Friday, December 28, 2018

Ini Lho Kompilasi Pemenang Xxi Short Film Ekspo 2015

Berikut ini yaitu review singkat aku untuk 10 pemenang "XXI Short Film Festival 2015" yang kompilasinya gres saja diputar tanggal 20 Mei ini di Yogyakarta. Kapan lagi sanggup menonton film-film pendek di layar lebar bukan? Apalagi semuanya hasil karya sineas lokal yang dibutuhkan sanggup menunjukkan masa depan cerah bagi dunia perfilman Indonesia. Tidak semuanya memuaskan memang, tapi dibandingkan banyak sekali program lain yang memutar kompilasi film pendek di Yogyakarta akhir-akhir ini, kompilasi dari XXI ini terang terasa Istimewa mulai dari kualitas hingga keberagaman genre yang diusung.

A WEEK WITH HERU
Sutradara: Made Dimas Wirawan (Yogyakarta)
Penghargaan: Film Pendek Animasi Pilihan Juri Media
Pembuka yang menaikkan mood. Seperti judulnya, film ini membawa penonton pada satu ahad dalam hidup huruf Heru yang dibagi dalam tujuh segmen, dimana tiap segmen menggambarkan insiden per-hari. Tapi semua itu tidak lewat cara serius. A Week with Heru ibarat adonan antara Happy Tree Friends versi lebih "lembut" dengan komedi ala Sketsa. Kelucuan hadir lewat twist absurd penuh kebodohan karakternya. Bergerak cepat, mengakhiri setiap segmen tepat pada dikala punch line komedi terbukti sukses menghadirkan tawa tanpa henti. Aneh, gila, bodoh, tapi sangat menghibur.


O5:55
Sutradara: Tiara Kristiningtyas (Yogyakarta)
Penghargaan: Film Pendek Fiksi Pilihan Juri Media
Sekitar 10 menit awal durasi film menunjukkan keseharian warga Bantul. Kesan tenang dan tentram hadir lewat kesederhanaan mereka. Sebagai sajian eksperimental 10 menit awal itu amat menarik. Saya suka sajian realis yang layaknya dokumentasi hidup sehari-hari. Tapi sisa 2 menit terakhir yang menunjukkan wajah serta tujuan orisinil film ini justru merusak semuanya. Gemuruh serta narasi hadir tepat sehabis tangisan seorang bayi. Mungkin tujuannya untuk menciptakan penonton mencicipi ironi dari tragedi, disaat bencana sanggup tiba tiba-tiba, menghancurkan kedamaian yang ada. Penonton dibutuhkan sanggup terhenyak mendapati fakta tragis sehabis menghabiskan 10 menit menikmati ketentraman. Tapi bagi aku konklusinya mirip bentuk kemalasan. Rasanya hampa. Konsep unik dan gres memang tidak selalu berhasil.


HARI YANG LAIN UNTUK BAKKA' SENDANA
Sutradara: N. Priharwanto (Jakarta)
Penghargaan: Film Pendek Dokumenter Pilihan Juri Media
Gambaran kultur sabung ayam yang ada di Toraja ini efektif menunjukkan tanya, "apakah kultur sanggup dibenarkan jikalau itu menyakiti makhluk hidup?" Memang menyakitkan melihat ayam-ayam saling bertarung, terluka hingga bercucuran darah, bahkan dipotong kakinya. Untuk pemaparan hal itu filmnya berhasil. Tapi dalam hal lain mirip fakta bahwa kemungkinan sabung yang hadir sanggup jadi merupakan kali terakhir akhir ancaman penggerebekan polisi, hingga tugas sosok Sappe sang pemilik Bakka' Sendana dalam narasi hanya terasa sebagai tempelan yang tidak signifikan. Durasi 7 menit tampak begitu kurang untuk menggali segala aspek yang diniati sang sutradara.


DJAKARTA-00
Sutradara: Galang Ekaputra Larope (Jakarta)
Penghargaan: Film Pendek Animasi Terbaik
Sebuah kritikan eksplisit terhadap kondisi Jakarta yang penuh kemacetan dan rawan banjir. Setting-nya yaitu Jakarta pada masa post-apocalyptic (disebut Djakarta-00) dimana kota dibangun diatas reruntuhan kota usang yang karam dalam air. Visualnya memikat, meski penggambaran beberapa aspek terlalu komedik daripada murni satir mirip tumpukan kendaraan beroda empat hasil kemacetan yang menggunung. Sebagai satir, dunia yang diwujudkan terlalu eksplisit, kurang elegan. Karakter Gani sang pelukis hipkorit yang menggambar keinginan tapi kehilangan keinginan dan Antya yang apatis bersama-sama menarik. Sayang voice acting yang lemah menciptakan dinamika interaksi keduanya gagal memberikan emosi kuat.


ONOMASTIKA
Sutradara: Loeloe Hendra (Yogyakarta)
Penghargaan: Special Mention Official Jury Film Pendek Fiksi
Akhirnya hadir juga drama penuh makna yang hadir lewat kesederhanaan bertutur. Seorang anak tanpa nama dan tidak bersekolah tinggal bersama kakeknya yang mempunyai banyak nama sehabis kedua orang tuanya menghilang. Nama yaitu jati diri seseorang, dan siapa diri kita hanya kita yang tahu, kita yang menentukan. Onomastika menyajikan pertanyaan ihwal jati diri lewat sudut pandang anak-anak. Perjalanannya terasa berpengaruh berkat akting elok dari sang bintang film cilik. Kita sanggup mencicipi adanya pertanyaan demi pertanyaan yang selama ini ia pendam ihwal "nama". Sederhana, tidak dramatis tapi thoughtful.



