Friday, December 28, 2018

Ini Lho Lost River (2014)

"One of the biggest actor in the world made his directorial debut." Sebaris kalimat yang sudah cukup menjadi alasan saya menonton Lost River. Apalagi mendengar kabar bahwa dua kerja sama bersama Nicolas Winding Refn (Drive dan Only God Forgives) menawarkan efek besar pada debut Ryan Gosling ini. Tidak peduli meski penonton Cannes mencemooh film ini, alasannya ialah hal yang sama juga terjadi pada Only God Forgives...dan saya amat menyukai film tersebut. Gosling membawa kita menuju sebuah kota kecil yang terasa dingin, suram, penuh kemiskinan. Disana tinggal Billy (Christina Hendricks), seorang ibu tunggal dengan dua orang putera. Billy tengah mengalami kesulitan uang dan menunggak membayar kontrak selama tiga bulan. Putera sulungnya, Bones (Iain De Caestecker) selalu menghabiskan hari mengambil barang bekas dan menjualnya demi uang untuk memperbaiki kendaraan beroda empat sekaligus membantu sang ibu. Kondisi kehidupan itu membawa keduanya masuk dalam situasi yang membahayakan.

Gosling mengangkat kisah wacana kemiskinan yang mendorong seseorang untuk berbuat nekat, melaksanakan hal yang dapat mengancam keselematan mereka. Untuk itu beliau berusaha bermain-main dengan atmosfer. Seperti yang dikatakan Rat (Saoirse Ronan) bahwa kota daerah mereka tinggal terasa menyerupai underwater. Begitu pula rasa dari film ini. Seperti berada di dasar sungai: dingin, gelap, hampa, dan tidak jarang terasa mengerikan. Disinilah segala ilmu yang dipelahari Gosling dari Winding Refn ia terapkan. Pencahayaan gelap, tempo lambat, percakapan hambar antar karakter. Bahkan lampu-lampu neon ala Only God Forgives dan musik elektronik 80-am yang statis turut digunakan. Semua itu dimunculkan, dan bagi saya berhasil memunculkan suasana yang diinginkan. Kehidupan hampa nan kelam di kota yang hambar terpancar berpengaruh dari film ini. 
Masih bicara soal kemiskinan, sebagai sumber ancaman Gosling memasukkan karakter-karakter yang mewakili pemilik kekuatan dan kekuasaan. Tentu saja bukan hanya itu, mereka juga bertindak semena-mena pada pihak lemah. Dave (Ben Mendelsohn) ialah laki-laki berdarah hambar yang menyeret Billy untuk bekerja di sebuah klub bagi para gore-fetish. Dave juga menyiratkan hasratnya untuk mempunyai Billy. Sedangkan Bones harus berurusan dengan Bully (Matt Smith), seorang "penguasa kota" yang tidak ragu untuk memotong bibir temannya sendiri hanya alasannya ialah merasa kesal. Bully memburu Bones yang mengambil barang-barang bekas alasannya ialah dianggap mencuri dari kotanya. Mereka yang lemah digambarkan tidak berdaya menghadapi para pemilik kekuatan. Karakter utamanya tertindas tapi saya tidak pernah dapat merasa peduli pada mereka. Nuansa kelam memang terasa, tapi selebihnya kosong. 
Perbedaan fundamental antara Only God Forgives dengan Lost River terletak pada substansi. Film Nicolas Winding Refn itu memang dingin, kosong, dengan huruf yang tidak terasa hidup. Tapi memang diniati menyerupai itu. Penonton tidak pernah dibutuhkan bersimpati pada mereka. Sedangkan Lost River berbeda. Mulai dari Bones, Billy hingga Rat ada pada kehidupan berat dan tampak terang perjuangan Gosling untuk mengeksploitasi semua itu dengan harapan penderitaan yang mereka rasakan hingga pada penonton. Disaat Refn dan juga David Lynch bermain dalam ranah sureal dimana insan tidak harus menjadi manusia, Gosling masih banyak bermain di dunia realis. Dunia di mana insan ialah insan yang mempunyai emosi dan bertindak sesuai nalar pikiran serta perasaan. Menempatkan huruf yang masih realis dalam cara bertutur menyerupai ini justru berujung pada kehampaan emosi, melucuti rasa yang harusnya hadir.

Kebingungan tergambar terang dalam debut penyutradaraan ini. Apa yang kesannya terjadi hanya sebuah "copy-paste" terhadap gaya Refn dan Lynch tanpa pemaknaan lebih kepada hal tersebut, kenapa mereka menentukan gaya demikian. Gosling mengambil banyak wangsit dengan "buta" hingga melupakan substansi. Lost River sejatinya mempunyai dongeng untuk disampaikan. Cerita mengenai kemiskinan, mengenai impian, mengenai pemegang kekuatan dan yang lemah. Tapi semua itu hilang, karam layaknya kota bawah sungai dalam film ini. Saya tahu ada cerita, tapi seiring berjalannya waktu terlupa terhadapnya, menyerupai warga kota yang tahu tapi melupakan kota yang hilang. Tapi harus diakui visualnya indah, atmosfernya pun cukup mengikat. Dingin, kelam tapi begitu kosong. Ryan Gosling punya potensi membuat cult movie, tapi Lost River jelas bukan itu. Visual dan atmosfernya membuat film ini dapat dinikmati, meski hanya sebatas untuk dilihat tanpa dapat dirasakan.

Artikel Terkait

Ini Lho Lost River (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email