Saturday, December 29, 2018

Ini Lho The Ring (2002)

The one that started all of J-Horror (crapremake. Gelombang remake yang melanda Hollywood pada awal hingga pertengahan 2000-an memang diawali oleh The Ring. The first and the best, begitulah predikat yang disandang oleh film garapan Gore Verbinski ini. Tidak mengherankan, karena Ring buatan Hideo Nakata dengan sosok Sadako yang ikonik itu merupakan salah satu J-Horror paling mengerikan sepanjang masa (IMO, hanya bisa ditandingi oleh Noroi). Pada dasarnya apa yang dilakukan film ini tidak berbeda jauh dari versi aslinya. Bahkan pembukanya pun sama, yaitu pembicaraan dua cukup umur wacana video terkutuk dimana barang siapa menontonnya akan mati dalam tujuh hari. Salah satu dari mereka pada kesudahannya mati, sedangkan satunya menjadi gila. Kejadian itu membawa kita pada sosok Rachel (Naomi Watts), wartawan sekaligus kerabat dari cukup umur yang tewas itu. Merasa ada kejanggalan dalam maut tersebut, Rachel mulai melaksanakan penyelidikan, menemukan video terkutuk itu, dan apa yang terjadi kemudian sama dengan versi Jepang-nya. 

Naskahnya tidak lebih dari carbon copy film Hideo Nakata. Hanya memindahkan setting ke Amerika dan merubah sedikit latar belakang terciptanya video tersebut, termasuk abjad Sadako. Tidak ada setan perempuan yang rambutnya menutupi wajah sehingga hanya memperlihatkan mata berjulukan Sadako disini. Gantinya yakni setan gadis kecil, masih dengan rambut panjang tapi berwajah menyerupai Linda Blair dari The Exorcist bernama Samara (SAdako yaMAmuRA, get it?) Hal utama yang menjadi penyelamat The Ring sehingga tidak berakhir sebagai totally carbon copy remake adalah penyutradaraan Gore Verbinski. Jika Hideo Nakata bermain dengan atmosfer creepy yang selalu begitu berpengaruh terasa dalam tiap J-Horror (saya sempat berpikiran semua rumah di Jepang angker alasannya yakni ini), maka Verbinski membangun atmosfernya dengan banyak sekali visual disturbing. Kondisi korban yang mengenaskan, beberapa gambar dengan kesan sureal, hingga keberhasilannya "mereka ulang" video terkutuk itu dengan begitu creepy adalah beberapa pola nyata.
Verbinski juga cukup lihai memainkan antisipasi penonton, membuat ketegangan disaat menanti teror macam apa yang telah menunggu. Tidak menyerupai remake J-Horror lain yang dominan busuk, The Ring tidak hanya berfokus pada scare jump murahan melainkan membangun suasana. Kita tidak hanya disuguhi adegan klise nan terbelakang dikala abjad utama dengan verbal cemas yang jelek berjalan perlahan mendekati sumber horor. Momen membosankan menyerupai itu tidak hadir, alasannya yakni saya berhasil ikut dibentuk cemas bersama dengan karakternya. Sekalipun Verbinsi pada kesudahannya menggunakan scare jump, masih ada takut yang terasa, tidak hanya kekagetan sekejap alasannya yakni scoring asal keras. Sayang, semaksimal apapun perjuangan yang dilakukan, fakta bahwa The Ring dibuat tidak terlalu berbeda dari versi aslinya baik dari adegan maupun dongeng sudah membuat remake ini ditakdirkan tidak bakal bisa mendekati apalagi melebihi karya Hideo Nakata. Bagi yang sudah lebih dulu menonton versi Jepang-nya, bisa dipastikan tidak terpuaskan sepenuhnya oleh film ini.

Pertama alasannya yakni ceritanya. Meski sebuah horror, kisahnya kental unsur misteri wacana penelusuran sosok Samara dan asal muasal videonya. Tapi alasannya yakni tidak banyak perubahan yang terjadi, saya pun telah familiar dengan kisahnya dan tidak menemukan misterinya menarik. Tidak ada lagi pertanyaan demi pertanyaan. Terlebih lagi cara bertutur Verbinski yang ternyata tidak sebaik selera visualnya. Seperti ada ketidak pahaman sutradara terhadap ceritanya alasannya yakni benturan budaya. Hideo Nakata menyerupai paham betul dan ikut mempercayai segala aspek mistis yang menyelimuti misteri wacana Sadako. Sebaliknya Gore Verbinski nampak kebingungan dan kurang bisa mendapatkan segala hal diluar nalar itu, tapi tetap memaksa dongeng untuk mengikuti keseluruhan versi aslinya. Apa yang terjadi yakni narasi membingungkan yang tidak memperlihatkan kedalaman apapun. Inilah kenapa horor Jepang atau Asia yang kental unsur mistik bahkan urban legend tidak akan pernah sesuai kalau diterjemahkan oleh sudut pandang Hollywood. Saya juga tidak suka dengan penambahan beberapa hal yang tidak perlu menyerupai creepy kid dalam sosok Aidan. Seolah film ini tidak percaya diri dengan apa yang sudah dimiliki. Daripada kesan seram, tidak jarang justru terasa menggelikan.
This is NOTHING.....
.....compared to THIS!
Faktor kedua yakni Samara. Kenapa Samara menerima respon begitu positif dari penonton bahkan kritikus Amerika? Karena banyak dari mereka yang gres pada film ini melihat kehadiran sang hantu perempuan. Sebaliknya bagi banyak penonton termasuk saya yang sudah lebih dulu menonton Ring, Samara terang tampak menyerupai gadis kecil baik-baik dibandingkan Sadako yang pure evil. Efek kejut yang dihadirkan juga tidak sekuat dikala pertama kali melihat sosok ini. Faktor lain yakni jumlah penampakan yang dimunculkan. Hideo Nakata sama sekali tidak memperlihatkan sosok Sadako melaksanakan teror hingga bab final film, membuat kemunculannya dikala merangkak keluar dari televisi jadi begitu mendebarkan. Apalagi ia bisa mengemas adegan itu dengan amat mengerikan. Penampakan close-up mata Sadako membuat saya terpaku dalam rasa takut. Sedangkan The Ring setidaknya sudah memunculkan Samara 3-4 kali sebelum adegan itu, mengurangi imbas kejutnya. Verbinski juga mengemas adegan itu secara biasa, membuatnya terasa berlalu begitu saja

Naomi Watts berhasil memperlihatkan kekuatan pada tokoh Rachel meski bergotong-royong tidak punya karakterisasi kuat. Watts membuat Rachel punya motivasi berpengaruh yang bisa dipercaya dalam tiap tindakannya, sehingga karakternya tidak nampak terbelakang dan bertindak hanya untuk memfasilitasi teror demi teror dari film. Totalitas Watts membuat setiap emosinya begitu terasa, dan saya pun bersimpati padanya. Tidak ada akting kaku menyerupai yang biasa dihadirkan aktris medioker yang menjadi korban teror hantu dalam film-film horror. Tentu saja The Ring merupakan yang terbaik daam gelombang remake J-Horror, tapi bukan alasannya yakni film ini spesial, melainkan lebih alasannya yakni kompatriotnya yang benar-benar busuk. Gore Verbinski punya cara pengemasan gambar yang creepy, tapi Samara terang bukan Sadako yang bisa membuat saya terpaku dalam ketakutan meski dengan riasan lebih complicated.

Artikel Terkait

Ini Lho The Ring (2002)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email