Ada banyak dongeng yang ditinggalkan oleh film ini khususnya pada ajang Oscar. Selain menjadi satu-satunya pemenang "Best Picture" yang ceritanya diubahsuaikan dari naskah Broadway, "Driving Miss Daisy" juga menjadi film terakhir yang memenangkan kategori tersebut yang mempunyai rating PG. Jessica Tandy yang menjadi pemeran utama juga mencatatkan dirinya sebagai nominator sekaligus pemenang tertua dalam kategori "Best Actress" dimana dikala itu ia telah berumur 81 tahun. Cerita yang ditawarkan bergotong-royong sederhana dan tidaklah rumit sama sekali, yaitu mengenai Miss Daisy (Jessica Tandy), perempuan bau tanah berumur 72 tahun yang tinggal hanya bersama pelayannya Idella (Esther Rolle) sesudah suaminya meninggal dan puteranya, Boolie (Dan Aykroyd) yang tinggal bersama istrinya.
Daisy sendiri bukanlah perempuan bau tanah yang ramah. Dia seringkali bersikap ketus kepada orang lain. Dia juga tidak ingin dianggap lemah dan merasa bisa melaksanakan semua hal sendiri. Hal itulah yang menciptakan ia menolak saran anaknya untuk menyewa jasa supir sesudah Daisy merusakkan kendaraan beroda empat yang ia kendarai. Pada kesudahannya Boolie menyewa jasa Hoke (Morgan Freeman) untuk menjadi supir langsung bagi ibunya. Tentu saja awalnya Daisy tidak menyukai kehadiran Hoke dan selalu bersikap ketus dan menolak untuk diantar naik mobil. Tapi keuletan dan kesabaran Hoke yang pada kesudahannya menciptakan mereka berdua bisa erat bahkan lebih dari sekedar majikan dan supir tapi lebih menyerupai sobat baik. Padahal Daisy yakni seorang Yahudi sedangkan Hoke yakni laki-laki kulit gelap yang tentunya persahabatan keduanya terlihat asing pada masa itu (tahun 40-an) dimana rasisme masih amat kental di Amerika.
Kejadian yang menyorot maut seorang tokoh juga terasa kurang menyentuh alasannya yakni tokoh itu porsinya amat kurang padahal bisa lebih dimaksimalkan lagi. Selain itu terdapat lompatan-lompatan tahun yang kurang diperjelas sehingga seolah terjadi begitu saja dan menciptakan saya bertanya-tanya "Lho, kok tiba-tiba ia sudah tua?" dan sebagainya. Tapi kekurangan-kekurangan diatas seolah tidak terasa alasannya yakni toh film ini memang lebih menyoroti persahabatan antara Daisy dan Hoke dan latar belakang keduanya yang berbeda hanyalah embel-embel saja. Jika ditinjau dari hal itu, terang persahabatan yang terlihat begitu baik dan menyenangkan diikuti. Hal itu tidak lepas dari chemistry dan akting memukau dari Morgan Freeman dan Jessica Tandy. Khusus untuk Jessica Tandy ia bisa memerankan seorang perempuan bau tanah lengkap dengan sifat-sifatnya dengan baik dan tidak terjebak menjadi sosok perempuan yang menyebalkan tapi perilaku sinisnya lebih alasannya yakni faktor kesendirian dan usia tokoh yang ia mainkan. Dan dikala di simpulan film ia bertransformasi menjadi pengidap dementia sekalgus perempuan bau tanah renta yang lemah, seolah ia sudah memastikan Oscar ada dalam genggamannya.
Terasa agak terlalu ringan untuk pemenang Oscar dan terkesan mengesampingkan aspek dongeng diluar persahabatan kedua toko utamanya, "Driving Miss Daisy" memang sebuah film untuk siapapun dan siapapun akan bisa menyukai film ini yang ringan tapi tetaplah berbobot.
