Tuesday, December 4, 2018

Ini Lho Power Rangers (2017)

Nuansa campy yang mencirikan serial "Power Rangers" semenjak pertama kali ditayangkan pada 1993 (sudah mencapai isu terkini ke-24) tentu sulit menjangkau penonton masa kini. Atmosfer gelap berlebihan layaknya short "Power/Rangers" buatan Joseph Kahn pun bukan tanggapan bijak. It's unnecessarily too dark and too violent for this child-friendly show. Dua puluh tahun pasca "Turbo: A Power Rangers Movie", Dean Israelite ("Project Almanac" membawa lagi lima sampaumur berkostum pelangi ini ke layar lebar dibarengi setumpuk protes dari penggemar, mulai kesan grounded ala "Chronicle" hingga perubahan drastis desain beberapa tokoh menyerupai Goldar dan Alpha 5. 

Secara mengejutkan, Israelite bersama John Gatins ("Flight", "Kong: Skull Island") sang penulis naskah sanggup mengambil jalan tengah terbaik, menambah sentuhan kelam nan serius tanpa lupa bersenang-senang. Terdapat permasalahan sehari-hari saat para tokoh utama dianggap bermasalah pula bersinggungan dengan konflik diri maupun sosial sebutlah bullying, sexual identity, gangguan psikologis, dan sebagainya. Namun sebagaimana remaja, tentu semangat memberontak demi kebebasan, hasrat bergembira, serta tingkah polah kurang cerdik pemantik tawa setia mengiringi. Filmnya urung melupakan itu. 
Jason (Dacre Montgomery), Billy (RJ Cyler), Kimberly (Naomi Scott), Zack (Ludi Lin) dan Trini (Becky G) bahu-membahu menemukan koin misterius yang memberi kelimanya kekuatan super. Usut punya usut koin tersebut ialah milik Zordon (Bryan Cranston), mantan Ranger merah yang jutaan tahun kemudian memimpin Power Rangers melawan Rita Repulsa (Elizabeth Banks), alien sekaligus Ranger hijau yang membelot. Kini Rita bangun kembali, dan impian Bumi ada di bahu Jason dan kawan-kawan selaku Power Rangers generasi baru. 

Hampir 90 menit awal (dari total dua jam) digunakan memperkenalkan satu per satu tokoh, kemudian menjabarkan proses mengenali, melatih kekuatan mereka di bawah bimbingan Alpha 5 (Bill Hader) semoga sanggup berubah (morphing) menjadi Power Rangers. Sekitar 3/4 durasi nyaris tanpa kemunculan jagoan dalam balutan armor bukan berarti nihil daya tarik, alasannya semangat rebellion khas film sampaumur cukup terasa, bisa menyuntikkan nyawa. Walau selain autisme Billy karakterisasi empat sampaumur lain kurang memberi ciri, para pemain film utama sanggup mengangkat tensi lewat akting natural pula chemistry solid pencipta interaksi renyah berbumbu humor segar. Terutama RJ Cyler yang menjembatani koneksi penonton dengan karakter-karakternya. Sementara Naomi Scott tepat sebagai Kimberly yang sedari dulu merupakan crush mayoritas pemirsa.
Beberapa latar huruf cukup kelam namun tidak depresif. They face some serious problems, but they're not gloomy, depressed teenagers, especially after found the power and each others. Serius tanpa harus kelewat melankolis. Mengurangi sentuhan campy bukan berarti film ini menanggalkan kesenangan. Di samping balutan komedi, Israelite mempertahankan keriuhan over-the-top spectacle khususnya kala mengemas klimaks. Meski begitu, sang sutradara masih perlu berguru dari Michael Bay wacana cara merangkai agresi masif melibatkan robot raksasa. Cukup menghibur, hanya kurang bombastis. Israelite belum piawai menghadirkan cool aspect melalui pilihan shots. Contohnya hero shot berupa kelima Rangers berjalan beriringan dibalut slow motion yang cenderung cringe daripada keren. 

Transisi paruh pertama yang lebih membumi menuju kentalnya fantasi paruh kedua berjalan kurang mulus. Seolah sadar tinggal tersisa sedikit waktu, mendadak alurnya melompat dari satu agresi ke agresi Rita Repulsa berikutnya. Patut disayangkan mengingat betapa mulus aliran first act-nya menuturkan hubungan antar-karakter. Kurang cermatnya editing Martin Bernfeld dan Dody Dorn ikut kuat menghasilkan kasarnya pergerakan adegan tersebut. Terkait plot hole, anda bakal menemukan beberapa, sebutlah zord yang entah bagaimana sanggup bergabung, dari mana Rangers mengetahui adanya pedang di Megazord, dan sebagainya. Tapi tak perlu dipikirkan. Afterall, this is a movie about five teenagers with rainbow costume, fighting against giant monster inside their giant robot
Pendekatan serius "Power Rangers" sayangnya memakan korban. Elizabeth Banks sebagai Rita dibatasi tuntutan meminimalisir gaya komikal, tak bisa sebebas dan segila Machiko Soga atau Carla Perez di serialnya dahulu. Alhasil Rita menjadi villain membosankan. Usaha menambah bobot penokohan Rita dengan modifikasi latar belakangnya dan Zordon juga terasa mubazir, alasannya untuk apa mengakibatkan keduanya partner masa kemudian jikalau ujungnya tiada ada pengaruh emosional dalam pertempuran? Sedangkan Zordon yang tidak bijak, mencurigai Rangers, bahkan memaksa mereka berlatih guna menghadapi pertarungan berbahaya mencuatkan tanya yang semenjak dulu timbul: apakah Zordon seorang pemimpin mulia atau justru sosok egois yang memaksa sampaumur bertaruh nyawa?

Setidaknya sepercik nostalgia bakal dirasakan oleh penggemar saat sejumlah momen tampil di layar, mulai terdengarnya bait "Go go Power Rangers" dari lagu tema (semestinya diputar lebih panjang) hingga cameo Jason David Frank dan Amy Jo Johnson selaku pemain film Tommy dan Kimberly di serialnya. This reboot is less-campy than the original series without being too gritty. It's darker yet still very fun to watch. Apabila beberapa perubahan dirasa mengganggu, cobalah berpikiran terbuka lantaran sederet perubahan tersebut bukan dosa besar yang menyalahi substansi kisah aslinya. Jangan beranjak dulu begitu film berakhir lantaran ada mid-credit scene menarik berisi tease berkaitan dengan sekuel.

Artikel Terkait

Ini Lho Power Rangers (2017)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email