Thursday, November 29, 2018

Ini Lho Along With The Gods: The Last 49 Days (2018)

Dwilogi Along with the Gods, yang mengadaptasi webtoon berjudul sama karya Joo Ho-min, ialah sajian yang mengandung nyaris segala elemen kegemaran penonton arus utama, sehingga tidak heran, The Two Worlds menjadi film Korea Selatan terlaris kedua sepanjang masa dengan lebih dari 14 juta penonton, sedangkan sekuelnya sudah ditonton 10,5 juta orang dalam 2 minggu. Selain diisi agresi berhiaskan CGI, keduanya menyimpan senjata andalan masing-masing. Apabila film pertama sarat drama mengharu biru, The Last 49 Days penuh sesak oleh twist. Begitu banyak, jikalau anda tipe penonton dengan prinsip “makin ceritanya nggak ketebak makin bagus”, sanggup saja ini menjadi salah satu film terbaik sepanjang tahun. Karena di sini, nyaris setiap jalan dan jawaban seolah harus menghasilkan kejutan tanpa mempedulikan substansi.

Kim Yong-hwa (Mr. Go, Along with the Gods: The Two Worlds) selaku sutradara sekaligus penulis naskah bagai berhasrat menumpahkan ilham besar sebanyak mungkin namun gres memikirkan penjabarannya di belakang. Hal ini berlaku juga bagi plot device-nya, di mana satu lagi Paragon muncul, yaitu Kim Soo-hong (Kim Dong-wook), adik protagonis film pertama, Kim Ja-hong (Cha Tae-hyun). Tapi tugas Soo-hong tak sepenting kakaknya, sesuatu yang bahkan karakternya sendiri sadari dan ungkapkan. Keberadaan Soo-hong semata guna memfasilitasi eksplorasi menuju masa kemudian tiga malaikat kematian: Gang-rim (Ha Jung-woo), Haewonmaek (Ju Ji-hoon), dan Lee Deok-choon (Kim Hyang-gi). Pertanyaannya, pantaskah Soo-hong disebut Paragon sehabis sempat mengacau sebagai arwah penasaran?

Untuk itu, Kim Yong-hwa menunjukkan retcon terkait definisi Paragon yang bukan lagi sekedar “sosok mulia”, melainkan “An entity who led a just life or suffered and untimely death for an unknown reason before his allotted span of life”. Definisi tersebut berujung mengubah jalannya persidangan di tujuh neraka, yang bukan lagi perihal menerangkan kebersihan hati, tapi perdebatan ihwal alasan kematian. Apakah Soo-hong tewas tanggapan kecelakaan atau dibunuh? Kaprikornus apa fungsi sidang demi sidang di neraka yang mewakili tujuh dosa manusia? Entahlah. Yong-hwa menyerupai tersesat, apalagi saya.

Satu-satunya alasan yang terpikirkan hanya semoga beberapa neraka yang belum muncul di film pertama memperoleh porsi. Tapi detail latar menarik serta para ilahi penjaga berkepribadian variatif takkan lagi ditemukan, kala serupa Soo-hong, persidangannya sebatas elemen sampingan yang berjalan luar biasa acak-acakan tanpa hukum pasti. Beruntung ada subplot mengenai perjuangan Haewonmaek dan Deok-choon mencabut nyawa laki-laki renta berjulukan Heo Choon-sam (Nam Il-woo) yang dilindungi Seongju (Ma Dong-seok) si Dewa Penjaga Rumah. Melalui Seongju pula, diam-diam kehidupan mereka 1000 tahun kemudian terungkap. Saat petualangan di alam abadi acap kali datar tanggapan Soo-hong tak sesimpatik sang kakak, konflik di Bumi lebih kaya rasa, dibantu selipan humor plus eksplorasi menarik soal kisah terpendam para malaikat maut. Subplot ini sanggup menjadi film sendiri yang lebih singkat, padat, berperasaan, dan terpenting, lebih anggun dari keseluruhan The Last 49 Days.

Bicara ihwal twist, banyak sekali kejutan yang tertuang dalam kisah Seongju masih sanggup diterima, bahkan menambah dinamika kekerabatan antar-karaker. Haewonmaek tidak lagi hanya malaikat maut brandal bermulut besar, sebagaimana Deok-choon berkembang lebih dari seorang gadis polos. Persepsi kita terhadap beberapa tokoh pun diputarbalikkan, memancing persoalan dilematis kompleks yang sayangnya diselesaikan lewat resolusi penuh penggampangan. Pun kita sanggup selalu mengandalkan Ma Dong-seok untuk melakoni tugas laki-laki tangguh tapi berperasaan. Dialah jangkar elemen drama film ini sehingga pesan “Be kind” yang diusung tetap tersampaikan saat filmnya kolam tersesat di rimba lebat buatannya sendiri.

Seiring waktu, The Last 49 Days makin serakah, memasukkan lebih banyak diam-diam dan twist dengan substansi yang semakin menyusut, walau harus diakui dinamika berhasil dijaga karenanya. Sebuah twist sempat berputar di kepala saya. Twist yang saya harap takkan muncul alasannya bakal terlalu terbelakang dan dipaksakan. Kemudian film berakhir tanpanya. Saya pun lega. Sampai sempurna sebelum kredit, muncul adegan pelengkap berisi twist tersebut. Saya cuma sanggup duduk menertawakan kebodohannya. Along with the Gods: The Last 49 Days meruntuhkan pencapaian film pertama. Parade agresi kreatif yang memanfaatkan absurditas tanpa batas akhirat, termasuk satu acuan terhadap franchise milik Spielberg memang masih menghibur. Hell, the whole movie is still entertaining. Bertempo cepat tanpa perlu terburu-buru, durasi 141 menit cepat berlalu. Namun pasca prestasi The Two Worlds, sekuel ini terang proses terjun bebas.

Artikel Terkait

Ini Lho Along With The Gods: The Last 49 Days (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email