Thursday, January 31, 2019

Ini Lho Cold Fish (2011)

Setelah "Suicide Circle" dan Noriko's Dinner Table" yang kontroversial dengan aneka macam adegan disturbing, kemudian "Love Exposure" yang berdurasi nyaris 4 jam dan menerima kritik positif, sutradara kontroversial asal Jepang Sion Sono kembali menciptakan sebuah thriller yang tentunya mempunyai kadar kesadisan dan absurdisitas yang tinggi dengan judul "Cold Fish". Film ini diangkat dari dongeng positif wacana pembunuhan berantai sadis yang dilakukan oleh pemilik pet shop dan istrinya yang terjadi di Jepang lebih dari 15 tahun yang lalu. Tentunya pembiasaan dari Sion Sono punya perbedaan baik dari segi abjad maupun jalinan dongeng yang pastinya lebih gila.

Shamoto (Mitsuru Fukikoshi) ialah pemilik toko ikan hias kecil-kecilan yang kondisi keluarganya sedang kurang kondusif. Setelah istrinya meninggal 3 tahun lalu, putrinya Mitsuko (Hikari Kajiwara) menjadi anak yang memberontak dan susah diatur. Hal itu makin bertambah sesudah ia menikah lagi dengan Taeko (Megumi Kagurazaka) yang masih muda dan cantik. Mitsuko yang tidak oke dengan ijab kabul sang ayah makin memberontak bahkan sempat juga menyiksa ibu tirinya tersebut. Singkatnya, Shamoto gagal total untuk memperlihatkan kebahagiaan bagi istri dan anaknya.

Permasalahan bertambah dikala Mitsuko tertangkap berair mengutil di sebuah mini market. Untunglah disana mereka bertemu dengan Murata (Denden) yang merupakan pebisnis ikan hias besar yang membantu Mitsuko sehingga ia tidak harus berurusan dengan polisi. Murata yang bisnis ikan hiasnya jauh lebih besar dan berhasil daripada milik Shamato ialah laki-laki renta yang sangat riang, penuh semangat dan sangat baik pada Shamato dan keluarganya. Tapi Shamoto tidak sedikitpun menyadari ada hal tersembunyi yang sangat berbahaya dibalik kebaikan Murata.
"Cold Fish" menjadi thriller Asia kedua yang berhasil masuk kedalam jajaran film terbaik versi saya tahun ini sesudah sebelumnya "I Saw the Devil" masuk daftar bahkan sempat menjadi yang terbaik sebelum digeser oleh visualisasi puisi karya Terrence Malick. Seperti "I Saw the Devil" film ini juga mempunyai tingkat keburtalan dan sadisme yang cukup tinggi walaupun tidak sekental milik film Korea tersebut. Selama hampir 2 setengah jam Sion Sono menyajikan sebuah thriller yang penuh adegan gore tapi mempunyai tempo yang tidak terlalu cepat namun tidak pernah terasa membosankan. Dengan cerdasnya film ini juga mempunyai kadar black comedy yang setidaknya berhasil menciptakan saya tertawa kecil. Sebagai pemanis selanjutnya, "Cold Fish" juga mempunyai banyak adegan yang kadar sensualnya cukup tinggi mulai dari adegan telanjang hingga adegan seks juga ada.
145 menit yang tersaji dalam film ini memang tidak henti-hentinya memperlihatkan hiburan tersendiri. Film ini bergulir kurang lebih menyerupai ini: adegan disfungsi keluarga yang menarik dikulik, berganti dengan sajian komedi hitam yang menghibur, kemudian berpindah lagi jadi adegan gore dan sadisme yang disajikan perlahan tapi terasa sangat real, kemudian berganti lagi jadi komedi hitam, kemudian berpindah kearah adegan seks, semuanya disajikan dengan absurd, begitu seterusnya hingga film berakhir. Berakhir dengan sebuah ending yang mengejutkan dan tentu saja absurd.

Bicara soal ending, film ini memang diakhiri dengan cukup mengejutkan dan memuaskan. Tapi paruh final sebelum ending tersebut bagi saya ialah momen terlemah dalam film ini yang mengurangi evaluasi saya secara keseluruhan. Perubahan sifat seseorang jawaban psikologisnya terganggu sesudah menerima begitu banyak hantaman mental yang disajikan menjelang final terasa agak memaksa dimana hal itu disajikan terlalu drastis. Bahkan beberapa adegan abstrak yang semenjak awal efektif disaat itu disajikan dengan maksud yang terasa tidak terperinci dan tidak penting hanya untuk mendukung perubahan sifat seorang tokoh yang terlalu drastis tersebut. Saya paham dengan maksud memperlihatkan bahwa orang biasa dan lemah bisa saja menjadi pembunuh sadis, tapi saya rasa tidak berubah sedrastis itu. Perbuatan impulsif yang tidak terduga memang sangat mungkin terjadi, tapi perubahan sifat menyeluruh yang sangat drastis dalam waktu singkat menyerupai yang ditampikan di film ini saya rasa terlalu dipaksakan.

Untuk jajaran pemain, "Cold Fish" mempunyai Denden yang bisa menampilkan dua sisi yang sangat berlainan dari seorang Murata dan menampilkan kegilaannya dengan sangat baik. Suatu dikala ia menjadi orang renta yang lucu dan penuh semangat. Kemudian ia bermetamorfosis pembunuh sadis yang menyeramkan. Malahan di waktu lainnya ia menggabungkan kedua sisi tersebut sehingga tokoh Murata menjadi sangat berwarna dan menarik. Ada sebuah adegan yang sangat menarik bagi saya dimana Murata berkonfrontasi dengan Shamato dan dikala itu kata-kata yang keluar dari lisan Murata justru sangat sempurna dan bermakna, seolah menajdi sindiran bagi laki-laki yang tidak bisa menjadi tangguh dan memimpin keluarganya.

Bicara soal perubahan sifat karakter, Mitsuru Fukikoshi juga bisa melakukannya dengan baik disaat Shamato harus berubah sifat dengan sangat drastis. Cara Sion Sono merubah karakterisasi Shamato memang saya kurang suka, tapi bagaimana Mitsuru berakting dalam dua sifat yang berbeda itu saya menyukainya. Kemudian Megumi Kagurazaka dan Asuka Kurosawa sukses menjadi penyedap mata dengan paras bagus dan festival badan seksi mereka yang seringkali diumbar untuk adegan-adegan panas. Adegan panas yang penempatannya sempurna dan dihukum dengan baik sehingga makin menciptakan "Cold Fish" menjadi film yang lengkap walaupun sangat disayangkan momen menuju hasilnya mengecewakan. Tapi sekali lagi kesadisannya yang menghibur dan adegan panasnya yang sukses menciptakan saya "terpana" menciptakan film ini jadi salah satu favorit saya tahun ini.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Cold Fish (2011)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email