The Raid sudah semenjak usang memancing antusiasme tidak hanya saya tapi pastinya semua penikmat film ataupun orang awam di negeri ini. Bagaimana tidak, lihat saja prestasinya di luar negeri yang bisa memenangkan "People's Choice Award" di "Midnight Madness" yang diadakan ketika Toronto International Film Festival lalu. Kemudian lihat trailer-nya yang begitu keren dan dibalut scoring dari seorang Mike Shinoda. Kemudian film ini sudah resmi akan dibentuk remake-nya oleh Hollywood. Karena itu ketika film ini diputar perdana di Indonesia ketika INAFF kemudian penonton pribadi membludak dimana sayangnya saya tidak bisa menonton ketika itu alasannya yakni faktor lokasi dan kesibukan.
Sampai jadinya Jogja Asian Film Festival (JAFF) membawa film ini kemarin dan tentunya saya tidak melewatkan kesempatan itu dimana lagi-lagi film ini sukses menciptakan penonton membanjiri antrian dan tiket yang berjumlah hampir 400 itu ludes tidak hingga 20 menit. Tapi apakah hasilnya memang memuaskan? Untuk ceritanya saya rasa semua orang sudah tahu dan saya tidak perlu menyinggungnya panjang lebar lagi. Intinya yakni sebuah tim khusus yang dipimpin Jaka (Joe Taslim) menerima kiprah untuk menyerbu sebuah gedung yang menjadi sarang para penjahat kelas kakap di Jakarta. Gedung itu dipimpin oleh Tama (Ray Sahetapy) yang dikenal sebagai raja dunia hitam. Dalam misi itu ikut juga seorang rookie berjulukan Rama (Iko Uwais) yang juga memiliki tujuan lain dalam penyerbuan itu. Awalnya penyerbuan berjalan lancar hingga kemudian kedatangan mereka diketahui dan jadinya malah tim itu yang jadi sasaran pembantaian oleh para penjahat yang tinggal disana. Misi penyerbuan itu berubah jadi misi untuk kabur dan keluar dari gedung itu hidup-hidup.
The Raid yakni sebuah sajian penuh adegan agresi yang tidak pernah berhenti memacu adrenalin. Dari awal kita sudah akan disuguhi adegan tembak-menembak yang seru dan boleh dibilang cukup brutal. Ketegangan juga sudah dibangun sedari awal ketika penyerbuan gres dimulai. Tapi ketegangan dan kegilaan yang bersama-sama gres muncul disaat tim khusus ini keberadaannya sudah diketahui oleh para penjahat didalam gedung tersebut. Lalu kegilaan mulai bertambah ketika amunisi senajta telah habis dan pertarungan mulai dilakukan dengan tangan kosong ataupun kalau menggunakan senjata ya menggunakan barang yang ada ketika itu semisal kursi, belahan besi hingga lampu neon sekalipun ikut jadi senjata yang mematikan. Ya, film ini tidak cuma menyuguhkan adegan agresi yang asal pukul atau asal cepat saja tapi juga brutal, sadis dan penuh darah.
Tentu saja dalam adegan aksinya tata koreografi yang disusun oleh duet Iko Uwais dan Yayan Ruhian sangat berperan besar. Jika biasanya dalam film action Hollywood kita akan "ditipu" dengan adegan agresi asal pukul yang diakali dengan pengambilan gambar yang sengaja dikaburkan atau mungkin di-zoom in, dalam film ini hal ibarat itu tidak ditemukan. Dengan gagahnya segala adegan agresi yang secara umum dikuasai menggunakan teknik bela diri silat yang laur biasa itu disuguhkan dengan sangat terperinci sehingga pertarungan yang tampil di layar bisa disaksikan secara full. Memang tata koreografi indah yang dipadukan dengan kebrutalan dalam film ini sangat menghipnotis. Saya bahkan hingga tidak bisa berekspresi lainnya selain memperlihatkan senyum lebar tanda bahagia dan kagum sambil sesekali diselingi kata-kata umpatan yang sangat tidak mungkin bisa ditahan oleh penonton manapun.
