Friday, December 7, 2018

Ini Lho Warcraft: The Beginning (2016)

Usaha membuat film pembiasaan video game berkualitas masih berlanjut. Saya eksklusif cukup menikmati beberapa di antaranya, sebut saja Mortal Kombat, Prince of Persia: The Sands of Time, Resident Evil hingga The Angry Birds Movie (the best one so far), namun belum ada satupun layak disebut "critical acclaim". Ditinjau dari jumlah pendapatan pun sesungguhnya tidak seberapa, di mana rekor masih dipegang Prince of Persia dengan raupan $336 juta  not bad, but isn't a huge success either. Tahun 2016 sendiri bagai pembuktian akan kelayakan film pembiasaan game lewat perilisan Warcraft dan Assassin's Creed. Keberadaan Duncan Jones (Moon Source Code) di dingklik penyutradaraan Warcraft tentu menyulut optimisme, apalagi bersama Charles Leavitt, Jones turut berperan selaku penulis naskah.

Negeri Azeroth berada di ambang peperangan besar tatkala bermodalkan sihir fel miliknya, Gul'dan (Daniel Wu) memimpin pasukan orc mengambil alih dunia manusia. Walau dilindungi oleh Medivh (Ben Foster) sang penjaga dan prajurit tangguh berjulukan Anduin Lothar (Travis Fimmel), pihak insan tetap berada dalam kondisi terjepit jawaban kalah jumlah serta sihir fel Gul'dan yang konon tak tertandingi. Saat itulah Durotan (Toby Kebbell), kepala suku klan Frostwolf memperlihatkan aliansi antara insan dengan orc dikarenakan ia merasa rezim Gul'dan walau memperlihatkan kekuatan luar biasa, turut membawa kehancuran sekaligus maut bagi bangsa orc sendiri. 

Like the title itself suggests, this movie is only the beginning for more to come. Film ini menyerupai prolog sebelum perang besar kemudian hari, memperkenalkan satu demi satu abjad beserta latar belakang terjadinya konflik. Berkaca pada karya-karya terhadulunya, Duncan Jones punya kapasitas menggali abjad secara mendalam, sayangnya naskah hasil tulisannya dan Charles Leavitt urung melaksanakan itu. Terjangkit permasalahan serupa layaknya blockbuster lain, naskah Warcraft: The Beginning seolah dibentuk sekedar untuk menunaikan kewajiban mempunyai cerita. Terdapat beberapa konflik personal tokoh termasuk paralel kisah ayah-anak bagi Lothar dan Durotan, namun semua dimunculkan tanpa eksplorasi memadahi, balasannya ketika datang momen (dimaksudkan) emosional, impact-nya nihil alias datar. 

Dangkalnya penggalian abjad berujung kejanggalan ketika beberapa dari mereka sempat berubah perilaku atau pihak alasannya yaitu saya kurang merasa diajak memahami sisi internal karakternya. Kritisi serupa pantas dialamatkan juga pada eksposisi dongeng yang potensial membuat penonton tanpa pemahaman mengenai game-nya kebingungan, padahal filmnya mengusung dongeng amat generic. Saya bagai diajak menjelajahi negeri antah berantah penuh makhluk aneh, istilah-istilah asing plus setumpuk mitologi tapi tidak diberikan guidance guna melalui semua itu. Ditambah lagi paparan intrik seputaran tokoh insan jauh dari kesan menarik, menghalangi saya untuk berusaha mencari pemahaman lebih lanjut. Sebagai pondasi berembel-embel "The Beginning" di judulnya, film ini tergolong gagal mengatakan pijakan kokoh terhadap abjad maupun hamparan cerita.
Untung Warcraft: The Beginning memiliki modal lain berupa efek visual guna menutupi kekurangan naskahnya. Eksekusi motion capture-nya luar biasa, yang sanggup dilihat dari betapa mengagumkan detail tiap sisi badan orc mulai rambut, tonjolan otot, tanduk, hingga mimik wajah. Daripada monster artificial, orc  khususnya Durotan  terlihat selayaknya makhluk hidup kasatmata dengan sentuhan perasaan dalam diri mereka. Alhasil mata saya termanjakan sewaktu film memindahkan fokus menuju kelompok orc, menghasilkan hiburan di tengah membosankannya kisah para manusia. Walau rendering bagi CGI selain motion capture (ex: burung raksasa) terlihat berangasan dan palsu, pemakaian efek penuh warna ketika pertempuran ilmu sihir bertempat, sukses menyeimbangkan kesan realistis dengan nuansa cartoonish fantasy menyenangkan.

Meski gagal menyuguhkan kelebihan terbesarnya (eksplorasi karakter), penyutradaraan Duncan Jones cukup solid ketika diharuskan menangani action sequence. Belum memasuki taraf epic, namun Jones berhasil memanfaatkan keberadaan otot-otot plus senjata berat kaum orc guna mendorong violence sampai batasan tertinggi suatu film dengan rating PG-13. Soundtrack gubahan Ramin Djawadi turut menambah intensitas adegan berkat nuansa kolam genderang pengiring peperangan. It's so epic and iconic! Patut disayangkan film ini masih terjebak penyakit sajian middle chapter di mana momen puncak sengaja disimpan untuk installment berikutnya, sehingga titik puncak film berujung datar, bahkan terlampau cepat berakhir. 'Warcraft: The Beginning' is a visual treat indeed, but its story and character development isn't strong enough to keep the audience attention. The gamers will be pleased though

SPHERE X FORMAT: Kurang memuaskan secara keseluruhan kualitas, Warcraft: The Beginning di luar dugaan menghadirkan salah pengalaman menonton paling memuaskan dalam format Sphere X. Layar besar plus luasnya bidang pandang bersinergi tepat dengan kelebihan film di tataran visual, memfasilitasi penonton menikmati tiap detail visual   termasuk tekstur badan orc   secara maksimal. (4/5)


Ticket Powered by: Indonesian Film Critics

Artikel Terkait

Ini Lho Warcraft: The Beginning (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email