Thursday, January 31, 2019

Ini Lho The Tree Of Life (2011)

Pertama melihat trailer-nya yang begitu unik dan kalau boleh dibilang terlihat absurd, "The Tree of Life" pribadi menarik perhatian saya. Apalagi setelah film ini memenangi Palm d'Or di Cannes tahun ini. Menonton karya terbaru Terrence Malick ini bagaikan kita diperdengarkan sebuah puisi penuh kata-kata metafora, kemudian bayangan visualisasi puisi tersebut muncul di otak kita. Tentu saja yang muncul di bayangan kita adalaha banyak sekali macam adegan sekaligus nuansa-nuansa yang absurd. Menonton film ini bagaikan menyaksikan sebuah visualisasi puisi dimana begitu banyak adegan-adegan yang terasa janggal, aneh dan membingungkan namun harus diakui sebagai hal yang indah.

Kisah drama yang diceritakan sesungguhnya "hanya" sebuah sajian yang bagus. Sebuah drama yang manis tapi jalinan ceritanya tidaklah mencapai titik luar biasa, yaitu dimana sepasang suami sitri yang diperankan oleh Brad Pitt dan Jessica Chastain gres saja mendapatkan kabar murung disaat salah satu dari ketiga anaknya telah meninggal dunia. Kita kemudian dibawa secara acak menuju masa sebelum insiden tersebut dan masa berpuluh tahun sesudahnya.  Masa sebelum yaitu dimana ketiga putra mereka masih bawah umur dan dididik dengan sangat berbeda oleh kedua orang tuanya dimana sang ibu sangat sabar dan menyayangi mereka sedangkan sang ayah menyayangi dengan jalan yang keras dan mendidik mereka dengan sangat disiplin. Masa setelah insiden yaitu dikala salah satu dari ketiga anak itu, Jack (Sean Penn) diperlihatkan terus teringat akan masa kemudian dan saudaranya yang telah meninggal.

Ada beberapa hal yang membuat drama sederhana tersebut berubah menjadi sajian luar biasa dan salah satunya sekaligus yang paling berperan besar yaitu visualisasinya. Disinilah perjalanan menuju dunia antah berantah seorang Terrence Malick dimulai,. Dengan Istimewa efek Douglas Trumbull yang menggarap "2001: A Space Odyssey", sinematografer Emmanuel Lubezki dan tentunya gaya penceritaan super puitis ala Malick, "The Tree of Life" menawarkan kita adegan flashback sepanjang 20 menit yang sanggup dibilang adegan flashback paling berani dan yang mundur paling jauh sepanjang sejarah perfilman. Bayangkan, dari setting tahun 1950 kita diajak mundur sampai waktu berjuta bahkan mungkin bermilyar tahun sebelumnya dikala Bumi dan alam semesta belum terbentuk.
Sejak sekitar menit ke-20, selama kurang lebih 15 menit kita akan diajak menyaksikan proses pembuatan alam semesta beserta isinya termasuk Bumi dan matahari. Seolah menjawab pertanyaan salah satu tokoh dalam film mengenai keberadaan Tuhan, kita akan disuguhkan bagaimana bila Tuhan sudah bertindak membuat maha karya-Nya yang luar biasa ini. Diiringi dengan scoring music yang sangat megah dipadu visual efek megah pula, adegan 15 menitan ini sukses membuat saya merinding dan terpana. Mulai dari awal terbentuknya benda-benda langit dan lapisan alam semesta yang apabila kita pause dan capture adegan tersebut maka akan menawarkan begitu banyak gambar indah yang patut dipasang sebagai wallpaper laptop, kemudian lanjut ke pembentukan planet termasuk Bumi, dan tidak lupa....Dinosaurus!

Setelah 15 menit yang luar biasa itu Malick akan mengajak kita untuk menuju dunianya yang lebih normal tapi terkadang tetap abusrd termasuk ending yang menawarkan kesan tenang tersendiri bagi saya. Maksud dari banyak sekali sajian metafora kolam puisi ini memang hanya Malick yang tahu sedangkan kita sebagai penonton hanya sanggup berasumsi masing-masing. Saya sendiri lebih menganggap hal tersebut sebagai pembahasan metafora mengenai awal dan selesai kehidupan sekaligus simbol kebesaran Tuhan yang sempat dipertanyakan keberadaannya.

Cukup mengenai adegan penciptaan alam semesta yang sudah niscaya luar biasa itu, bagaimana dengan dramanya yang gotong royong punya dongeng tidak terlalu spesial? Masih dibalut dengan banyak sekali adegan abstrak yang dosisnya sudah berkurang, gotong royong drama keluarga dari Malick ini bagus. Orang-orang yang dimasa kecilnya punya kenangan yang seakan-akan dengan Jack dan kedua saudaranya dimana mereka menerima didikan keras dari sang ayah niscaya akan gampang mengasihi film ini. Sosok ayah yang diperankan Brad Pitt juga bukan sosok seorang ayah jahat yang gampang diidentifikasi begitu saja. Saya yang sempat mengalami hal serupa disaat kecil dulu (walau tidak sekeras yang disajikan disini) sanggup pribadi memahami bahwa sang ayah intinya menyayangi ketiga anaknya hanya saja caranya dalam menyalurkan rasa dan mendidik anak-anaknya sangat salah. Hal itulah yang membuat sajian drama sederhana ini jadi jauh lebih menarik.

Film macam gotong royong tidak terlalu membutuhkan akting kualitas Oscar, tapi akting dari Brad Pitt dan pemain drama muda Hunter McCraken sangat memuaskan. Sedangkan Sean Penn seolah hanya menjadi templean dan magnet bagi para penonton. Tapi dengan akting yang manis dari para pemainnya film ini tidak hanya menjadi ajang pertunjukkan visualisasi indah dan penceritaan unik belaka. Akting bagus? Ada. Cerita yang dalam? Ada. Efek visual dan sinematografi indah? Ada. Scoring super megah? Ada. Sebuah perjalanan spiritual dan sajian visual luar biasa jago dari Terrence Malick.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho The Tree Of Life (2011)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email