Thursday, January 17, 2019

Ini Lho Spy Kids: All The Time In The World (2011)

Robert Rodriguez itu bagaikan sutradara yang punya dua sisi kepribadian. Satu sisinya yaitu sisi gelap yang sering menghasilkan film-film aneh yang cenderung mengarah ke eksploitasi menyerupai Machete, Sin City atau Planet Terror dan aku menyukai sisi tersebut. Sedangkan sisi yang satu yaitu seorang sutradara yang gemar menghasilkan film-film anak yang terkadang terasa konyol. Memang ada film pertama Spy Kids yang terasa fresh dan menghibur, tapi film kedua dan ketiganya makin membosankan. Bahkan ada juga Shorts yang kurang menghibur hingga debut Taylor Lautner lewat The Advnetures of Sharkboy and Lavagirl. Sisi kedua ini kurang aku suka. Setelah tahun kemudian menggebrak kembali lewat Machete, tahun ini Rodriguez menentukan kembali ke sisi terangnya dengan melanjutkan franchise Spy Kids yang seharusnya sudah game over di seri ketiga.

Kini kisahnya beralih ke Marissa (Jessica Alba) yang merupakan kepetangan terbaik yang kini dimiliki OSS. Tapi sayangnya ia menentukan pensiun sehabis melahirkan bayi. Marissa ingin meluangkan waktunya untuk sang bayi dan suaminya, Wilbur (Joe McHale) dan kedua anak tirinya Rebecca (Rowan Blanchard) dan Cecil (Mason Cook). Tapi usahanya tersebut lebih susah daripada menjadi seorang biro rahasia. Rebecca sangat membencinya dan tidak sanggup mendapatkan keberadaan sang ibu tiri. Sedangkan suaminya sibuk dengan pekerjaannya dalam reality show yang ironisnya merupakan program untuk memburu mata-mata berjudul "Spy Hunter". Tapi selang setahun penjahat yang dulu ia ringkus, Tick-Tock (Jeremy Piven) berhasil kabur dan kini ia bersama seorang penjahat misterius berjulukan Timekeeper berusaha untuk mencuri waktu yang ada dan menciptakan dunia kiamat. Hal itu menciptakan Marissa dipanggil kembali dan kali ini kedua anak tirinya secara tidak sengaja ikut terseret dalam masalah tersebut.

Mengusung perhiasan 4D dengan memakai aroma-scope yang sanggup menciptakan kita sanggup mencium banyak sekali aroma yang muncul dalam filmnya dengan cara menggosokkan dan mengibaskan sebuah kartu aroma, hal tersebut terliaht tidak efektif. Bioskop kawasan aku menonton memang tidak menyediakan kartu tersebut, tapi bila dilihat dari frekuensi kemunculan nomor (penanda kartu digosok) yang jarang muncul dan kemunculannya hanya untuk beberapa aroma saja aku merasa kalaupun ada hal itu tidak terlalu besar lengan berkuasa besar dan mungkin akan mengganggu. Sedangkan untuk perhiasan lainnya apalagi kalau bukan 3D juga tidak terlalu terasa walaupun perjuangan untuk menciptakan imbas benda keluar dari layar sudah sangat terasa tapi kesannya hampir tidak sama sekali.
Tidak hanya 3 dimensinya, banyak sekali imbas visual yang digunakan Robert Rodriguez dalam film ini juga terasa begitu cheesy. Bujet film ini memang tidak terlalu besar tapi aku sama sekali tidak menyangka imbas yang muncul akan seburuk ini. Berbagai imbas menyerupai dikala adegan pertarungan di udara, imbas di sebuah menara jam dan masih banyak lagi terasa begitu murahan. Kalau imbas murahan ini muncul di film-film B-movie karya Rodriguez macam Machete aku masih sanggup mentolerir bahkan sanggup jadi hiburan tersendiri, tapi untuk film macam Spy Kids hal tersebut terang tidak termaafkan. Bahkan untuk sekedar imbas mengendarai kendaraan beroda empat saja film ini tidak terlihat bagus.
Dari tadi aku hanya mengkritisi efek-efeknya saja bagaimana dengan ceritanya? Tentu saja tidak jauh beda. Ceritanya sama konyolnya dengan imbas yang ada, Bahkan belum dewasa pun aku rasa tidak akan terhibur dan nyatanya memang tidak, Karena terlihat belum dewasa yang jumlahnya cukup banyak disaat aku menonton tidak ada yang tertawa alasannya humornya, tidak ada yang bersorak alasannya terpukau oleh adegan aksinya yang sama sekali tidak menegangkan, atau tidak juga terkagum dengan imbas 3D-nya yang kosong, tidakseperti dikala aku menonton Puss in Boots dimana belum dewasa bersorak alasannya kagum akan imbas 3D-nya. 

Bagaimana dengan jajaran pemainnya? Jessica Alba terang tidak memperlihatkan akting yang bagus tapi untungnya ia masih manis dan badannya masih seksi. Rowan Blanchard dan Mason Cook sebagai duo mata-mata yang gres nyatanya tidak memperlihatkan nuansa yang gres dan tidak sanggup memperlihatkan penyegaran terhadap franchise yang terbukti sudah lelah dan seharusnya sudah game over 8 tahun yang kemudian ini. Kemunculan kembali Alexa Vega dan Daryl Sabara juga tidak berdampak apapun kecuali sedikit nostalgia yang hanya lewat saja. Keduanya sama sekali tidak memperlihatkan kesan bahwa mereka pernah jadi biro terbaik OSS. Setidaknya untuk Alexa Vega ia sudah terlihat tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Tapi untuk duduk kasus manis dan seksi terang ia kalah pamor dibandingkan Jessica Alba sehingga kemunculannya tidak terlalu berasa. Cameo Danny Trejo juga ada dan sayangnya hanya sebatas itu. Mungkin tokohnya sanggup menciptakan film ini lebih menarik mengingat kini namanya sudah lebih terangkat.

Spy Kids: All the Time in the World sayangnya punya semuanya yang diharapkan untuk jadi film yang jelek. Cerita yang buruk, imbas yang kurang memadahi, akting yang tidak memuaskan, dan ceritanya juga masih berusaha sok bakir khususnya di final walaupun dari awal semua sudah tahu kalau film ini konyol. Tolong Robert Rodriguez,. kembali dan teruslah saja dalam sisi gelapmu sebagai "Evil Rodriguez" alasannya setidaknya dalam sisi tersebut kamu tidak pernah menciptakan film yang mengecewakan, apalagi buruk menyerupai film ini.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Spy Kids: All The Time In The World (2011)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email