Thursday, January 31, 2019

Ini Lho Jermal (2009)

Film ini menceritakan wacana kehidupan yang terjadi di Jermal. Bagi yang belum tahu, Jermal yaitu sebuah kawasan untuk menjaring ikan yang dibentuk dari kayu-kayu dan berada di tengah laut. Di Jermal juga banyak terdapat anak-anak dibawah umur yang dipekerjakan. Film yang disutradarai oleh Ravi Bharwani, Rayya Makarim dan Utawa Tresno ini juga mengisahkan wacana kehidupan orang yang hidup dan sehari-harinya berada di Jermal. Tapi tidak hanya itu, film ini juga mengisahkan kekerabatan antara ayah dan anak yang terpisah usang dan kurang harmonis.

Jaya (Iqbal Manurung) yang ibunya gres saja meninggal pergi menuju jermal untuk menemui sang ayah, Johar (Didi Petet) yang sudah 12 tahun tidak pernah pulang sebab sedang bersembunyi atas tindakan kriminal yang dulu pernah ia lakukan. Tapi sesampainya disana Jaya malah mendapati hal-hal yang tidak menyenangkan. Sang ayah merasa tidak mau mengakuinya dan kekerabatan mereka sangatlah canggung bahkan cenderung kearah permusuhan. Selain itu Jaya juga menerima perlakuan yang tidak pantas alis di-bully oleh anak-anak yang tinggal di jermal. Tapi usang kelamaan Jaya mulai bisa mengikuti keadaan dan berusaha mengetahui masa kemudian apa yang disembunyikan sang ayah. Johar sendiri mulai mencoba mendapatkan keberadaan Jaya walaupun itu tidak gampang baginya dan Jaya.
Jermal terasa sebagai sebuah film yang spesial. Film yang masuk kategori manis di Indonesia sudah banyak, tapi film dengan gaya penceritaan yang unik dan berbeda layaknya film ini sangatlah jarang. Nuansa kesepian para huruf benar-benar tersampaikan lewat penyampaian film ini yang terasa begitu sunyi. iringan musik yang minimalis serta obrolan yang lebih minim lagi serta temponya yang memang lambat jadi faktor utamanya. Apalagi film ini hanya ber-setting di sebuah jermal yang berada di tengah lautan, dengan kata lain hanya satu lokasi sempit itu sajalah yang akan kita saksikan di film ini selain hamparan lautan.

Nuansa film-film eropa atau film-film bazar sangat saya rasakan disini dimana gestur-gestur kecil hingga besar dari tokoh-tokohnya hingga gambar-gambar tertentu yang berbicara dibandingkan obrolan dari para tokohnya. Keunikan yang nyata tersebut makin diperbagus dengan akting yang baik dari Didi Petet dan Iqbal Manurung. Untuk Iqbal sungguh mengejutkan bocah ini bisa menampilkan akting alami. Tidak ada kesan berlebihan atau kurang ekspresif, semuanya pas dan menjadikan kesan penderitaan tersendiri yang ia rasakan.

Untuk Didi Petet memang sudah tidak perlu diragukan dimana pemeran senior ini bisa menyatu dengan baik walaupun saya agak terganggu dengan bagaimana cara ia menghisap rokoknya yang agak terlihat maksa. Entah itu kebiasaan atau memang faktor ia bukan perokok saya tidak tahu. Selain mereka berdua barisan pemeran pendukung lain juga tampil tidak kalah baik. Satu hal lagi yang unik bahwa di film ini semua pemainnya yaitu laki-laki. Satu-satunya perempuan yang muncul yaitu sosok ibu Jaya yang itupun muncul hanya lewat fotonya saja.

OVERALL: Sebuah film lokal yang memiliki rasa layaknya film-film Eropa dan sekelas bazar internasional yang sunyi tapi sungguh menghanyutkan. Satu lagi film Indonesia yang sangat patut untuk dibanggakan!

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Jermal (2009)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email