Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Hail, Caesar! (2016)

Joel dan Ethan Coen telah datang pada titik di mana mereka tak bisa lagi menciptakan film berkualitas sekaligus konten biasa saja kemudian berharap penonton bakal terpuaskan. Terdapat standar (baca: ekspektasi) tinggi bagi karya-karya Coen Brothers, kesannya tiap perilisan film terbaru selalu diiringi harap akan kemunculan satu lagi masterpiece termasuk Hail, Caesar! Bagaimana tidak? Film ini mempertemukan Coen Brothers dengan sederet nama besar, mirip Josh Brolin, George Clooney, Ralph Fiennes, Jonah Hill, Scarlett Johansson, Tilda Swinton, hingga Channing Tatum. Premis filmnya sendiri kurang lebih mengenai kultur industri Hollywood masa 1950-an. It's a love letter for the Hollywood golden age with ensemble cast made by Coen Brothers. Sounds like a merk new masterpiece

Sebagai fixer di Capitol Pictures, Eddie Mannix (Josh Brolin) bertugas menuntaskan bermacam-macam permasalahan para selebriti guna menghindari skandal. Saat itu Capitol Pictures tengah memproduksi film unggulan mereka, sebuah epic ber-setting Roma kuno berjudul Hail, Caesar! dengan Baird Whitlock (George Clooney) menjadi bintang utama. Namun ketika proses pengambilan gambar mencapai tahap akhir, Baird mendadak hilang tanpa jejak. Kelompok misterius yang menamakan dirinya "The Future" mengaku telah menculik Braid dan meminta tebusan $100,000 dari pihak studio. Nyatanya problema yang harus Eddie selesaikan bukan itu saja, alasannya yakni masih banyak bintang bermasalah lain, jurnalis keras kepala, juga dilema kala ia menerima ajuan menggiurkan dari Lockheed Corporation.
Hail, Caesar! memiliki template komedi, dan untuk tataran tersebut penulisan naskah serta penyutradaraan Coen Brothers, pula akting ensemble cast-nya saling melengkapi, menghadirkan keceriaan dalam absurditas komedi. Interaksi huruf yang dibangun Joel dan Ethan tetap renyah, aneh, konyol tapi tidak tasteless. Ambil adegan dikala sutradara Laurence Laurentz (Ralph Fiennes) susah payah mengarahkan Hobie Doyle (Alden Ehrenreich) mengucapkan line "Would that it were so simple". Coens mengemasnya sebagai pembicaraan serius, kedua tokoh pun serius menyikapinya, namun situasi di mana seorang pemain film tak bisa mengucapkan kalimat sesederhana itu jelas menggelitik cenderung bodoh. Baris kalimatnya pun mirip meta, because that line itself is so simple, and Hobie still couldn't say it correctly. Bukti cerdasnya penulisan adegan Coen Brothers.

Penampilan Ensemble cast-nya memunculkan keselarasan dengan visi Coens. They act in a wacky and hilarious manner especially George Clooney who activated his "stupid guy" mode like what he usually did on Coen's movies. Beberapa nama juga mencuri perhatian walau sayang terbatasi screentime minim, sebut saja Scarlett Johansson dan naughty side-nya, Tilda Swinton lewat kiprah ganda sebagai jurnalis kembar ketus, atau tarian bertenaga pemantik senyum milik Channing Tatum. Josh Brolin memang paling "normal" karakternya, tapi itu sesuai dengan posisi Eddie Mannix selaku pemegang kontrol pemain film dan aktris Capitol Pictures. Di antara kegilaan di sekitarnya, Brolin bisa menciptakan kecamuk dilema Eddie secara nyata, baik dalam hal besar mirip ajuan pekerjaan, hingga hal kecil macam rasa bersalah akhir membohongi sang istri soal rokok yang membuatnya hingga rutin melaksanakan pengukuhan dosa  which is funny.
Coen Brothers coba mengemas Hail, Caesar! layaknya mesin waktu bagi industri perfilman Hollywood masa 50-an, entah berupa reka ulang sisi aestetis maupun sempilan konflik. Ironisnya ambisi tersebut kolam pisau bermata dua untuk film ini. Joel dan Ethan menolak setengah-setengah bernostalgia, oleh karenanya santunan homage untuk era tersebut bukan terbatas sisi artistik belaka melainkan kultural juga. Kepuasan didapat tatkala Coen Brothers dibantu sinematografer langganan mereka, Roger Deakins memvisualkan proses kreatif Capitol Pictures yang terkoreografi tepat sekaligus dipercantik production design mumpuni (ex: tarian kolam dan sailor), sukses memanjakan mata sekaligus menyebarkan senyum lebar di bibir saya. Permasalahan timbul dikala Coens menumpahkan terlalu banyak kisah selama durasi 106 menit film. 

Mungkin Coen Brothers memang sengaja tak menitikberatkan plot pada satu fokus belaka melainkan meng-cover tiap sisi kehidupan para pekerja film masa itu, namun bila begitu tujuannya, kasus penculikan Baird Whitlock dan eksplorasi mengenai Eddie Mannix terlampau mencuri sentral penceritaan. Sebaliknya, kalau kisah Baird maupun Eddie diniatkan menjadi plot utama, pecahan subplot lain terlalu sering mendistraksi. Akhirnya ketika dicermati lagi, paparan cerita Hail, Caesar! sejatinya tipis, tapi disajikan amat melebar, kehilangan arah, kesannya masing-masing berujung setengah matang, termasuk selipan komunisme, contoh kerja plus korelasi studio dan bintangnya, hingga religiusitas yang mana setia mengisi karya-karya Coen Brothers. Kekurangan itu ikut menciptakan sebuah twist mengenai salah seorang huruf terasa out of nowhere'Hail, Caesar!' is undoubtedly an impressive work, but for Coen Brothers standard, the plot is too thin. But still, I had a very good time

Artikel Terkait

Ini Lho Hail, Caesar! (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email