Friday, December 28, 2018

Ini Lho Tomorrowland (2015)

Film ini punya ambisi berpengaruh untuk menjadi besar. Tidak saja dilihat dari bujetnya yang mencapai $190 juta ($280 juta jikalau ditambah biaya marketing), tapi juga bahan promosi yang dipenuhi rahasia. Tomorrowland nampak mirip secret project yang siap menjadi salah satu blockbuster paling spektakuler tahun ini. Setelah menonton filmnya saya merasa ambisi tersebut juga kental terdapat dalam ceritanya. Naskah goresan pena Damon Lindleof dan Brad Bird memasukkan bermacam-macam pokok bahasan mirip harapan, keinginan hingga banyak sekali kritik sosial. Berpadu dengan biaya mahal, tujuan film ini jelas: membuat sebuah tontonan yang tidak hanya megah serta indah dari segi visual tapi juga emosi. Filmnya dibuka dengan adegan Frank Walker (George Clooney) bicara kearah kamera sambil sesekali disela oleh bunyi Casey (Britt Robertson). Topik pembicaraan memperlihatkan adegan ini sejatinya merupakan konklusi film, yang juga secara tidak pribadi memberi tahu bahwa Tomorrowland akan berakhir bahagia.
Sebuah film yang dibuka dengan adegan mirip itu pastilah berfokus pada proses menuju ke ending daripada konklusinya yang sudah sanggup ditebak. Tomorrowland juga mirip itu. Daripada mengajak penonton menebak-nebak final dari segala konflik, Brad Bird membawa kita menelusuri perjalanan karakter-karakternya menemukan makna harapan serta impian. Casey memang seorang gadis yang selalu mempunyai harapan dan berpikir positif. Sifat yang sama juga dimiliki oleh Frank, setidaknya ketika ia kecil dan mati-matian membuat sebuah jet-pack yang mengingatkan saya pada film The Rocketeer. Ditambah kejeniusan mereka, hal itulah yang membuat seorang gadis keci misterius berjulukan Athena (Raffey Cassidy) memberi sebuah pin pada keduanya. Bukan pin biasa, alasannya ialah disaat memegang benda tersebut mereka sanggup tiba-tiba berpindah ke sebuah kawasan misterius yang diberi nama "Tomorrowland". 
Jadi mirip apa bergotong-royong "Tomorrowland" yang misterius ini? Tomorrowland baik sebagai judul film maupun nama kawasan daam filmnya sama-sama menebar misteri pada penonton. Kita dibentuk menanti-nanti keajaiban mirip apa yang akan hadir sebelum kesudahannya dibentuk kecewa alasannya ialah baik kawasan itu ataupun filmnya sendiri bukan hal yang Istimewa meski sama-sama dibentuk dengan niatan baik. Kesan ironis terasa begitu berpengaruh ketika menonton film ini. Ceritanya berulang kali mengusung pesan untuk selalu berpikir positif, alasannya ialah dengan itu setidaknya harapan untuk membuat sesuatu yang lebih baik sanggup bertambah meski hanya sepersekian persen. Tapi hasil final filmnya sendiri menandakan bahwa keinginan besar maupun berpikir konkret saja tidak cukup. Jangan dulu membicarakan kualitas yang niscaya akan berbeda-beda berdasarkan tiap orang. Secara pendapatan, domestic opening yang hanya $41.7 juta merupakan suatu kegagalan. 

Ambisi untuk menyajikan jalinan kisah uplifting yang akan menggugah penontonnya lewat perjalanan penuh emosi konkret pun pada kesudahannya terasa datar. Tomorrowland terus menerus mengajak penonton mendapatkan pesan yang terkandung untuk berpikir konkret tanpa sekalipun berhasil membawa kita secara pribadi mencicipi emosi yang coba disampaikan. Film ini ibaratnya seorang guru yang memberikan bahan pelajaran pada murid (baca: penonton) tapi hanya menjejalkan teori demi teori tanpa pernah melaksanakan praktek langsung. Para murid pun pada kesudahannya hanya sebatas tahu, tapi tidak benar-benar memahami secara mendalam. Jangan salah, Brad Bird bergotong-royong telah berhasil memperlihatkan petualangan yang cukup menyenangkan lewat film ini. Pengemasan dunia yang megah serta trio abjad utama yang gampang disukai khususnya Casey sang gadis jenius tapi sering bertingkah tolol (what?) merupakan "teman" perjalanan menyenangkan bagi penonton. Tapi dengan segala ambisi itu Tomorrowland seharusnya lebih dari sekedar film ringan yang menyenangkan. 
Tidak hanya kegagalan menyajikan emotional ride, film ini juga terbentur oleh ambisi lain berupa konsep-konsep tinggi yang sama sekali tidak berhasil direalisasikan. Penonton bakal berjumpa dengan banyak hal, mulai dari konsep dimensi paralel penuh rahasia-rahasia terselubung hingga mesin berteknologi canggih yang sanggup melaksanakan hal-hal tak terbayangkan. Tapi apa daya, Brad Bird nampak kewalahan "meladeni" hasrat besar seorang Damon Lindelof dalam naskahnya. Jika anda familiar dengan serial Lost yang juga ditulis Lindelof, pastinya anda juga akan familiar dengan high concept penuh unsur-unsur di dalamnya yang tidak kesemuanya sanggup ditampilkan secara maksimal. Berbagai macam pandangan gres besar itu masih ditambah dengan keinginan membuat narasi penuh perasaan. Sebuah niatan yang bagus sesungguhnya, tapi terlalu berat untuk sanggup ditangani oleh Brad Bird. Alhasil penuturan plot seringkali keteteran, terasa acak-acakan. 

Karakter-karakternya memang jadi salah satu penyelamat. Tidak ada akting luar biasa disini, tapi masing-masing pemain sanggup tampil dalam porsi yang cukup untuk membuat abjad mereka gampang disukai penonton. George Clooney cukup bermodalkan kharisma berpengaruh berhasil membuat Frank sebagai pondasi. Tanpa kharisma Clooney, sanggup saja filmnya turut melemah. Sedangkan Raffey Cassidy punya ekspresi datar yang tepat sebagai droid canggih yang menyiratkan adanya emosi layaknya insan dalam hati. Patut disayangkan kegagalan film ini memunculkan emosi berpengaruh membuat sub-plot korelasi antara Frank dan Athena terlucuti potensinya. Padahal titik puncak film diakhiri dengan konklusi yang menyoroti mereka daripada Casey. Britt Robertson sebagai Cassey sendiri sanggup menutupi kekurangannya dalam berekspresi (sering terasa mirip aktris sinetron) dengan penghantaran komedi memikat. Casey pun jadi gampang disukai, alasannya ialah penonton (khususnya pria) mana yang tidak menyukai abjad gadis elok tapi sering bertingkah lucu cenderung bodoh?

Verdict: Sebagai sebuah film perihal mimpi dan imajinasi dengan banyak konsep ide, Tomorrowland terlalu flat, terlalu ringan mirip animasi hiburan untuk anak-anak.

Artikel Terkait

Ini Lho Tomorrowland (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email