Saturday, December 29, 2018

Ini Lho Whiplash (2014)

Jika kau pernah menerima training yang begitu keras dimana kau merasa sakit hati, lelah fisik bahkan mental, dipermalukan, sempat ingin berhenti tapi pada hasilnya sadar kalau semua itu membuatmu jadi lebih baik, kau akan memahami apa yang dirasakan sutradara Damien Chazelle ketika sekolah dulu. Pengalaman digembleng habis-habisan ketika mengikuti sebuah kelompok musik jazz itulah yang menginspirasinya membuat Whiplash. Kita akan bertemu dengan Andrew Neiman (Miles Teller), seorang siswa tahun pertama Shaffer, sebuah sekolah musik ternama di New York. Andrew ialah seorang drummer jazz yang bercita-cita ingin ibarat sang idola, Buddy Rich (the greatest drummer of all time). Karena itulah Andrew begitu ingin menerima ratifikasi dari Terrence Fletcher (J.K. Simmons), seorang konduktor ternama yang membentuk grup musik di Shaffer. Lewat sebuah "seleksi" singkat, Andrew memang hasilnya diterima dalam grup musik tersebut. Tapi satu yang tidak Andrew tahu bahwa ia akan menghadapi "neraka".

Fletcher memang dikenal akan kejeniusannya, tapi disisi lain metode latihan yang ia terapkan ialah mimpi jelek bagi semua siswa. Fletcher tidak ragu untuk membentak, mempermalukan sang murid, atau bahkan melempar bangku jikalau ada suatu hal yang tidak ia suka. Dia pun tidak ragu menahan seorang murid selama berjam-jam untuk berlatih tanpa henti hingga sanggup bermain ibarat yang beliau inginkan. Disitulah cobaan terbesar bagi Andrew hadir ketika si bocah pendiam yang tidak memiliki satu pun teman ini harus berhadapan dengan kebengisan Fletcher yang tidak hanya memperlihatkan tekanan luar biasa tapi juga membuat persaingan cukup panas antara Andrew dengan drummer lainnya dalam band. Dari sinilah usaha Andrew untuk mengambarkan kapasitasnya entah pada Fletcher maupun pada keluarganya dimulai. Jika kau pernah bergabung dalam kelompok paduan suara, pementasan teater, marching band atau kelompok lain yang mengadakan penggemblengan keras dalam latihan, Whiplash akan jadi pembangkit memori yang kuat.

Film ini Istimewa alasannya ialah cara pengemasan Damien Chazelle. Film ini terang punya potensi dibawa berfokus pada sisi musikal. Ada juga sentuhan drama besar lengan berkuasa perihal pembuktian diri. Kedua aspek itu hadir dalam Whiplash, tapi uniknya yang paling kental justru rasa thriller penuh ketegangan dan kejutan. Hal ini tercipta dari intensitas ketika Fletcher "menghabisi" murid-muridnya. Apa yang disajikan Chazelle sama ibarat perasaan ketika kita berdiri di depan guru atau instruktur yang sedang marah-marah. Yang kita rasakan ialah ketegangan, ketakutan dan rasa was-was, khawatir akan menjadi target amarah. Maka yang tercipta ketika itu ialah keheningan yang dipicu oleh semua perasaan campur aduk itu. Momen ibarat ini jadi hal yang sering muncul dalam Whiplash. Belum lagi ditambah ledakan tiba-tiba Fletcher yang sering hadir dalam intensitas kegilaan tak terduga, membuat kita akan dibentuk tersentak. Munculnya intensitas ketegangan semacam ini dalam sebuah film drama ialah keunikan yang menyenangkan.

Seolah belum cukup dengan segala bentakan dan hinaan Fletcher, titik puncak film ini turut menghadirkan ketegangan sekaligus twist rangkap yang mengejutkan. Hanya di Whiplash kamu akan menemukan adegan konser musik yang punya intensitas tinggi dalam sebuah reka ulang solo drum seorang Buddy Rich yang luar biasa. Pemanfaatan drum ialah kunci utama Chazelle membangun ketegangan. Perkusi, apapun bentuknya tidak hanya berkhasiat sebagai pengatur tempo sebuah musik, tapi juga sanggup dipakai sebagai pembangun emosi. Jika dimainkan dengan tepat, maka setiap ketukan bakal mengatur detak jantung pendengar, dan secara tidak sadar temponya akan diatur oleh ketukan perkusi tersebut, membangun emosi ibarat apa yang diinginkan sang player. Chazelle memanfaatkan itu. Pukulan membabi-buta dalam tempo secepat kilat yang menghujam snare itu berhasil mengontrol emosi saya. Kaprikornus ini bukan sekedar drama "rasa" thriller yang bagus, tapi juga suatu tribute mengesankan bagi musik itu sendiri, khususnya perkusi.
Whiplash tidak hanya menghadirkan ketegangan, tapi juga drama perihal usaha yang kuat. Apa yang dilakukan Andrew ialah citra tepat dari "perjuangan hingga titik darah penghabisan". Setiap luka dan darah yang mengucur terasa menyakitkan sekaligus bermakna. Dua pemain drama utamanya pun menghadirkan akting yang boleh dikatakan habis-habisan. Miles Teller tampak benar-benar tersiksa disini. Segala latihan dan drumming mati-matian itu ia sajikan dengan meyakinkan. Sedangkan J.K. Simmons tampak bagaikan sesosok monster yang tidak ragu memakan siapa saja. Setiap cemoohan dan teriakan begitu mengerikan, sebuah performa yang mengingatkan saya pada huruf Sersan Hartman (R. Lee Ermey) di Full Metal Jacket. Teriakannya, ekspresinya, gesturnya, semua intimidatif. Yang lebih mengerikan ialah bagaimana Simmons sanggup memunculkan sosok Fletcher yang total berbeda ketika tidak berada di kelas. Bayangkan seseorang yang biasanya begitu baik sanggup tiba-tiba bermetamorfosis sosok sadis dalam waktu singkat. 

Satu kekurangan ialah bagaimana kurang esensialnya dongeng percintaan antara Andrew dan Nicole. Dimaksudkan sebagai eksplorasi huruf sekaligus menambah gejolak emosi yang hadir, subplot ini justru terasa kurang maksimal alasannya ialah disisi lain sudah ada dongeng perihal Andrew dan keluarganya. Kekurangan itu membuat film ini tidak sempurna, tapi semua yang dihadirkan Whiplash sudah cukup untuk membuatnya jadi terasa spesial. Whiplash adalah rasa sakit dan momen dipermalukan selama hampir dua jam. Tapi ibarat latihan keras yang diberikan Fletcher, esensi bahwasanya dari semua itu ialah untuk melampaui batasan yang kita punya. Hal yang sama terjadi pada film ini yang sanggup melampaui pencapaian standar film drama bertemakan usaha dengan sentuhan musikal. Sebuah hit dari Sundance ini diluar dugaan merupakan salah satu yang terbaik diantara nominator Best Picture Oscar tahun ini. 

Artikel Terkait

Ini Lho Whiplash (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email