Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Frankenstein's Army (2013)

 
Dari judulnya kita sudah bisa melihat bahwa film ini punya kisah yang berbasis dari kisah legendaris perihal Victor Frankenstein yang mampu menghidupkan kembali insan yang telah mati, dan dengan adanya kata "army" pada judulnya niscaya para calon penonton sudah bisa mengira-ngira bahwa film mocku-horror ini akan menyajikan terornya dari para pasukan orang mati yang dibangkitkan kembali. Kaprikornus apakah Frankenstein's Army merupakan film zombie? Mungkin ada unsur serupa yang tersaji disini, namun Frankenstein's Army punya beberapa hal yang mampu membedakannya dengan film-film mockumentary lain atau film-film bertemakan zombie yang ada pada umumnya. Filmnya sendiri ber-setting pada masa perang dunia kedua dimana hal itu sudah memperlihatkan keunikan mengingat sebelumnya mungkin tidak ada film mocku-horor yang mengambil waktu pada masa perang dunia. Kita pun akan dibawa mengikuti perjalanan para tentara Rusia yang tengah menjalankan misi mereka mendapatkan sebuah panggilan radio berisi undangan tolong yang diduga berasal dari para pasukan Rusia lain yang tengah menjalankan misinya.

Pada kesannya mereka menentukan untuk mencari asal panggilan radio tersebut dan sampailah mereka di sebuah kota kecil misterius yang tidak berpenghuni. Disitulah mereka akan menemui teror tak terduga dari sekumpulan monster-monster pembunuh berbentuk abnormal dan menyeramkan buatan Dr. Frankenstein. Usai menonton film ini aku pun mulai bertanya-tanya perihal alasan penggunaan teknik mockumentary dalam film ini. Teknik tersebut digunakan untuk menguatkan kesan faktual dan realistis dalam sebuah film, dan untuk horor hal tersebut bisa menciptakan tingkat kengerian makin berlipat ganda disaat penonton merasa terornya ialah sesuatu yang nyata. Tapi perkara yang terjadi pada film ini justru akan menciptakan filmnya semakin tidak terasa realistis dan nampak konyol. Bagaimana tidak? Sebuah mocku-horror di periode perang dunia kedua dimana teknologi kamera masih sangat sederhana bagaimana bisa menyajikan gambar yang begitu jernih ibarat apa yang tersaji disini? Bahkan usahanya menambahkan beberapa imbas kamera jadul tetap tidak menciptakan film ini terasa nyata. 

Kaprikornus untuk apa menciptakan sebuah mockumentary kalau tidak bisa memperlihatkan kesan bahwa apa yang tersaji di layar merupakan insiden nyata? Di periode dimana film-film mocku sudah tidak lagi bisa menciptakan penonton "tertipu" ibarat dikala The Blair Witch Project dulu, Frankenstein's Army justru terasa sebagai sebuah perjuangan yang terlalu dipaksakan untuk menciptakan sebuah mockumentary. Saya pun kesannya merasa penggunaan teknik found footage dalam film ini bukan dimaksudkan untuk menambah tingkat kengerian dan memperlihatkan kesan faktual pada penonton tapi lebih untuk mengakali keterbatasan bujet yang dimiliki oleh film ini. Dengan teknik ibarat ini, masuk akal saja kalau kamera tiba-tiba bergerak liar ataupun berpaling dari sautu arah secara tiba-tiba dikala ada momen yang menyeramkan. Hal tersebut memang mempermudah trik kamera yang digunakan untuk mengakali keterbatasan bujet pada Istimewa efeknya. Namun hal tersebut justru seringkali menciptakan ketegangan dan keasyikan aku menonton film ini berkurang. Beberapa momen gore ataupun penampakan mosnter yang jadi daya tarik utama film inipun jadi sering tidak tampil maksimal sebab teknik kameranya yang kurang fokus.
Dengan teknik mockumentary yang tidak berhasil dan tingkat keseraman yang begitu minim apakah ada nilai positif dari film ini? Jawabannya ada. Seperti yang sebelumnya aku singgung bahwa momen gore dan sosok monster yang ada merupakan daya tarik utama dari film ini. Frankenstein's Army mungkin bukan film paling gila dalam menyajikan banjir darah atau kepingan badan yang berhamburan, tapi setidaknya apa yang ditampilkan oleh film ini sudah menjadi hiburan yang cukup menyenangkan, entah itu disaat monster ciptaan Frankenstein membantai para prajurit Rusia dengan sadis atau disaat sang dokter tengah melaksanakan eksperimennya yang melibatkan mekanisme operasi dan pengangkatan otak manusia. Dengan banyaknya otak dan usus yang terburai disini aku pun tetap bisa merasa terhibur meski tensi ketegangan ataupun kengeriannya begitu minim. Namun aspek terbaik dalam film ini ialah desain monster-monster ciptaan Frankenstein. Disaat aku sudah tidak tertarik mengikuti ceritanya dan mengalah untuk menunggu dibentuk tegang, film ini tetap membuka rasa ingin tau aku perihal monster macam apa yang akan muncul selanjutnya. Frankenstein's Army seolah tidak pernah kehabisan pandangan gres dalam menciptakan jenis-jenis monster yang punya desain unik sekaligus menyeramkan disini.

Secara keseluruhan bersama-sama film ini punya tingkat kreatifitas yang cukup tinggi dan dipenuhi hasrat yang besar untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dan begitu unik. Pada kesannya memang tidak semua hal itu berujung pada keberhasilan, apalagi mengingat kemasan mockumentary yang pointless serta kegagalan film ini dalam memperlihatkan teror mencekam pada penontonnya. Namun dengan konten gore yang cukup eksplisit dan desain monster yang begitu unik dan memanjakan mata, Frankenstein's Army tidak berakhir menjadi sebuah tontonan yang sepenuhnya jelek dan masih bisa aku nikmati sekedar untuk menghabiskan waktu luang.

Artikel Terkait

Ini Lho Frankenstein's Army (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email