Debut penyutradaraan Ned Benson ini penuh dengan gimmick yang bahwasanya tidak perlu. Judul sekaligus nama abjad utamanya mengambil dari judul lagu The Beatles. Eleanor Rigby adalah lagu perihal kesepian dan sesuatu yang terabaikan. Karakter Eleanor Rigby (Jessica Chastain) memang mengalami kedua hal itu. Sebuah bencana menciptakan ia menelantarkan segalanya. Menghilang tiba-tiba dari sang suami, Conor Ludlow (James McAvoy) kemudian mencoba bunuh diri dengan melompat dari atas jembatan. Tapi apapun nama yang diberikan tidak akan menghipnotis kandungan kisah sedikitpun. Beberapa obrolan selipan perihal Beatles tidak akan bisa dimasukkan, tapi hanya itu. Benson melakukannya seolah hanya untuk menunjukkan keunikan atau menarik perhatian para fans Beatles. The Disappearance of Eleanor Rigby sendiri terdiri dari tiga paket film dengan sub-judul Him (sudut pandang Conor), Her (sudut pandang Eleanor) dan Them (sudut pandang keduanya).
Saya hanya menonton versi Them, dan mungkin memang benar dengan menonton ketiganya penonton bisa menapatkan cakupan kisah lebih lengkap dari banyak sekali sudut pandang. Tapi bukankah hal itu bisa dilakukan hanya dengan satu film? Siapa yang bersedia menonton tiga film dengan total durasi lebih dari lima jam dengan inti kisah sama? Pastinya saya tidak akan melaksanakan itu kecuali filmnya luar biasa, dan meski tidak buruk, The Disappearance of Eleanor Rigby jelas masih jauh dari tingkatan tersebut. Kesemuanya berakhir sebagai gimmick yang tidak diperlukan. Bahkan keputusan Benson itu menciptakan filmnya kehilangan banyak potensi yang terkandung dalam kekuatan dramanya. Them berusaha menggabungkan dua sudut pandang tapi saya merasa ada yang hilang. Serasa ada lubang yang tertinggal sebab upaya Benson menciptakan Them jadi suguhan seimbang, menyimpan beberapa detail eksplorasi untuk dua versi lainnya.
Berbagai gimmick diatas memang memperlemah keseluruhan kisah, padahal bahwasanya film ini bisa saja menjadi drama romansa-tragedi bakir balig cukup akal yang lebih low-profile tapi tetap kuat. Ned Benson sebagai sutradara sekaligus penulis naskah memaksimalkan dua kiprahnya tersebut. Naskahnya merupakan penelusuran berpengaruh akan cinta dan duka, mempunyai dan kehilangan. Secara status Conor dan Eleanor masihlah sepasang suami istri, tapi bencana yang hadir tidak lagi masuk pada tahap menguji relasi mereka, tapi menghancurkan semuanya, membawa mereka pada titik nadir. Eleanor memang secara literally sempat menghilang dari Conor, tapi lebih jauh lagi kata "menghilang" disini merujuk pada rasa. Pada awal film kita secara sekilas melihat bagaimana romantis dan bahagianya mereka berdua. Sampai terjadilah bencana tersebut dan Eleanor pun menghilang dari kehidupan Conor.
Sebagai sutradara, Benson mampu mengemas film ini dengan indah tanpa perlu eksploitasi sinematografi yang megah ataupun dramatisasi berlebihan. Perasaan hampa sesudah kehilangan orang terkasih menjadi fokus utama, dan Benson mampu menghadirkan kehampaan itu entah dari sisi sang laki-laki maupun wanita. Sekali lagi saya menyayangkan penggunaan banyak sekali gimmick di atas. Hal itu menutupi jati diri sekaligus keunggulan utama film ini sebagai drama romansa-tragedi yang dewasa. Ada percintaan, ada pula kehilangan, tapi semuanya hadir dengan elegan dan penuh kedewasaan. Benson bisa menghadirkan perasaan dalam ceritanya tanpa perlu terasa berlebihan. Dinamika mengalir begitu lancar. Tidak banyak naik dan turun tapi begitu hidup. Satu hal yang mengganjal yakni durasi yang terlalu panjang. Bukan duduk masalah "terlalu lama", tapi filmnya yang hampir dua jam tidak sebanding dengan seberapa jauh Benson menggali sisi terdalam dua abjad utama.
Tidak digali sedalam yang seharusnya, tapi film ini beruntung punya Jessica Chastain dan James McAvoy. Nama yang disebut terakhir sejatinya tidak terlalu spesial, tapi sang pemeran setidaknya mampu menunjukkan penampilan solid, menghidupkan sosok Conor yang berusaha mati-matian memperbaiki relasi dengan perempuan yang ia cintai tanpa harus memaksanya untuk kembali lagi. Sedangkan Jessica Chastain yakni bintang disini. Saya percaya dengan segala penderitaan Eleanor berkat penampilan sang aktris. Selain adegan flashback segala hal yang terpancar dari karakternya penuh duka, bahkan senyumannya sekalipun. Akting manis ditambah sosoknya yang disini bagaikan the prettiest woman in the world membuat saya dengan gampang ikut mencicipi kehampaan yang ada, termasuk rasa kehilangan akan Eleanor yang dialami Conor. The Disappearance of Eleanor Rigby adalah drama sederhana yang kuat. Romantis sekaligus kelam, saya juga menyukai adegan terakhirnya yang menyiratkan keinginan romantisme meski di ranah keabu-abuan. Gimmick-nya sendiri sedikit disayangkan. Suatu kisah memang punya banyak sudut pandang, tapi apakah perlu mengemasnya sebagai satu film tiap sudut pandang? Saya rasa tidak.
Ini Lho The Disappearance Of Eleanor Rigby: Them (2014)
4/
5
Oleh
news flash