Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho Ouija: Origin Of Evil (2016)

Berstatus prekuel bagi film yang pada 2014 kemudian dibantai oleh kritikus (7% di Rotten Tomatoes) namun meraih kesuksesan finansial luar biasa (103 juta dari bujet 5 juta), masuk akal kalau banyak pihak skeptis terhadap "Ouija: Origin of Evil", meyakini filmnya bakal berakhir sebagai satu lagi horor sampah yang diproduksi demi mengeruk pundi-pundi dollar semata. Tapi sutradara Mike Flanagan ("Hush", "Ocullus") bisa menghembuskan nafas baru, tak hanya menciptakan karya ketiganya di 2016 ini jauh melebihi film pertama secara kualitas pula jadi salah satu bazar kengerian paling memuaskan tahun ini.

Ber-setting tahun 1967, "Ouija: Origin of Evildibuka oleh lambang usang Universal Pictures dan retro title card selaku pembuktian totalitas Flanagan mengedepankan nuansa lawas filmnya sebelum memperkenalkan penonton pada tukang ramal berjulukan Alice Zander (Elizabeth Reaser). Dibantu kedua puterinya, Lina (Annalise Basso) dan Doris (Lulu Wilson), Alice memakai bermacam trik guna menciptakan kliennya percaya pada peristiwa-peristiwa mistik yang terjadi. Alice sendiri justru kurang mempercayai hal mistis, hingga ia membeli papan Ouija untuk properti bekerja dan mendatangkan keanehan-keanehan termasuk pada Doris. 
Seolah ingin menjauhkan "Ouija: Origin of Evil" dari pendahulunya, Mike Flanagan mengambil pendekatan berbeda melalui pembangunan atmosfer ketimbang jump scare murahan dan bunyi bising. Usaha mengageti tetap ada, tapi dalam porsi secukupnya serta timing sempurna sehingga efektif, tidak melelahkan. The creepiest  also scariest  part of this movie is when we can't see the ghost. Flanagan bermain-main dengan ketakutan dan kecemasan alami insan yang terletak di alam pikiran. Imajinasi kita diajak melayang menuju mimpi jelek menyerupai ketika Doris (or the spirit inside her) mendeskripsikan bagaimana rasanya dicekik hingga mati. Flanagan mempunyai kreatifitas plus keberanian tinggi dalam upaya merangkai kengerian kasat mata yang unik, sayang CGI murah kerap menjadikannya menggelikan. Untung Lulu Wilson sang demonic child konsisten memunculkan aura mencekam.

"Ouija: Origin of Evil" berjalan cukup lambat hingga paruh pertengahan, namun naskah yang ditulis Mike Flanagan bersama Jeff Howard (kolaborasi ketiga mereka) piawai menyusun penceritaan kuat, menghalangi rasa bosan menyeruak masuk. Flanagan dan Howard memahami esensi papan ouija selaku media komunikasi dengan arwah, kemudian memposisikan hubungan antara insan hidup dengan yang telah mati sebagai pondasi konflik batin tokohnya. Bagaimana seseorang enggan merelakan selesai hidup sosok tercinta kemudian belakang layar rela berkorban apapun demi menghabiskan waktu bersama lagi meski hanya sejenak. Alice pun demikian, dan itu perlahan menggiringnya terjebak bujuk rayu iblis.
Mengambil wangsit dari "The Exorcist" Flanagan dan Howard bukan sekedar menempatkan hantu (iblis) sebagai villain menyeramkan, melainkan sosok licik nan kejam yang gemar menggoda, menarik insan menuju selesai tragis. Muncul tema mengenai "keyakinan" yang diimplementasikan dalam dua kisah. Pertama Alice yang "menghubungi arwah" guna membahagiakan kliennya. Kedua yaitu Tom (Henry Thomas), pendeta dari sekolah Lina dan Doris (kemunculannya juga mengingatkan pada "The Exorcist"). Mereka memegang dua keyakinan berbeda yang pada karenanya sama-sama tergoyahkan oleh kehadiran iblis. 

Namun penceritaan tersebut urung mencapai potensi terbaik jawaban konklusi convulted tatkala Flanagan dan Howard dipaksa menghadirkan keterikatan kisah dengan film pertama. Sentuhan drama personal hilang, berganti poin-poin cerita  ditambah twist  berbelit yang hadir tiba-tiba. Mendadak "Ouija: Origin of Evil" dipenuhi banyak hal dipadatkan menjadi satu sesudah menghabiskan dua per tiga durasi didominasi kesederhanaan efektif. Pada karenanya walaupun mempunyai cacat baik di presentasi drama maupun horror, "Ouija: Origin of Evil" masih perjalanan yang amat mencekam. 

Artikel Terkait

Ini Lho Ouija: Origin Of Evil (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email