Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho Cek Toko Sebelah (2016)

Seniman (apapun medianya) harus peka terhadap kondisi sekitarnya dalam berkarya, alasannya tak perlulah berpikir terlampau jauh, kehidupan sehari-hari telah menyediakan bahan yang lebih dari cukup. "Cek Toko Sebelah" kembali mempertemukan kita dengan kejelian seorang Ernest Prakasa menangkap konflik keseharian sederhana namun sejatinya bermakna, menunjukan bahwa ia bukanlah one-hit wonder pasca kesuksesan "Ngenest" baik secara komersil (mengumpulkan lebih dari 785.000 penonton) maupun kualitas. Di samping memancing tawa, "Cek Toko Sebelah" mengundang haru kala menyinggung betapa berartinya kenangan yang didasari kasih sayang keluarga tercinta.

Tentu saja dalam naskah hasil tulisannya bersama sang istri, Meira Anastasia, Ernest tetap menyertakan lika-liku kehidupannya sebagai etnis Cina. Kali ini kultur "jaga toko" yang diangkatnya. Hidup Erwin (Ernest Prakasa) terlihat sempurna. Karirnya gemilang, berpeluang meraih posisi brand director cabang Asia Tenggara di Singapura, dan ia pun senang berpacaran dengan perempuan bagus yang tak kalah sukses, Nathalie (Gisella Anastasia). Berkebalikan dengan sang kakak, Yohan (Dion Wiyoko) yang masih tersendat sebagai fotografer pre-wedding, belum bisa mewujudkan mimpi istrinya, Ayu (Adinia Wirasti) membuka toko kue. Perselisihan timbul ketika ayah mereka, Koh Afuk (Chew Kin Wah) tetapkan pensiun menjaga toko kemudian mewariskannya pada Erwin.
Kecemburuan terhadap saudara kandung lantaran menganggap orang bau tanah pilih kasih mungkin terdengar klise, tapi faktanya hal serupa memang kerap terjadi di sekitar kita. Kisah tersebut jadi lebih bermakna dan universal (apapun ras anda, bagaimanapun kondisi keluarga anda), alasannya segala konfliknya ditautkan oleh satu hal, yakni memori. Rasa iri Yohan, kegamangan Erwin, bahkan toko sendiri yaitu representasi memorabilia yang dibangun atas nama cinta. Praktis terkoneksi dengan kisahnya berkat sensitivitas Ernest merangkum adegan dramatis. Entah lewat penggunaan close-up agar ekspresi pemain film utuh tertangkap hingga kesempurnaan timing musik selaku penyokong emosi. Penulisan obrolan pun tepat guna, tanpa panjang lebar atau sok filosofis. Adegan final di kuburan menjadi referensi bagaimana adonan aspek-aspek di atas efektif mengaduk perasaan. 

Permasalahan timbul pada pacing khususnya sewaktu komedi mengambil alih. Ketimbang lawakan berbasis kultural (masih ada) menyerupai "Ngenest", "Cek Toko Sebelah" didominasi laris abstrak tokoh di mana Dodit Mulyanto dan Asri Welas paling mencuri perhatian. Masalahnya gelontoran absurditas  walau lebih gampang dikonsumsi  bakal melemah apabila dilakukan berulang secara berkepanjangan. Gelaran kejenakaan film ini berujung hit-and-miss akibat kerap berlama-lama di sebuah sequence, berujung kehilangan momentum. Kelemahan turut mencuat di departemen penyuntingan ketika seringkali perpindahan adegan berlangsung berangasan termasuk transisi komedi menuju drama. Alhasil tonal jump sempat terasa, padahal tidak ada duduk masalah terkait porsi kedua genre. 
Di antara jajaran ensemble cast yang secara umum dikuasai diisi komika, Dion Wiyoko, Chew Kin Wah dan Adinia Wirasti merupakan penampil paling berkesan. Dion Wiyoko memberi akting terbaik sepanjang karirnya, meluapkan emosi baik melalui ungkapan meledak-ledak atau kegetiran yang terpancar dalam tutur kata. Tatkala Chew Kin Wah akan berulang kali memancing kerinduan anda akan sosok ayah, Adinia Wirasti hadir sebagai pendukung memikat, baik bagi Yohan maupun filmnya secara menyeluruh. Pembawaannya menyejukkan sekaligus menghangatkan di ketika bersamaan selaku representasi sosok perempuan berpengaruh nan tegar yang setia menyokong orang-orang tercintanya. Porsi yang tak seberapa pun bukan duduk masalah tatkala tiap pengucapan kalimat kolam mengandung magnet. Such a great actress.

"Cek Toko Sebelah" melemparkan ingatan saya ke tiap keping momen bersama keluarga yang tentu terdiri atas manis dan pahit. Momen-momen tersebut pada jadinya berlalu, namun bukan berarti menghilang, melainkan bertransformasi menjadi wujud gres berjulukan kenangan. Kenangan yang bakal selalu tersimpan rapat di hati, memunculkan alasan untuk selalu merindukan kepulangan tanpa ingin "mengecek toko sebelah". Sebuah sophomore movie dari Ernest Prakasa selaku pembuktian bahwa visi penyutradaraannya makin matang dan cerdik, yang turut ditunjukkan oleh diperhatikannya detail brand barang-barang di toko Koh Afuk. Faktor kecil tapi menggelitik, berperan besar menguatkan nuansa komedik. 

Artikel Terkait

Ini Lho Cek Toko Sebelah (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email