Saturday, December 29, 2018

Ini Lho Hunger (2008)

Shocking, haunting & dirty. Begitulah kesan yang terpancar besar lengan berkuasa dari debut penyutradaraan Steve McQueen ini. Disaat banyak film bertemakan sejarah atau biopic yang lebih terasa ibarat visualisasi data dan literatur yang didramatisir, (12 Years A Slave-nya McQueen pun agak ibarat itu) Hunger lebih mengutamakan pembangunan emosi dan situasi lewat rangkaian gambar. Penonton tidak akan merasa film ini asal mencomot dari rangkaian sejarah episodik dari buku, tapi horror konkret yang disuguhkan McQueen terasa begitu realistis mendokumentasikan peristiwa-peristiwa yang ada. Kisahnya berfokus pada agresi mogok makan (hunger strike) yang berlangsung di penjara Maze, Irlandia Utara pada tahun 1981. Semuanya berawal dari protes para tahanan ihwal persamaan status antara "tahanan biasa" dengan "tahanan politik" yang berdasarkan Margaret Thatcher sama-sama tindak kriminal. 

Perjalanan awal saya mengunjungi penjara Maze sudah terasa mengejutkan. Suasana penjara begitu kotor dan para penjaga memperlakukan tahanan dengan penuh kekerasan. Pada ketika itu para tahanan melancarkan dua buah aksi: "blanket protest" dan "dirty protest". Protes pertama yaitu keengganan mereka menggunakan atribut penjara, dan menentukan hanya menggunakan kain selimut. Sedangkan yang kedua lebih ekstrim lagi. Masing-masing tahanan "menghias" dinding sel dengan kotoran mereka, dan setiap malam membuang air seni secara serempak ke koridor penjara. Mulai dari sini McQueen sudah membangun horror. Hunger memang drama yang kental dengan atmosfer horror. Suasananya sunyi dengan obrolan minim serta penggunaan musik yang nyaris tidak ada. Penggunaan long take plus kamera statis secara otomatis mengunci pandangan saya. Ditambah kesan disturbing yang hadir lewat keras dan kotornya penjara, kesan mencekam semakin sempurna. Keheningan dan gerak kamera minimalis memang selalu mencekam.
Lalu kita dibawa berkenalan dengan sosok Bobby Sands (Michael Fassbender), salah satu pemimpin pergerakan sekaligus anggota IRA (Irish Republican Army). Merasa cukup dengan perlakuan yang diterima dari pihak penjara maupun pemerintah Inggris, Bobby merasa perlu melaksanakan perlawanan lebih. Pada hasilnya ia pula yang membuat agresi mogok makan. Horror, horror dan horror. Bahkan disaat kita sudah dibawa pada setting klinik yang lebih higienis dan cerah, kengerian tetap terpancar alasannya yaitu pada ketika itu Bobby tengah melaksanakan agresi mogok makan. Apa yang mengerikan dari seorang narapidana yang tidak mau makan? Jawabannya: penderitaan. Penonton diajak melihat Bobby yang begitu menderita, kurus kering, lemas, bahkan tidak lagi bisa untuk sekedar berdiri. Dengan tubuh penuh luka pula, sosok Bobby tampak ibarat mayit hidup. Disinilah totalitas Fassbender begitu terasa. Lewat tubuh kurus serta gestur kecil dan tatapan kosong yang memperlihatkan penderitaan kita pun sanggup dengan gampang mencicipi penderitaan tersebut. 
Hunger merupakan tontonan yang begitu fokus. Ceritanya tidak hingga meebar jauh ke ranah politik yang lebih luas, melainkan terus berfokus pada hilangnya sisi kemanusiaan di penjara Maze. Para tahanan tidak diperlakukan secara manusiawai, dan berujung pada sosok mereka yang tidak lagi terasa selayaknya manusia. Film ini berjalan lambat dan sunyi, tapi dengan fokus yang terus terjaga, penuturan to-the-point, serta durasi singkat, kisahnya terasa padat dan tidak terasa diseret terlalu lama. Lewat film ini Steve McQueen memaksimalkan potensi dasar sinema, yakni bertutur lewat gambar. Minim dialog, gambar-gambarnya sudah menceritakan semua aspek mulai dari alur, situasi, hingga rasa. Tapi ketika ada dialog, kalimat-kalimat yang hadir yaitu aspek esensial untuk pembangun motivasi abjad serta memberikan tema penuh ambigunya. Sebuah pembicaraan antara Bobby dengan Pendeta Dominic (Liam Cunningham) disajikan secara luar biasa dalam long take intens selama kurang lebih 17 menit.

Steve McQueen memang begitu piawai dalam mengangkat kisah mengenai orang/kelopok yang terpinggirkan, diremehkan, dan menerima perlakuan tidak adil. Dia mengeksploitasi sisi terdalam mereka, tanpa mencoba memperlihatkan penghakiman berat sebelah bagi pihak "lawan". Hunger merupakan panggung pertunjukkan bagi duet final hayat Steve McQueen-Michael Fassbender. Sang sutradara dengan kehebatannya membangun atmosfer serta rasa, dan sang pemain drama dengan totalitas berakting. Menghadirkan sebuah situasi yang berat, filmnya memunculkan pertanyaan dilematis: "Apa yang akan kita lakukan jikalau ditempatkan dalam situasi serupa?" "Langkah mana yang terbaik?" Karena baik pendapat Bobby maupun Dominic sama-sama mempunyai dasar yang besar lengan berkuasa dengan resiko masing-masing. 

Artikel Terkait

Ini Lho Hunger (2008)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email