Friday, December 7, 2018

Ini Lho Pacarku Anak Koruptor (2016)

Menurut saya modal terpenting seorang sutradara bukanlah pemahaman teknis melainkan visi guna memilih pengadeganan, perjalanan alur, penyampaian pesan, tone penceritaan dan masih banyak lagi. Ketidakjelasan visi sanggup berujung kekacauan akhir tidak tentunya arah suatu film. Menjadi bertambah parah apabila sutradara turut gagal memilih tujuannya, apakah ingin menciptakan film atau iklan layanan masyarakat versi extended. Pacarku Anak Koruptor sukses melemparkan setumpuk tanda tanya di otak saya. Apakah genre-nya romansa, satir, musikal, thriller politik atau komedi bodoh? Pertanyaan lebih mendasar, apakah ini film sungguhan atau kampanye anti korupsi berkedok film? Apapun sejatinya pilihan Sys NS (sutradara dan penulis naskah), penonton hanya akan dihadapkan pada berondongan keburukan demi keburukan.

Karakter utamanya yaitu Sayanda (Jessica Mila), pelopor sekaligus ketua GANK (Gerakan Anti Narkoba & Korupsi). Sayanda beserta anggota GANK lain tengah menilik kasus korupsi yang melibatkan pebisnis berjulukan Maruk Bangetan (Ray Sahetapy), di mana sejauh ini Maruk selalu berhasil lolos dari jerat aturan berkat kekuatan uang miliknya. Ironisnya, ketika itu Sayanda tengah menjalin relasi asmara dengan Gerhana (Sabda Ahessa), putera Maruk Bangetan. Mengetahui relasi mereka berdua, Maruk menolak tinggal membisu dan mengerahkan segala cara bukan hanya untuk menghancurkan percintaan Sayanda dan Gerhana, tapi juga demi menghentikan pergerakan GANK yang membahayakan agresi korupsinya.
Pacarku Anak Koruptor merupakan pembiasaan pertunjukkan pop opera berjudul Kisah Cinta Anak Koruptor dan Pacarnya  dipentaskan tahun 2011  hasil karya Sys NS. Sebuah drama panggung masuk akal mempunyai "kenakalan aneh" termasuk dalam penamaan karakter, sebut saja Maruk Bangetan hingga nama-nama geng ibarat Blujin Belel, Selendank, hingga Cepak Ngehek. Kesan slengean begitu jamak ditemui di atas panggung, terlebih jikalau kisahnya punya unsur satir atau surealis, namun beda kasus begitu diapklikasikan ke media film apalagi dengan penggarapan realis. Berawal dari sinilah kebingungan saya terhadap arah film bermula.

Awalnya Pacarku Anak Koruptor bagai satir berisi tokoh-tokoh komikal yang bertujuan sebagai sindiran, kemudian kisah bergerak menuju romansa "beda dunia", political thriller kelam dipenuhi simpulan hidup serta permainan kotor pejabat negara, hingga berujung musikal. Meleburkan banyak genre sah-sah saja, bahkan sanggup berujung sajian hybrid cerdas, tapi film ini bukan termasuk golongan tersebut. Alasannya sederhana, masing-masing bentuk di atas jangankan bagus, memenuhi ukuran standar pun gagal. Sebagai satir, komedinya terlalu bodoh dan urung menyindir. Paparan romansa juga cuek alasannya yaitu minimnya kemunculan momen Sayanda dan Gerhana memadu kasih. Mengusung judul yang kental nuansa romansa, absurd ketika aspek itu justru kemunculannya minim. Namun unsur paling menggelikan yaitu musikal. Penggarapannya amat cringeworthy saat transisi berangasan adegan, akting buruk, koreografi asal, hingga lirik menggelikan bersatu. Saya tantang anda tidak tertawa menyaksikan tukar barang nyanyian antara Gerhana dan sang ayah di penghujung film. 
Bertebarannya kekonyolan menguatkan inkonsistensi tone akibat jamaknya kehadiran unintentionally funny moments. Andai momen-momen itu sekalian dikemas komedik, mungkin kesannya justru menghibur, tapi terperinci Sys NS memaksakan suasana serius cenderung dramatis. Inkonsistensi turut hadir pada naskah yang sesekali berusaha terdengar puitis lewat pemakaian rima serta diksi "berat" namun di kesempatan lain sering menggunakan bahasa "ringan". Seolah belum cukup lucu, acapkali karakternya melontarkan obrolan kolam tengah berorasi di tengah demonstrasi hanya saja tanpa semangat membara. Momen "orasi" tersebut tak lain perjuangan Sys NS meneriakkan anti korupsi yang terlampau gamblang dan repetitif  kalimat "Aku memang cinta mati sama kamu, tapi sumpah mati saya jauh lebih cinta sama negeri ini" diulang tiga kali  membuat saya ingin berujar "I got it already, stop the preaching and let's move on!"

Pacarku Anak Koruptor tiba di titik nadir kala aspek teknisnya digarap amatiran. Seringkali gambarnya buram plus suaranya tidak jernih. Bahkan di adegan perlombaan menari  dengan alasan penyelenggaraan konyol  suara sempat menghilang, sehingga penonton hanya disuguhi gambar bisu. Perlukah saya sebut juga penempatan properti botol minuman sebagai "iklan" yang posisinya selalu sama meski hari telah berganti? Intinya, Pacarku Anak Koruptor adalah pola nihilnya visi artistik seorang sutradara, alasannya yaitu satu-satunya visi Sys NS hanya melontarkan pesan anti korupsi secara (kelewat) gamblang nan berulang. Padahal sasaran penonton film bertema ibarat ini tentunya golongan intelektual, orang cerdas yang tidak suka dijejali pesan-pesan menggurui apalagi lewat film berkualitas rendah. Sedih rasanya mendapati nama-nama besar macam Ray Sahetapy, Roy Marten, Jajang C. Noer dan lain sebagainya ikut terlibat. 'Pacarku Anak Koruptor' isn't a real movie, it's an extended public service advertisement. A terrible one. So far, this is the worst Indonesian movie of 2016.


Ticket Powered by: Bookmyshow ID

Artikel Terkait

Ini Lho Pacarku Anak Koruptor (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email