Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Ginger & Rosa (2012)

 
Dakota Fanning boleh saja lebih dulu mencapai ketenaran dibanding sang adik, Elle Fanning. Elle Fanning juga boleh saja memulai karirnya dengan banyak memerankan versi muda dari aksara yang diperankan sang kakak, namun akhir-akhir ini Elle menunjukan bahwa karirnya lebih bersinar dan mempunyai bakat akting yang berada diatas Dakota. Disaat sang abang lebih banyak menghabiskan waktunya berperan sebagai aksara sekunder dalam franchise Twilight dan beberapa film yang kurang berhasil, Elle Fanning justru makin meroket dengan membintangi film-film ibarat Super 8, Somewhere, We Bought a Zoo, Twixt dan masih banyak lagi. Kali ini ia membintagi film Ginger & Rosa yang merupakan garapan sutradara senior Sally Potter bersama sesama aktris remaja, Alice Englert (Beautiful Creatures). Filmnya sendiri akan ber-setting pada tahun 1962 pada ketika bahaya nuklir tengah dirasakan di seluruh dunia sebagai salah satu dampak terjadinya perang cuek pada ketika itu. 

Pada masa krisis tersebut hiduplah dua orang gadis remaja, Ginger (Elle Fanning) dan Rosa (Alice Englert) yang lahir di hari serta temptat yang sama. Keduanya pun tumbuh sebagai sepasang sahabat yang selalu menghabiskan hari-hari mereka bersama. Kehidupan keluarga Ginger dan Rosa sendiri sama-sama tidak berjalan lancar. Rosa sudah ditinggalkan oleh ayahnya dan merasa tidak menerima perhatian yang semestinya dari sang ibu, sedangkan Ginger sendiri meskipun kedua orang tuanya masih belum berpisah tapi harus menghadapi fakta bahwa sudah tidak ada lagi kebahagiaan dalam korelasi kedua orang tuanya. Sang ayah, Roland (Alessandro Nivola) memang erat dengan Ginger tapi ia hampir tidak pernah berada di rumah. Sang istri, Natalie (Christina Hendricks) pun merasa tidak lagi menerima kasih sayang dan meragukan sang suami berselingkuh dengan salah seorang muridnya. Kondisi tersebut hasilnya mensugesti Ginger dan Rosa yang menjadi anak yang broken home. Namun kondisi krisis dunia akhir bahaya nuklir serta fakta bahwa keduanya mempunyai kepribadian yang berbeda menciptakan persahabatan mereka perlahan mulai berubah.

Pernahkah anda mendengar istilah bahwa sahabat ataupun persahabatan ialah seleksi alam? Entah sudah berapa kali kita menjumpai remaja-remaja yang mendeklarasikan diri mereka sebagai best friend forever perlahan-lahan pertemanannya tidak lagi seerat dulu entah sebab mereka sudah tidak berada di kawasan yang sama atau sebab adanya perselisihan diantara mereka. Pada pada dasarnya pertemanan atau persahabatan ibarat apapun tidak akan terlepas dari seleksi alam dan hanya pertemanan yang benar-benar kuatlah yang akan bertahan. Dalam Ginger & Rosa kita akan melihat bagaimana persahabatan dua dewasa yang seolah benar-benar sehidup semati (bahkan mereka lahir secara bersamaan di kawasan yang sama) perlahan mulai renggang sebab perselisihan dan perbedaan jalan hidup yang terjadi diantara mereka. Menengok persahabatan yang terjalin diantara keduanya kita juga akan melihat bagaimana jalan hidup yang diambil seorang dewasa akan menerima efek besar dari lingkungan sekitar entah itu sahabat atau kondisi keluarga di rumah. Seolah ini nampak ibarat sebuah drama coming-of-age berbalut disfungsi keluarga yang punya jalan dongeng biasa. Memang benar, tapi untungnya segala konflik yang ada bisa dikemas dengan begitu baik sampai dongeng biasa tersebut bisa terasa begitu menarik.
Fakta bahwa filmnya ber-setting pada ketika dunia tengah dilanda ketakutan akan terjadinya perang nuklir juga menciptakan film ini mempunyai kedalaman kisah yang semakin menarik. Ini ialah kisah wacana pernak-pernik permasalahan dalam lingkup kecil yang terjadi di dalam konflik yang jauh lebih besar dan global. Kita diperlihatkan bagaimana wacana orang-orang yang seolah tidak peduli akan permasalahan dunia bukan sebab mereka memang tidak peduli, sebab di sekitar mereka sendiri sudah cukup banyak terjadi problem yang sifatnya lebih pribadi. Kaprikornus mana sempat mereka mengurusi problem dunia yang besar itu bukan? Ginger & Rosa memang terasa menyinggung mengenai ketidak tahuan ataupun keputusan seseorang untuk menolak tahu mengenai suatu hal yang sesungguhnya begitu nyata. Sosok Rosa menjadi teladan berpengaruh mengenai hal tersebut. Dia tidak ibarat Ginger yang begitu mempedulikan permasalahan misil. Dia juga terus menganggap sang ibu tidak pernah mengasihi dirinya, padahal sesungguhnya justru Rosa yang menolak untuk mencicipi rasa sayang tersebut.

Sebaliknya jikalau kita melihat kepada Ginger maka terasa bagaimana ia mengalihkan rasa sakit yang ia rasakan pada permasalahan lain. Dia terlihat begitu peduli pada terancamnya dunia, tapi benarkah? Atau itu hanyalah bentuk verbal rasa sakit dan pelampiasannya terhadap problem yang terjadi diantara orang tuanya? Lagi-lagi terlihat bentuk dari sebuah perjuangan untuk "tidak mengetahui" sebuah permasalahan. Ginger menentukan merasa bahwa ia tidak memilii problem langsung dan berpaling pada konflik nuklir yang menurutnya ialah problem paling penting ketika itu, namun di dalam hatinya justru tidak ada kegundahan lain selain kegundahan mengenai problem keluarga dan konflik yang ia alami dengan Rosa. 

Overall, Ginger & Rosa memang terlihat mempunyai jalan dongeng yang begitu familiar, namun dengan pengemasan konflik yang begitu baik serta kompleksitas yang banyak tercipta jauh di dalam masalahnya mampu menciptakan film ini menjadi sebuah drama mengenai keluarga dan persahabatan yang begitu baik. Saya pun merasa ikut mencicipi kesedihan dan ironi yang terasa di kala persahabatan Ginger dan Rosa mulai merenggang. Di samping hal tersebut, aspek visualnya yang begitu indah makin meningkatkan daya tarik film ini. Sinematografer Robbie Ryan seolah tidak pernah kehabisan logika untuk menyajikan gambar-gambar sederhana yang terangkum dengan keindahan visual yang memikat. Tentu saja kehebatan akting Elle Fanning juga patut diacungi jempol disini. Sebuah adegan di titik puncak film ketika emosi Ginger hasilnya tak tertahankan lagi menjadi terasa begitu intens sekaligus menyentuh berkat kehebatan Elle. Dan tidak lupa saya menyatakan opini saya bahwa Elle Fanning jauh lebih manis daripada Dakota Fanning.

Artikel Terkait

Ini Lho Ginger & Rosa (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email