THE DEMITS
Sutradara: Ruben Adriano (Bandung)
Penghargaan: Special Mention Official Jury Film Pendek Animasi
Dari judulnya sudah sanggup ditebak animasi ini yaitu komedi dengan para hantu (dedemit) sebagai objek lelucon. Karakter utamanya yaitu Demi yang mendapati dirinya mati dalam posisi memalukan. Kondisi semakin gawat bagi Demi dikala Dinda, perempuan yang ia sukai akan tiba ke rumahnya. Saat itulah muncul tiga hantu tetangga mendatangi Demi. Murni hiburan, murni komedi menyenangkan yang mengolok-olok dunia hantu yang selama ini identik dengan kesan seram. Sama mirip A Week with heru, film ini yaitu kekonyolan ringan yang konsisten menghadirkan tawa dari awal hingga akhir.


IBLIS JALANAN
Sutradara: Salma Farizi (Jakarta)
Penghargaan: Special Mention Official Jury Film Pendek Dokumenter
Sederhana saja dokumenter ini, yaitu menghadirkan wawancara dengan dua pembalap Tong Setan yang mengulik sedikit kehidupan pribadi hingga resiko-resiko yang harus siap dihadapi dikala beratraksi di atas motor. Eksplorasinya memang tidak terlalu dalam dimana penonton belum akan hingga tahap memahami dua huruf secara intim apalagi emosional. Namun Iblis Jalanan cukup menjadi sarana "mengintip" kehidupan dibalik layar para pembalap. Sayang, adegan pertunjukkan simpulan hidup dalam tong setan sendiri tidak dihadirkan dengan menarik, meski iringan lagu berjudul sama milik Bangkutaman terang jadi pembangun suasana yang sempurna.


PRET
Sutradara: Firman Widyasmara (Yogyakarta)
Penghargaan: Film Pendek Animasi Pilihan Juri IMPAS (Indonesian Motion Pictures Association)
Kata "pret" memang sering kita layangkan dikala melihat para calon wakil rakyat berebut dingklik pemerintahan. Janji-janji mereka memang layaknya bunyi "pret" yang dihasilkan oleh kentut dari pantat. Hanya berbunyi nyaring, tapi tidak ada isinya bahkan seringkali berbau busuk. Sindiran keras yang memang hadir "lewat cara bertutur dan teknik visual asal" (dalam artian positif) mirip judulnya sendiri. Disajikan pribadi pada sasaran, juga menggelitik alasannya mengajak penonton bersenang-senang mencela para "pantat" tapi bukan sebuah sindiran yang cerdas pula.


DIGDAYA ING BEBAYA
Sutradara: BW Purba Negara (Yogyakarta)
Penghargaan: Film Pendek Dokumenter Pilihan Juri IMPAS (Indonesian Motion Pictures Association)
Kenapa banyak warga yang tetap nekat tinggal di lereng Merapi meski hidup mereka terancam ancaman sehabis beberapa letusan khususnya yang paling dahsyat dan memakan banyak korban jiwa pada 2010 lalu? Apa itu hanya bentuk kebodohan dan keras kepala tanpa dasar? Atau ada alasan lain? Digdaya ing Bebaya adalah dokumenter yang bersama-sama begitu sederhana, menunjukkan tiga orang perempuan renta yang tetap tinggal di lereng Merapi tengah mencari tanaman obat di hutan. Satu per satu dari mereka menuturkan insiden traumatis tersebut sambil memberikan alasan mengapa menentukan tetap tinggal. Dipadu dengan suasana sunyi, ini yaitu dokumenter yang sanggup mengajakpenonton melaksanakan merenungi dan memahami secara lebih dalam alasan para warga tersebut. 


LEMANTUN
Sutradara: Wregas Bhanuteja (Jakarta)
Penghargaan: Film Pendek Favorit Penonton, Film Pendek Fiksi Pilihan Juri IMPAS (Indonesian Motion Pictures Association), Film Pendek Fiksi Terbaik
Bercerita ihwal seorang ibu yang membagikan warisan berupa lima buah lemari pada kelima anaknya, Lemantun memang yang terbaik dari total 10 film dalam kompilasi ini. Sebuah drama keluarga hangat yang menyoroti kekerabatan antar anggota keluarga, kasih sayang, dan kenangan masa kemudian yang tersimpan dalam memori mereka. Apakah kita akan melupakan kenangan tersebut? Membuangnya? Melupakan kasih sayang dan kebersamaan untuk kepentingan sendiri? Atau justru kita bakal tetap menyimpan semuanya sebagai salah satu potongan hidup yang akan kita jaga? Semua terserah kita. Tapi Lemantun jelas presentasi indah ihwal hangatnya kasih sayang dalam keluarga meski itu hadir lewat hal-hal kecil dan sederhana.

Artikel Terkait

Ini Lho Kompilasi Pemenang Xxi Short Film Ekspo 2015
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email