Wednesday, January 30, 2019

Ini Lho Bright Star (2009)

Saya memang bisa menikmati semua genre film, walaupun ada genre yang sulit saya nikmati menyerupai dance, tapi setidaknya dari genre tersebut ada sedikit film yang bisa menghibur saya misalnya "Step Up 3D" atau "Street Dance". Tapi tidak begitu dengan period drama yang meskipun telah melahirkan film-film dengan review kritikus aktual macam "Sense and Sensibility" hingga "Pride & Prejudice" saya tetap kurang bisa menikmati jalinan kisahnya. Paling banter hanya set, kostum dan akting pemainnya saja yang bisa menghibur saya dalam film menyerupai itu. Sedangkan aspek lain menyerupai cerita,jalinan asmara antar karakter, obrolan hingga karakterisasi tiap tokohnya saya menyerupai merasa kurang sreg.

"Bright Star" sendiri masuk dalam daftar tonton saya sesudah membaca banyak review dan ulasan yang menyebut film ini ialah film yang puitis. Hal itu menciptakan saya ingin tau bagaimana jadinya sebuah period drama bisa jadi film yang puitis. Bicara soal puitis, film ini memang menceritakan kisah hidup John Keats, seorang pujanggan yang hidup dari tahun 1795 hingga kematiannya di usia muda (25 tahun) pada 1821. Film ini sendiri bersetting pada 3 tahun terakhir dalam hidup Keats. Saat itu Keats yang diperankan oleh Ben Whishaw dikenal sebagai seorang pujangga yang gagal dan puisi romance buatannya dicaci oleh para kritikus seni. Hal itu membuatnya kesulitan uang dan dililit hutang.

John kemudian bertemu dengan Fanny Brawne (Abbie Cornish) yang gres saja diperkenalkan padanya. Fanny ialah gadis yang bisa dibilang fashionable dan sangat mempedulikan penampilannya. Pada awal pertemuan keduanya terlihat saling bertolak belakang. Tapi usang kelamaan Fanny malah mulai tertarik pada puisi buatan John yang dianggapnya mempunyai sisi romantisme yang kuat. Kedekatan itu usang kelamaan berlanjut pada rasa cinta yang tumbuh diantara keduanya. Tapi banyak sekali hal menciptakan keduanya terasa sulit untuk dipersatukan mulai dari kondisi keuangan John yang membuatnya ragu untuk meminang Fanny, keberadaan sahabat sekaligus rekan kerja John, Charles Brown (Paul Schneider) yang kurang menyukai Fanny, hingga penyakit TB yang diderita oleh John dimana kita sudha tahu bahwa pada jadinya penyakit tersebut yang akan merenggut nyawa John  Keats di usia muda.
Sekali lagi saya menemukan perasaan yang sama dalam menonton kisah cinta pada sebuah period drama. Sebuah kisah cinta yang buat saya sama sekali tidak cocok mungkin alasannya ialah perbedaan jaman dan kultur pada masa itu. Yang selalu saya tangkap dari kisah cinta di period drama ialah romansanya terkesan kaku begitu pula karakterisasinya. Saya tahu bahwa pada masa itu memang begitulah kultur yang ada. Tapi saya tetap tidak merasa sreg dan menyukai kultur macam itu yang menjadikan saya tidak bisa terbawa dan enjoy menikmati filmnya. Hal itu jugalah yang menjadikan "Bright Star" jadi tidak terasa sepuitis apa yang dibilang orang setidaknya bagi saya. Tapi memang perjuangan menciptakan film ini puitis yang dilakukan sutradara sekaligus penulis naskah Jane Campion sangat terasa. Walaupun tidak terlalu berhasil, setidaknya perjuangan itu cukup menciptakan "Bright Star" mempunyai keunikan tersendiri dibanding period drama lainnya yang pernah saya tonton.
Beberapa kali saya menemukan shot-shot yang bisa dibilang indah dan mempunyai nuansa puisi didalamnya. Diiringi oleh lantunan puisi John Keats, terkadang nuansa puitis memang berhasil dibangun sehingga bisa menjadi sebuah momen yang menarik. Tapi disaat momen tersebut sudah berakhir dan suasana kembali lagi pada nuansa period drama film ini tensinya kembali menurun. Sayangnya juga, momen dimana film ini berhasil terangkat lebih sedikit dibanding ketika film ini mengalami penurunan tensi.

Departemen akting yang biasanya jadi kebanggan film macam ini juga tidak terlalu menonjol dan hanya menyisakan Abbie Cornish sebagai pemain yang bisa berakting bagus. Bahkan di ending film yang sudah diketahui bagaimana, Abbie Cornish-lah yang bisa menghindarkan ending tersebut dari kesan terlalu datar dan garing. Sedangkan Ben Whishaw terlihat tanpa wibawa. Dia menciptakan John Keats terlihat sebagai abjad yang lemah dan rapuh walaupun tanpa penyakit mematikan. Karakternya selalu terasa kalah oleh keadaan ataupun oleh sahabatnya, Charles Brown yang porsi menyebalkan yang ia miliki terlalu berlebihan.

Pada jadinya "Bright Star" tidak sepuitis yang saya harapkan dan terasa tidak lebih dari film period drama lainnya yang kata orang anggun tapi buat saya tidak. Film ini juga terasa bagaikan sebuah kisah cinta yang bahwasanya indah tapi penyajiannya sangat disayangkan kurang sehingga romansanya begitu kering. Setidaknya perjuangan Jane Campion menciptakan film ini puitis sedikit menyelamatkan "Bright Star" dari keburukan lebih lanjut.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Bright Star (2009)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email