Saturday, December 29, 2018

Ini Lho Paddington (2014)

Dengan judul-judul ibarat The Smurs atau Alvin and the Chipmunks wajar saja banyak orang termasuk aku hilang kepercayaan pada komedi keluarga dengan abjad kartun CGI dalam dunia live action. Lelucon kekanak-kanakan yang tidak lucu bagi penonton umum, kisah jelek hingga abjad dangkal jadi pemandangan biasa. Saya tahu film-fim di atas memang dimaksudkan sebagai tontonan ringan, tapi kata "ringan" tidak sama dengan "bodoh" atau "asal". Tapi Paddington karya sutradara Paul King ini memperlihatkan harapan. Disaat kompatriotnya dari Amerika itu gagal memperlihatkan hiburan, sang beruang sopan dari Inggris ini justru membawa angin segar. Formulanya standar, dimana Paddington sang beruang kecil yang bisa berbahasa Inggris ini mencari rumah gres di London, sehabis gempa besar menghancurkan rumahnya di pedalaman hutan Peru, menewaskan lebih banyak didominasi keluarganya. 

Berharap menerima rumah serta keluarga gres di London, sang beruang justru menemukan fakta bahwa kota itu tidak sebaik dan seramah yang dibayangkan. Dia harus terlunta-lunta di stasiun sebelum ditemukan oleh Mary Brown (Sally Hawkins). Mary membawa ia pulang kerumahnya, memperlihatkan nama "Paddington" bagi sang beruang. Bukan perjuangan gampang bagi Paddington mengikuti keadaan di lingkungan gres yang lebih modern. Apalagi penolakan harus ia hadapi khususnya dari Henry Brown (Hugh Bonneville) yang khawatir bahwa beruang itu bakal membahayakan anak-anaknya. Disisi lain ia juga harus menghadapi ancaman dari seorang perempuan pemburu binatang langka (Nicole Kidman). Sangat sederhana, sekaligus cukup singkat dengan durasi 95 menit. Tapi kelebihan film ini dibanding judul-judul lain yang aku sebut di atas ialah Paddington memang menyenangkan, tapi ia tidak hanya bersenang-senang tanpa arti. 
Paddington punya segala petualangan penuh dengan adegan lari, kabur, meluncur, melayang, jatuh, apa-apa saja yang jadi formula wajib komedi anak-anak. Tapi sekali lagi filmnya tidak hanya asal bersenang-senang. Sentuhan drama yang hadir dalam naskah Paul King dan Hamish McColl diluar dugaan cukup hangat. Kisah perihal kesendirian, pembuktian diri, hingga pencarian jati diri dan keluarga bukan sekedar tempelan. Keep it simple, that's the key. Kisahnya tidak berusaha terlalu keras untuk menciptakan penonton terharu. Petualangan yang hadir pun sederhana saja. Paddington mencari sosok pemburu yang pernah mendatangi keluarganya di hutan Peru, Paddington berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan di London khususnya dalam keluarga Brown, Henry yang berusaha mendapatkan keberadaan Paddington, hingga ancaman utama ketika si beruang coba diawetkan di museum. Tidak perlu petualangan berskala besar atau ancaman global. Hanya melibatkan satu keluarga kecil di sudut kota London. Dengan durasi 95 menit, semua itu dikemas baik, filmnya terasa rapat dan solid, sekaligus bergerak cepat.
Saya suka komedinya. Disaat lebih banyak didominasi film ibarat ini hampir tidak menciptakan aku tertawa, Paddington sebaliknya. Hampir semua banyolan setidaknya bisa menciptakan aku tersenyum, bahkan tertawa di beberapa bagian. Saya terkagum, dan hasilnya ingat bahwa ini produk Inggris. Disaat komedi keluarga dari Hollywood tampak asal melempar slapstick dan kekonyolan, Paddington memperhatikan timing. Leluconnya ringan, tapi untuk ukuran film macam ini termasuk cerdas. Paul King mampu memperlihatkan kesan quirky yang begitu berpengaruh dalam aneka macam aspek. Mari lihat karakternya. Sosok Mary ialah perempuan unik baik hati namun penuh drama. Dia bisa menangis hanya alasannya ialah anak perempuannya yang masih sampaumur awal membawa pacarnya kerumah. Lihat juga Millicent dengan dandanan rambut anehnya. Tentu saja kehadiran dua nama besar yakni Sally Hawkins dan Nicole Kidman menjadi salah satu faktor keberhasilan terciptanya dua sosok perempuan menarik nan bertolak belakang ini. 

Karakter-karakter gila itu sedikit mengingatkan aku pada film-film Wes Anderson. Bahkan Paul King mengakibatkan aspek petualangan film ini khususnya ketika adegan di museum "sangat Wes Anderson". Momen awkward sampai arti direction unik (keluarga Brown bersembunyi di bawah tangga dalam posisi tinggi tubuh yang berurutan) terang memunculkan ingatan pada Moonrise Kingdom atau The Grand Budapest Hotel. Paul King juga turut memasukkan beberapa visualisasi unik disini, ibarat adegan imajinasi Paddington, beberapa flashback, hingga dua adegan ketika rumah keluarga Brown dihadirkan dalam bentuk maket lengkap berisikan tiap anggota keluarga dengan ciri serta kebiasaan masing-masing. Seolah belum cukup, warna warni cerah cukup mendominasi beberapa adegan. Mungkin beginilah jadinya kalau Wes Anderson diharuskan menciptakan film bawah umur (Fantastic Mr. Fox dan Moonrise Kingdom penuh nuansa anak tapi bukan diperuntukkan bagi mereka). Lucu, hangat, padat, quirky. Paddington adalah kejutan menyenangkan disaat sajian komedi keluarga ibarat ini tidak menganggap terbelakang penontonnya dengan sajian asal jadi. 

Artikel Terkait

Ini Lho Paddington (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email