Saturday, December 29, 2018

Ini Lho Basic Instinct (1992)

Bagi penonton mainstream, mungkin neo-noir garapan Paul Verhoeven ini lebih dikenal sebagai film yang mempertontonkan isi rok Sharon Stone. Menjadi one of the most paused movie scene of all time, adegan itu seolah menutupi keseluruhan filmnya sendiri. Penuh seks dan kekerasan berdarah, Basic Instinct merupakan perjuangan terdekat Verhoeven untuk menjadi versi ekstrim dari Alfred Hitchcock. Investigasi pembunuhan serta tokoh utama bermasalah yaitu apa yang diharapkan untuk membuat noir. Film ini pun demikian dengan hadirnya Detektif Nick Curran (Michael Douglas) yang pernah secara tidak sengaja menembak mati dua orang turis alasannya yaitu efek kokain. Nick tengah menyelidiki masalah pembunuhan seorang rock star. Tersangka pun mengarah pada pacar korban, Catherine Tramell (Sharon Stone) yang juga seorang penulis novel. Kita tahu Nick kacau secara psikis dan Catherine begitu manipulatif. Nick ringkih sedangkan Catherine penuh keyakinan. Dari situlah eksplorasi dimulai. 

Naskah Joe Eszterhas bermain-main dengan seks di samping misteri. Banyaknya seks bukan sekedar embel-embel tanpa arti. Kelemahan terbesar laki-laki yaitu wanita, khususnya perempuan cantik, sensual, apalagi kalau ia penggoda handal. Terlebih lagi kalau laki-laki itu ada dalam fase yang tidak stabil, dikala itulah nafsu merubahnya menjadi binatang. Tapi hewan ini tidak sedang menerkam mangsa, melainkan jatuh kedalam umpan. Nick masuk perangkap Catherine, tapi bukan berarti tidak menyadari itu. Pada satu titik ia memang terbutakan, tapi dalam kesempatan lain ia sepenuhnya sadar dan menentukan secara suka rela masuk perangkap, mengikuti permainan yang dilakukan Catherine. Itulah kenapa film ini berjudul Basic Instinct, alasannya yaitu dalam dongeng penuh glorifikasi terhadap Freudian ini seks merupakan pencetus utama sikap manusia. Saat seks turut berandil, maka faktor lain termasuk objektifitas sebagai detektif pun dilupakan oleh Nick. Kerapuhan mendorongnya memasuki area dikala moralitas menjadi nihil. Tapi tidak ada seks yang menyenangkan disini, melainkan penuh kesedihan, amarah, sepenuhnya nafsu. There's no making love here, only fucking
Basic Instinct menebar misteri tapi tidak pernah berusaha keras menutupi faktanya. Penonton dibiarkan terombang-ambing dalam ketidak pastian meski balasan sudah terang ada di depan mata. Kecurigaan terbesar terang ada pada Catherine. Novel yang ia tulis menggambarkan dengan tepat tiap detil masalah pembunuhan yang ada. Meski ada beberapa tersangka lain, penonton tetap digiring untuk percaya bahwa Catherine yaitu sang pembunuh entah lewat aneka macam bukti ataupun sikap sang tokoh. Tapi disaat semuanya terlalu terang justru keraguan kita akan mulai muncul. Seperti yang hadir dalam suatu dialog, benarkah seorang penulis novel akan sebodoh dan senekat itu dengan melaksanakan pembunuhan menyerupai apa yang ia tuliskan dalam buku? Ataukah itu memang disengaja sebagai penciptaan alibi untuk mengalihkan kecurigaan? Menarik, alasannya yaitu misteri hadir bukan alasannya yaitu alur melainkan dari persepsi penonton sendiri. 

Seperti yang saya sebut di atas, film ini yaitu perjuangan terdekat Verhoeven untuk menyamai Hitchcock. Belum hingga pada taraf sang legenda, tapi gelar master of suspense memang tidak terlalu jauh dari jangkauan Verhoeven melihat apa yang ia hasilkan disini. Beberapa kali sang sutradara mengatakan kepiawaiannya dalam membangun ketegangan. Jalan menuju puncak ketegangan suatu adegan bisa disajikan lewat intensitas luar biasa, membuat saya membisu terpaku. Menantikan apakah Catherine memang sang pelaku dan apakah ia akan membunuh Nick di atas ranjang diluar dugaan bisa terasa seintens itu. Bukan hanya berkat Verhoeven, semua ini juga hasil dari scoring megah Jerry Goldsmith. Iringan musik yang setipe dengan film-film Hitchcock, hanya saja lebih bergemuruh, seolah mewakii filmnya yang lebih berdarah dan liar. 
Apa yang memisahkan Verhoeven dengan Hitchcock yaitu intensitas yang tidak stabil. Memang beberapa ketegangan berhasil memuncak, tapi selain itu filmnya berjalan datar bahkan cukup membosankan di beberapa bagian. Disaat darah dan seks tidak muncul, hilang juga daya tarik film ini. Seolah-olah karakternya harus melaksanakan sesuatu yang passionate, mereka harus bergairah. Karena kalau tidak film ini pun terasa lesu. Paul Verhoeven tidak bisa mengemas adegan yang konteksnya biasa saja menjadi luar biasa. Alhasil dikala "tidak terjadi apapun", dongeng film pun berjalan sambil lalu. Beruntunglah ada Sharon Stone. Tanpa mengesampingkan Michael Douglas yang tampak begitu kacau (dalam artian positif) sang atris yaitu tenaga film ini. Stone bukan sekedar menjadi abjad dua dimensi bermodalkan wajah anggun dan sensualitas tinggi. Dialah definisi tepat dari istilah femme fatale. Sebuah penampilan berani nan habis-habisan dan membuatnya layak menerima lebih dari sekedar diingat alasannya yaitu adegan "menyilangkan kaki". Karakter dan akting yang gres bisa diulangi oleh Amy-nya Rosamund Pike dalam Gone Girl.

Basic Instinct memang penuh kontroversi mulai dari ihwal kekerasan dan seksualitas tinggi, penggambaran abjad gay yang dianggap diskriminatif, hingga glorifikasi terhadap rokok. Tapi semuanya substansial. Tanpa kekerasan berdarah dan adegan seks, maka penggambaran abjad yang passionate tidak akan tersampaikan. Merokok makin menguatkan keresahan abjad Nick sekaligus membantu menghantarkan sisi sensual Catherine. Karakter gay? Well, bukankah lebih banyak psikopat straight yang bisa kita temui dalam sejarah perfilman? Tanpa bermaksud merendahkan pihak manapun, aneka macam protes yang mengiringi film ini yaitu bukti respon berlebihan masyarakat ihwal sesuatu yang diluar moralitas. Bukankah itu semakin memperkuat dongeng film ini yang memang menyoroti ambigunya sisi moral?

Artikel Terkait

Ini Lho Basic Instinct (1992)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email