidak pribadi mengkonfirmasi perbandingan tersebut. Saya sendiri belum menonton film pertamanya sehingga bisa dibilang buta akan bentuk pula kualitas filmnya. Namun seusai menyaksikan Komedi Gokil 2 saya tegaskan kalau muncul komparasi dengan film-film Warkop DKI, itu menyerupai merendahkan karya-karya legendaris mereka. 

Kisahnya ber-setting di rumah kost milik pasangan suami istri Indro (Indro Warkop) dan Tante Maya (Maya Wulan) yang gres saja kedatangan dua penghuni baru, Acho (Muhadkly Acho) dan Lolox (Lolox), adik Boris (Boris Bokir). Berbagai konflik menimpa satu per satu aksara di atas, mirip perselingkuhan Indro dengan Gina (Tengku Dewi), repotnya Boris mengurus tingkah polah adiknya, kembalinya mantan pacar Tante Maya, Tommy (Sas Widjanarko) hingga mimpi Acho merebut hati Mia (Senk Lotta), keponakan Indro yang gres pulang dari luar negeri. Semuanya dirangkum dalam bentuk serpihan bagan tanpa plot utama sebagai gagasan besar cerita.
Pemakaian teknik bagan sebetulnya bukan suatu keharaman khususnya pada komedi, namun setidaknya beri satu konflik selaku fokus utama. Kemudian, dari situlah sempilan lain misal sub-arc mengenai seorang aksara sanggup dimasukkan, alasannya kalau tidak, apa perbedaan film dengan beberapa program komedi televisi atau YouTube (bahkan beberapa di antaranya mempunyai paparan kisah jelas). Awalnya, perselingkuhan Indro mirip akan diberi fokus terbesar, terlebih ketika ia meminta pinjaman Acho, Boris dan Lolox mencuri barang bukti milik Gina. Tapi ternyata konflik berakhir dikala film masih menyisakan waktu setengah jam lebih kemudian berpindah menuju dongeng berikutnya. Eric Satyo dan Dhamoo Punjabi bagai malas menuliskan materi utuh feature film, dan akhir lompatan bagan acak itu saya pun malas mencurahkan fokus pada film.

Ketiadaan main plot sejatinya bisa dimaafkan dan atensi penonton sanggup direnggut andai formasi bagan tadi konsisten menghadirkan kelucuan, sayangnya, Komedi Gokil 2 gagal menunjukkan itu, bahkan gres kali ini saya tidak sekalipun tertawa kala menonton film komedi. Tentu faktor selera kuat kuat akan kesuksesan lelucon, namun ada alasan lain terkait kegagalan Komedi Gokil 2 mengundang tawa. Pertama akhir materi yang tingkat kekonyolannya abstrak tapi murahan, mirip beberapa scene di trailer  handphone di pantat, meditasi sambil terbang. In real life those unlikely and abstrak situations (maybe) are pretty funny, but in a movie are painfully embarassing to watchDi tengah momen-momen tersebut, perjuangan menyuntikkan unsur meta secara asal melalui ending selaku kelanjutan adegan pembuka daripada terasa pintar justru menegaskan kebodohan film. 
Faktor kedua ialah eksploitasi berlebihan adegan mesum. Apabila Warkop DKI memposisikan sensualitas sebagai bumbu penyedap belaka plus aksesori situasi kocak lain  slapstick, selorohan obrolan segar, parodi lagu ikonik  maka Komedi Gokil 2 berkali-kali menampilkan tokoh-tokohnya memasang lisan mesum, bodoh, sekaligus menjijikkan ketika memelototi lekuk badan para wanita  khususnya Duo Serigala  nihil iringan banyolan lain. Saya tidak munafik. Terkadang keseksian/kecantikan bisa menjadi eye candy memikat, tapi kalau itu (saja) dibutuhkan bisa memancing tawa, terbuktilah ketumpulan kreatifitas para pembuatnya. 

Para pemain drama juga tak banyak membantu ketika Boris Bokir dan Lolox tampil sangat menyebalkan alih-alih lucu. Acho sedikit lebih likeable meski sayang paparan romansanya dengan Senk Lotta sekedar asal dimunculkan kemudian mendadak berakhir senang tanpa keberadaan perjuangan mengambil simpati penonton, menandakan ambisi Eric Satyo dan Dhamoo Punjabi memasukkan hal sebanyak mungkin ke dalam naskah tanpa memperhatikan kualitasnya. Sebenarnya Indro Warkop sudah berusaha sekuat mungkin membawakan karakternya, plus logat ngapak yang tak dibuat-buat. But he clearly needs a better material to be funny, to be Indro Warkop that we all love. Kenapa pula Brianna Simorangkir ikut terseret? Please, don't waste your great talent, love

Sampai di sini, Komedi Gokil 2 tentu bukan komedi berkualitas, tapi lagi-lagi perkiraan mengenai perbedaan selara sanggup memberi alasan untuk memaafkan (banyak penonton lain tertawa). Namun alasan itu runtuh tatkala filmnya mengakibatkan kasus "keracunan kopi sianida" sebagai materi olok-olok. Semestinya komedi justru sebuah alat kritisi cerdas bagi isu-isu penting, bukan seenaknya sendiri tanpa perasaan membuatnya sebagai materi bercandaan tak lucu. Sah-sah saja komedi dikemas selaku hiburan semata mengesampingkan seberapa cerdas leluconnya, tapi harus pula ada sensitifitas. Sulit untuk saya memaafkan hal ini. Di awal film, Komedi Gokil 2 memunculkan quote Charlie Chaplin yang berbunyi "Hari tanpa tertawa ialah hari yang terbuang." Hari saya mungkin tidak terbuang, tapi 90 menit yang dihabiskan guna menonton film ini terang terbuang. 


Ticket Powered by: Bookmyshow ID

Artikel Terkait

Ini Lho Komedi Gokil 2 (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email