Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Dubsmash (2016)

Mengangkat fenomena kultur terkenal ke dalam film tergolong langkah menjanjikan, alasannya yaitu popularitasnya sanggup menarik perhatian penonton sebanyak mungkin sembari membuka kesempatan eksplorasi kultural bagi naskahnya. Tapi perilisan Dubsmash jelas mengherankan, mengingat maraknya penggunaan aplikasi tersebut di media umum tanah air mencapai puncaknya pada medio pertengahan hingga final 2015 lalu, alias sudah berlalu. Tidak menjadi problem apabila filmnya coba melaksanakan penggalian mendalam teruntuk fenomena tersebut, namun pada kenyataannya, film garapan sutradara Indrayanto Kurniawan dengan naskah karya Aviv Elham ini sekedar berniat mendompleng ketenaran dubsmash melalui kedangkalan romantika terpelajar balig cukup akal penuh intrik super klise.

Alkisah, seorang seleb instagram asal Filipina, Teejay (Teejay Marquez) gres pindah ke Indonesia dan memancing kehebohan gadis-gadis di Sekolah Menengan Atas barunya. Teejay sendiri hasilnya menjalin kedekatan dengan Elsa (Jessica Mila) yang merasa kurang menerima perhatian dari pacarnya, Marvel (Verrell Bramasta). Sebagaimana tentangan cinta protagonis film romansa kelas teri kebanyakan, Marvel yaitu asshole egois , pencemburu, posesif yang seketika menjadikan tanya "mengapa Elsa bisa jatuh cinta padanya?" Sebagaimana  saingan cinta protagonis film romansa kelas teri kebanyakan pula, Marvel menantang Teejay bertanding suatu hal yang jadi kelebihannya demi mempertahankan sang kekasih, di mana hal itu tak lain yaitu basket. 
Mari bicarakan dahulu mengenai penggunaan kata "dubsmash" sebagai judul. Teejay terkenal berkat dubsmash dan beberapa kali kita diperlihatkan video miliknya, pula usahanya menciptakan Elsa terhibur lewat aksi-aksi memalukan memakai dubsmash, tapi adakah kekerabatan dengan plot? Tidak. Teejay bisa menghadirkan tawa bagi Elsa, tapi sejatinya sang gadis tertarik alasannya yaitu Teejay bersedia meluangkan waktu lebih dibanding Marvel. Saya takkan menyinggung fakta bahwa bila tingkah serupa diterapkan di dunia faktual bisa saja perempuan pujaan Teejay justru menganggap aksinya memalukan, toh mungkin Elsa suka dipermalukan plus mempermalukan dirinya di muka umum  bertengkar di tengah lapangan basket. Masalahnya, untuk apa mengusung judul Dubsmash jika jangankan mengandung eksplorasi, efek signifikan pada plot saja nihil?

Mengincar sasaran pasar terpelajar balig cukup akal Sekolah Menengan Atas dengan cinta monyet mereka yang "datang dan pergi begitu saja" walau tidaklah keliru, bukan berarti filmnya bisa bebas seenaknya memposisikan Elsan dan Teejay jatuh cinta begitu cepat meski gres beberapa waktu berkenalan. Atau bisa jadi Dubsmash memang menunjukkan satir penyindir kekonyolan cinta masa muda? Andai benar ibarat itu, naskahnya sungguh cerdas mengingat nyaris semua adegan terasa cringeworthy akibat motivasi abjad maupun eksposisi konflik yang tak kalah menggelikan terlebih ketika seolah kehidupan tiap tokoh hanya diisi percintaan. Mereka duka alasannya yaitu cinta, senang alasannya yaitu cinta, basket alasannya yaitu cinta, bermusuhan akhir cinta, sekolah pun untuk bercinta. Besar kemungkinan faktor ini merupakan kesengajaan, paparan satir mengenai terpelajar balig cukup akal masa sekarang selaku "generasi resah cinta".
Tatkala naskah termasuk eksplorasi romantika suatu film lemah, akting beserta jalinan chemistry dua pemeran utama bisa menyuntikkan sedikit nyawa, sayangnya Teejay Marquez dan Verrell Bramasta tidak capable mengemban kiprah sebagai lead actor walau sudah barang tentu paras rupawan mereka bakal mempengaruhi gadis remaja. Teejay berusaha tampak cute plus energetic  berakhir cengeng dan memalukan  sedangkan Verrell selalu melotot demi menghidupkan sosok antagonis khas sinetron. Untungnya akting Jessica Mila tergolong lumayan, cukup berpengaruh sehingga formasi line serta karakterisasi menggelikan naskahnya agak terselamatkan berkat kepiawaiannya bermain emosi. Jessica Mila yaitu aktris muda berbakat, sayang ia kerap terjerumus dalam pilihan film jelek ibarat Dubsmash dan Pacarku Anak Koruptor (review).

Industri perfilman Indonesia terang butuh drama/romansa "putih abu-abu" berkualitas lagi, suatu kebutuhan yang belum sanggup film ini penuhi. Bahkan hingga kapan pun kebutuhan tersebut takkan bisa terpenuhi andai tema serupa selalu dihukum dangkal, berisikan abjad terpelajar balig cukup akal budak cinta seolah tiada hal lain mengisi hidupnya, serta komponen-komponen formulaic lain semisal unsur persahabatan yang sekedar "tiruan" berkualitas rendah dari AADC? Pada akhirnya, Dubsmash hanyalah kombinasi pop culture tak berarti akhir pengangkatan fenomena yang sudah lewat masa puncaknya  dan tanpa kekerabatan untuk plot  dengan roman Sekolah Menengan Atas klise menggelikan. Satu-satunya aspek layak tonton di sini berupa akting Jessica Mila. 


Ticket Powered by: Bookmyshow ID

Artikel Terkait

Ini Lho Dubsmash (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email