Tidak hanya kreatif dalam memunculkan banyak sekali teknik membunuh yang tidak terduga (banyak killing scene yang begitu mengejutkan dan berulang kali menciptakan seisi studio bergemuruh dan bertepuk tangan) film ini juga berulang kali memancing tawa dengan celetukan-celetukan konyol khususnya dari tokoh Mad Dog yang diperankan Yayan Ruhian atau Tama yang diperankan Ray Sahetapy. Keduanya memang pantas menjadi tokoh antagonis dalam film ini. Yayan yang bertarung dengan brutal dan absurd dan Ray yang begitu hambar dan kejam. Untuk Ray Sahetapy dirinyalah yang berakting paling manis dalam film ini. Sedangkan untuk yang lain masih biasa saja. Bahkan artikulasi mereka masih terasa sering sekali tidak terperinci khususnya untuk Joe Taslim. Iko Uwais juga tidak luput dari kesalahan yang sama tapi ia masih termaafkan alasannya yakni berulang kali agresi heroik-nya mampu memancing tepuk tangan penonton dengan kehebatannya dalam membabat lawan. Saya cukup suka dengan tokoh Rama yang ia perankan, terasa superior tapi tidak berlebihan. Dia memang mampu membabat lawan-lawannya tapi tidak terlihat berjalan dengan mudah.
Bicara soal tensi lagi, Gareth Evans tidak melulu mengajak penontonnya menahan napas. Sesekali tensi diturunkan disaat porsi drama masuk agar menonton bisa sejenak ambil napas. Hebatnya disaat tensi sudah menurun ibarat itu, tidak sulit bagi film ini untuk kembali meningkatkan ketegangan meskipun caranya masih tetap menggunakan adegan perkelahian. Kunci keberhasilannya tentu saja sekali lagi perpaduan koreografi indah dan kekerasan luar biasa burtal yang disajikan. Tapi untuk memperoleh kesempurnaan dalam segi action tentu saja harus ada yang dikorbankan. Dalam The Raid sisi kisah yakni aspek yang dikorbankan dan terasa sekali banyak lubang dalam ceritanya, ibarat beberapa latar belakang yang tidak terperinci dan lain-lain. Memang harus diakui selain pada akting beberapa pemainnya, The Raid punya kelemahan dalam hal cerita. Tapi sekali lagi film ini memang tidak bertujuan untuk mengandalkan cerita. Layaknya film slasher atau gore yang mengandalkan kesadisan, film ini mengandalkan adegan agresi brutalnya. Tentu saja kita sudah tahu dari trailernya bahwa film ini memang akan menonjolkan agresi dibanding cerita, jadi tinggalkan cara pandang cerdas sebelum menonton.
Sangat layak disebut sebagai film action terbaik dalam beberapa tahun terakhir alasannya yakni tidak hanya seru, tegang tapi juga tidak lupa menyuguhkan kebrutalan yang tidak tanggung-tanggung. Semoga saja ketika dirilis tahun depan tidak banyak yang disensor alasannya yakni sangat disayangkan sekali kalau terlalu banyak adegan brutal yang dikurangi walaupun Gareth Evans sendiri dalam sesi tanya jawab kemarin tampaknya juga terlihat ragu film ini hanya mengalami sedikit pemotongan. Oya, berdasarkan pernyataan Gareth juga film ini akan rilis Maret 2012 jadi jangan lewatkan! Dan mari kita tunggu proyek Berandal yang ditargetkan naskahnya selesai bukan depan. Pesan saya sekali lagi jangan mengharapkan balutan drama cerdas atau kisah super berbobot dalam film ini alasannya yakni itu semua tidak terlalu diperhatikan tapi sajian action dalam film inilah yang jadi sajian utama dan itu sangat hebat!
NB: Terima kasih untuk JAFF yang sudah memperlihatkan kesempatan yang luar biasa ini. Saya sendiri merasa beruntung tidak hanya bisa menonton dengan harga murah dan tanpa sensor tapi juga bisa mengikut sesi tanya jawab dengan Gareth Evans, Iko Uwais dan Yayan Ruhian. Bahkan sukses menerima poster film dan DVD premium Merantau yang semuanya lengkap ditanda tangani oleh mereka dan tentunya sesi foto bareng yang untungnya tidak terlewatkan. Serbuan yang benar-benar maut!
Ini Lho The Raid (2012)
4/
5
Oleh
news flash