Tontonan cukup umur berbentuk animasi, menu cerdas yang terlihat tolol. Begitulah SpongeBob SquarePants, tidak terkecuali film layar lebar keduanya ini. Kisahnya dibuka lewat cara yang familiar ketika Plankton lagi-lagi berusaha mencuri resep Krabby Patty. Usahanya hampir berhasil sebelum resep itu tiba-tiba menghilang. Tanpa resep, tidak ada krabby patty. Tanpa krabby patty warga Bikini Bottom menggila, membuat kala post-apocalyptic: kerusuhan dimana-mana dan semua orang berpakaian ala aksara Mad Max dengan ornamen tengkorak atau pakaian kulit. SpongeBob yang tahu bahwa semua itu bukan salah Plankton mengajak sang musuh turun-temurun bekerja sama sebagai tim untuk mencari resep yang hilang. Bagaimana caranya? Tentu saja membuat mesin waktu, kembali ke masa kemudian untuk mencegah hilangnya resep sembari mengunjungi lumba-lumba berjulukan Bubbles yang selama 10.000 tahun mengawasi jagat raya. Dengan alur ajaib menyerupai itu, kita tahu film ini akan menyajikan cerita SpongeBob yang kita kenal.
Hal terbaik dari SpongeBob SquarePants ialah banyolan sureal yang hadir tiba-tiba. Misal seorang tokoh menyampaikan "tidak mungkin A akan terjadi", sesaat kemudian "A" benar-benar terjadi. Sponge Out of Water masih mempertahankan gaya bercanda semacam itu, khususnya pada dua pertiga awal. Berada di luar kecerdikan serta dipenuhi aksara yang bertingkah tolol, memang gampang menyebut bahwa film ini ialah menu ndeso tak berotak. Tapi justru segala sisi ajaib dan celetukan-celetukan blink-and-you'll-miss-it memperlihatkan betapa cerdas dan dewasanya selera humor film ini. Saya yakin bahwa kebanyakan penonton anak atau orang cukup umur yang lebih menyukai humor slapstick akan kesulitan menikmati film ini. Daripada tertawa, justru celetukan macam "maksudnya?" atau "aneh amat?" yang mungkin bakal lebih sering muncul. Terlihat bodoh, tapi justru penonton dilarang kehilangan fokus. Sponge Out of Water memang ditujukan pada fans atau penonton yang tidak sama sekali buta akan gaya banyolan serialnya.
Sama menyerupai film pertama, third act dari film ini membawa semua aksara ke dunia manusia, alias adegan live action. Bedanya, semua aksara dari Bikini Bottom dihadirkan dengan animasi CGI ketika berada di "dunia atas". Sepertiga selesai film memang seru, disaat keenam aksara utama bermetamorfosis superhero dengan kekuatan unik masing-masing. Langkah yang cukup brilian mengingat superhero tengah menjadi tren ketika ini. Seru dan menghibur, tapi kehilangan segala keunikan humornya. Lebih mementingkan menu agresi dengan sentuhan slapstick membuat third act-nya tidak hanya kalah menarik dari paruh awal tapi sempat terasa membosankan pula. Perjalanan dua pertiga awal film bagaikan pemandangan ketika seseorang mengkonsumsi LSD. Sureal, penuh kombinasi warna asing yang menyenangkan, lucu tapi abstrak. Sebelum balasannya terbangun disaat filmnya berpindah ke dunia nyata. Seolah pengaruh LSD telah hilang, dan kita kembali pada kenyataan yang begitu-begitu saja.
Klimaks yang kurang menarik membuat filmnya secara keseluruhan jadi terasa kepanjangan. Ironis, disaat sang bajak bahari meminta para burung camar berhenti bernyanyi alasannya akan membuat filmnya terlalu panjang, alasannya ketika itu film ini sendiri memang sudah terlalu panjang. Ceritanya sendiri memang dapat diselesaikan hanya dengan dua hingga tiga segmen serial televisinya, yang berarti kurang lebih hanya makan waktu 30-45 menit. Menjadikannya film 92 menit terperinci menghadirkan resiko di atas. Tapi toh aku tidak dilema asalkan terus dijejali banyolan "asal" menyerupai biasa. Hanya saja ketika tingkat kegilaan dikurangi, masuk ke ranah live action yang bersama-sama amat tidak perlu, durasi 92 menit terasa agak kepanjangan. Sangat disayangkan alasannya hal itulah yang menjadi epilog film ini, membuat Sponge Out of Water diakhiri dengan kesan yang tidak terlalu Istimewa meski secara keseluruhan tetap berhasil membuat hiburan ajaib menyenangkan. Mungkin film ini butuh David Hasselhoff.
Ini Lho The Spongebob Movie: Sponge Out Of Water (2015)
4/
5
Oleh
news flash