RATING:
Daisy sendiri bukanlah perempuan bau tanah yang ramah. Dia seringkali bersikap ketus kepada orang lain. Dia juga tidak ingin dianggap lemah dan merasa bisa melaksanakan semua hal sendiri. Hal itulah yang menciptakan ia menolak saran anaknya untuk menyewa jasa supir sesudah Daisy merusakkan kendaraan beroda empat yang ia kendarai. Pada kesudahannya Boolie menyewa jasa Hoke (Morgan Freeman) untuk menjadi supir langsung bagi ibunya. Tentu saja awalnya Daisy tidak menyukai kehadiran Hoke dan selalu bersikap ketus dan menolak untuk diantar naik mobil. Tapi keuletan dan kesabaran Hoke yang pada kesudahannya menciptakan mereka berdua bisa erat bahkan lebih dari sekedar majikan dan supir tapi lebih menyerupai sobat baik. Padahal Daisy yakni seorang Yahudi sedangkan Hoke yakni laki-laki kulit gelap yang tentunya persahabatan keduanya terlihat asing pada masa itu (tahun 40-an) dimana rasisme masih amat kental di Amerika.
"Driving Miss Daisy" yakni film yang bagus. Hanya saja saya mencicipi film ini terasa terlalu ringan untuk ukuran pemenang oscar. Tapi alasannya yakni saya belum menonton nominator lainnya jadi saya tidak bisa berkomentar mengenai pantas tidaknya kemenangan film ini. Tetapi memang harus diakui bahwa film ini yakni tontonan yang gampang disukai oleh semua orang. Penggabungan unsur komedi dengan drama yang menyentuh tampaknya jadi daya tarik utama yang pada kesudahannya mempersembahkan kemenangan Oscar. Persahabatan antara Daisy dan Hoke memang terasa sangat besar lengan berkuasa dan menyentuh ditonton. Sayangnya pesan mengenai ironi persahabatan kedua orang yang punya latar belakang sangat berbeda (Yahudi dan kulit hitam) ini kurang terasa alasannya yakni hal tersebut hanya disinggung dalam sebuah adegan saja. Penekanan yang seharusnya terasa pada bab Hoke mengantar Daisy beribadah juga tidak terlalu terasa. Selebihnya yang terlihat hanya persahabatan antara majikan dan supir yang bisa merubah kepribadian sang majikan yang untungnya sudah menarik dan menutupi kekurangan diatas.
Kejadian yang menyorot maut seorang tokoh juga terasa kurang menyentuh alasannya yakni tokoh itu porsinya amat kurang padahal bisa lebih dimaksimalkan lagi. Selain itu terdapat lompatan-lompatan tahun yang kurang diperjelas sehingga seolah terjadi begitu saja dan menciptakan saya bertanya-tanya "Lho, kok tiba-tiba ia sudah tua?" dan sebagainya. Tapi kekurangan-kekurangan diatas seolah tidak terasa alasannya yakni toh film ini memang lebih menyoroti persahabatan antara Daisy dan Hoke dan latar belakang keduanya yang berbeda hanyalah embel-embel saja. Jika ditinjau dari hal itu, terang persahabatan yang terlihat begitu baik dan menyenangkan diikuti. Hal itu tidak lepas dari chemistry dan akting memukau dari Morgan Freeman dan Jessica Tandy. Khusus untuk Jessica Tandy ia bisa memerankan seorang perempuan bau tanah lengkap dengan sifat-sifatnya dengan baik dan tidak terjebak menjadi sosok perempuan yang menyebalkan tapi perilaku sinisnya lebih alasannya yakni faktor kesendirian dan usia tokoh yang ia mainkan. Dan dikala di simpulan film ia bertransformasi menjadi pengidap dementia sekalgus perempuan bau tanah renta yang lemah, seolah ia sudah memastikan Oscar ada dalam genggamannya.
Terasa agak terlalu ringan untuk pemenang Oscar dan terkesan mengesampingkan aspek dongeng diluar persahabatan kedua toko utamanya, "Driving Miss Daisy" memang sebuah film untuk siapapun dan siapapun akan bisa menyukai film ini yang ringan tapi tetaplah berbobot.
RATING:
Ini Lho Driving Miss Daisy (1989)
4/
5
Oleh
news flash