Bagi yang sudah pernah menonton film-film garapan Upi Avianto niscaya familiar bahwa sutradara yang satu ini gemar menciptakan film-film yang bisa dibilang stylish menyerupai Realita, Cinta dan Rock'n Roll, Radit dan Jani hingga Serigala Terakhir terlepas dari apakah style tersebut substansial dan terasa pas ataukah hanya tempelan belaka dan kadang terasa menggelikan. Tapi dari gugusan filmnya saya yakin sebetulnya Upi punya kemampuan serta potensi yang sangat besar untuk menyajikan film yang memuaskan dan punya gaya yang unik, berbeda dibanding film-film Indonesia kebanyakan. Maka dari itu dikala trailer dari film Belenggu atau yang berjudul lain Shackled ini muncul dan mengingatkan pada film-film macam Black Swan serta karya-karya surealis David Lynch saya pun tertarik untuk menontonnya, dan gres kesampaian sesudah DVD filmnya rilis alasannya jaringan bioskop di kota saya menyerupai biasa kurang erat dengan film-film lokal yang dianggap kurang mainstream menyerupai ini. Melakukan premier di Puchon International Fantastic Festival pada 2012 lalu, Belenggu tidak dibintangi oleh Vino Bastian layaknya film-film Upi melainkan Abimana Arsatya (Catatan Harian Si Boy) yang mulai memantapka namanya sebagai salah satu pemain drama terbaik negeri ini.
Belenggu berkisah perihal Elang (Abimana) seorang laki-laki yang tinggal di sebuah apartemen sendirian, bertetangga dengan Djenar (Laudya Cynthia Bella) dan puterinya yang masih kecil, Senja (Avrilla). Di kota daerah Elang tinggal sedang muncul teror dari seorang pembunuh berantai yang mengincar para perempuan sebagai korbannya. Elang sendiri sering mengalami mimpi abnormal perihal seorang perempuan dan kemunculan sosok misterius dengan kostum kelinci membantai orang-orang dengan bersenjatakan kapak. Elang hasilnya bertemu dengan sosok perempuan misterius tersebut yang ternyata yaitu seorang pelacur berjulukan Jingga (Imelda Therinne). Elang yang merasa iba pada Jingga hasilnya membawa perempuan itu untuk tinggal ke apartemennya, dimana perlahan terkuak bahwa ada misteri yang lebih besar dalam diri Jingga. Disatu sisi misteri perihal sosok pembunuh berantai tersebut juga terus menarik perhatian Elang dimana ia meragukan suami dari Djenar sebagai pelaku pembunuhan tersebut. Elang pun harus bergelut dengan usahanya meyakinkan Djenar ditambah dengan banyak sekali pemandangan misterius nan angker yang selalu mengganggu hari-harinya.
Belenggu memulai menit-menit awalnya dengan cukup meyakinkan. Menampilkan atmosfer kelam yang dipadukan dengan set menawan ala film-film barat berpadu dengan kemunculan dreamy sequence aksara Elang yang cukup misterius lewat kemunculan sosok kelinci mengerikan Belenggu seolah mengajak saya ke dunia lain yang menjanjikan banyak misteri menarik. Namun apa yang muncul sesudah itu di paruh awal hingga pertengahan hanyalah pengulangan demi pengulangan yang membosankan. Berulang kali kita diperlihatkan pada pemandangan abstrak nan mengerikan yang sekilas saja gampang ditebak bahwa itu yaitu halusinasi dari sosok Elang. Tanpa spoiler sekalipun gampang bagi kita bahwa ada yang tidak beres dalam diri Elang. Tapi untungnya Belenggu terang memperlihatkan bahwa misteri yang tersaji bukanlah perihal "siapa" tapi "mengapa" sehingga misterinya tetap tersimpan rapat dan cukup menarik. Namun lagi-lagi sangat disayangkan paruh awalnya hanya berputar-putar pada misteri mengenai visualisasi abstrak perihal Elang. Untungnya pada dikala film memasuki pertengahan dan bertutur perihal penyelidikan yang dilakukan dua orang detektifnya film ini mulai menemukan kembali daya tarik yang sempat menghilang.
Penyelidikan yang mulai mengungkap satu per satu misterinya itu berjalan cukup menarik dimana banyak kejutan demi kejutan yang muncul hingga akhir. Bukan sebuah kejutan yang sangat bagus, alasannya jikalau bicara twist apa yang muncul di film ini sudah banyak muncul di film-film serupa termasuk di film Indonesia sekalipun. Tapi walaupun kejutannya tidaklah luar biasa namun cukup efektif untuk membangun tensi dan daya tarik film ini yang sempat menghilang di pertengahan. Saya sendiri tidak terlalu mempermasalahkan soal pengungkapan misterinya yang terlalu gamblang. Toh semuanya dibeberkan dengan rapih dan tersaji menarik. Yang paling saya permasalahkan justru kurangnya kedalaman dan latar belakang dari sosok Elang. Saya cukup paham bagaimana Upi ingin menyajikan tiap-tiap karakternya dengan semisterius dan "segila" mungkin alasannya wangsit dari karya-karya David Lynch baik dari alur, set hingga karakternya sangat terasa. Namun bahkan film-film Lynch yang jauh lebih abstrak dan sinting itu tetap memasukkan latar belakang aksara yang cukup mendalam menyerupai Mulholland Drive misalnya. Bagaimana sisi psikologis sosok Elang yang kurang tereksplorasi terasa mengganjal. Bahkan aksara sekunder menyerupai Jingga yang background-nya hanya tersaji tersirat pun terasa lebih jelas.
Untungnya Abimana lagi-lagi bermain baik disini sebagai seorang laki-laki yang "sakit" dan paranoid, menunjukan bahwa ia tidak hanya bisa memainkan aksara "asyik' menyerupai yang selama ini lekat pada dirinya. Ada juga performa Imelda Therinne yang bisa tampil ringkih sekaligus misterius di satu sisi lainnya. Sebuah adegan yang hanya sebentar dikala ia menari di atas panggung pun bisa memperlihatkan kehebatannya berekspresi tanpa sedikitpun derma verbal. Secara keseluruhan Belenggu jelas jauh dari kata jelek meskipun terasa kurang mendalam mengeksplorasi psikologis karakternya dan sama sekali tidak memperlihatkan hal gres baik dalam misteri maupun kejutan di dalamnya. Dengan eksekusi setting dan tata artistiknya yang kebarat-baratan dan terlihat indah film ini memuaskan dari aspek visualnya. Selipan bumbu gore penuh darah dan sedikit kesadisan pun terasa efektif membangun atmosfer mengerikan dalam filmnya. Andaikan Belenggu lebih mendalam menampilkan sisi psikologis karakternya dan tidak hanya berputar-putar pada dreamy sequence kurang penting diawal saya yakin ini akan menjadi sebuah terobosan yang sangat anggun dalam perfilman Indonesia.
Ini Lho Belenggu (2013)
4/
5
Oleh
news flash