Saturday, December 29, 2018

Ini Lho Laggies (2014)

I love Keira Knightley, I love Chloe Moretz, and Sam Rockwell is a good actor. Posternya lucu, judulnya unik, dan saya amat menyukai karya Lynn Shelton sebelumnya, Your Sister's Sister. Meski Laggies bukanlah mumblecore seperti beberapa film Sheldon sebelumnya, tetap saja saya yakin gaya itu tidak akan sepenuhnya hilang. Berbagai faktor itulah yang menciptakan saya tertarik akan film ini. Bayangkan Knightley, Rockwell dan Moretz bertukar obrolan cerdas yang menggelitik. Disini Keira Knightley berperan sebagai Megan, perempuan berusia 28 tahun yang memiliki pekerjaan tidak penting di kantor sang ayah. Saat ini ia tinggal serumah dengan pacarnya sejak SMA, Anthony (Mark Webber). Dalam kesehariannya, Megan juga masih sering hang-out bersama tiga sahabatnya sedari SMA. Sampai pada ketika menghadiri pesta kesepakatan nikah sang sahabat, Megan mendapati dua hal yang amat mengejutkan dirinya. Pertama Anthony melamarnya, dan kedua ia meihat sang ayah tengah berselingkuh. 

Masih dalam keadaan terpukul, Megan yang hendak membeli minuman bertemu dengan seorang gadis SMA, Annika (Chloe Moretz) dan teman-temannya. Berawal dari seruan Annika pada Megan untuk membelikan minuman, keduanya pun menghabiskan malam bersama, hingga karenanya berteman dekat. Annika sendiri ialah remaja yang kesepian sesudah sang ibu pergi meninggalkannya, dan sang ayah (Sam Rockwell) tidak terlalu bersahabat dengannya alasannya ialah kesibukan sebagai pengacara. Megan yang merasa butuh waktu seminggu untuk menenangkan diri pun menentukan tinggal sementara waktu bersama Annika dan sang ayah. I like this movie and honestly I wanna love it...but I can't. Formulanya biasa saja dengan plot wacana cinta segitiga dan pencarian makna hidup yang predictable. Tapi dengan instruksi Lynn Sheldon, naskah (lumayan) cerdas Andrea Seigel dan akting para pemainnya, Laggies tidak berakhir ibarat rom-com cheesy yang sempat terkenal 4-5 tahun lalu.
Adegan pembukanya yang menampilkan Keira Knightley bertingkah konyol kemudian memutar-mutar papan sambil menarik sudah menciptakan saya tertawa dan pribadi terfokus pada filmnya. Opening tersebut sudah mengunci saya, dan itu menandakan bagus. Untuk urusan memancing tawa, film ini memang jagoan. Dialognnya lucu tanpa harus menjadi bodoh, dan tingkah laris karakternya pun mengundang tawa tanpa harus tampak idiot. No offense, tapi saya bakal lebih gampang tertawa melihat sosok ibarat Keira Knightley melucu dengan bertingkah konyol daripada pelawak macam Melissa McCarthy. Tentu saja hal ini turut dibantu skill komedi Knightley yang cukup baik, tapi bukankah melihat aktris anggun dengan kesan anggun melucu jauh lebih menghibur? That's why everybody love Emma Stone or Jennifer Lawrence. Masih ada Sam Rockwell yang eksentrik dan selalu mencuri perhatian, tapi sentra komedi flm ini ialah Knightley. Aktris satu ini sanggup berakting bagus tapi ada sisi overacting dalam yang sering mengundang kritikan dalam performanya. Untunglah sisi itu terasa tepat kalau ditransformasikan dalam penampilan komedik ibarat ini.
Sayang keinginan saya akan pertukaran obrolan seru antara Knightley-Moretz-Rockwell tidak menjadi kenyataan. Hal ini dikarenakan abjad Annika-nya Chloe Moretz tidak mengakomodir sang aktris melaksanakan itu. Annika memang remaja terlalu cepat cukup umur yang bandel, suatu tokoh yang amat tepat dan sering diperankan Moretz. Tapi satu hal yang kurang ialah ekspresi pedas. Sedikit tersia-sia bakat Chloe Moretz ketika ia harus lebih "tertata" ibarat ini. Tapi begitulah karakternya, dan Moretz menawarkan performa terbaik dalam batasan itu. Saya hanya berharap kegilaan yang lebih. Overall komedinya sangat berhasil, apalagi di awal pada ketika film belum memasuki konflik utama. Karena itulah saya menyukai film ini, dan alasannya ialah keberhasilannya menghibur itu yang menciptakan saya ingin mencintainya. Tapi tidak sanggup alasannya ialah memasuki fase konflik, porsi dramanya jauh dari kata maksimal. Formula klise amat sanggup menjadi bagus kalau digarap maksimal. Mulai drama percintaan, cerita ayah dan anak, hingga pesan move on with your life tidak tersampaikan dengan baik.

Khusus untuk tema yang disebut terakhir, film ini punya potensi untuk menjadi lebih dalam. Hal itu ialah sesuatu yang begitu bersahabat dengan kehidupan sosial hampir semua orang ketika ini, disaat kita tidak sanggup berjalan maju demi kehidupan yang lebih baik alasannya ialah masa kemudian terus mengikat kita. Terlebih lagi, masa kemudian disini bukan sekedar pacar masa kemudian yang klise tapi totally kehidupan masa kemudian ibarat teman-teman. Tapi tidak ada yang benar-benar mengena dalam sentuhan dramanya. Bahkan pemilihan untuk bermain kondusif dalam konklusi menciptakan pesannya "salah masuk". Saya paham konklusinya coba bertutur bahwa kita harus berani mengambil keputusan sesuai dengan kata hati dan beranjak maju, tapi yang saya rasakan justru sebuah tindakan "brengsek" yang kurang berperasaan. Disitulah kegagalan fatal film ini. Tanpa kekurangan itu Laggies sudah terasa kosong dengan drama yang tidak mendalam, tapi pesan yang tidak hingga bahkan menawarkan kesan yang berbanding terbalik tentu saja fatal. Itulah yang menciptakan saya tidak sanggup menyayangi film ini, meski berkat sentuhan komedi dan penampilan Keira Knightley (and her weird expression) saya menerima hiburan menyangnkan.

Artikel Terkait

Ini Lho Laggies (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email