Friday, November 30, 2018

Ini Lho Sajen (2018)

“Ini yang bikin editnya nggak ketawa?”, celetuk seorang penonton di depan saya dikala menyaksikan titik puncak Sajen, yang menandai kembalinya sutradara Hanny R. Saputra (Heart, Mirror) sehabis tiga tahun bolos pasca menggarap Dejavu: Ajian Puter Giling. Memasuki sepertiga simpulan durasi, tepatnya ketika elemen horor yang jadi jualan utama mulai mendominasi, saya, dan tampaknya lebih banyak didominasi penonton, sudah mengalah menganggap serius film ini. Kami hanya dapat tertawa melihat lemparan kotak pensil Minati Atmanegara ke arah hantu yang merangkak dari televisi layaknya Sadako, atau Rachel Amanda selaku pustakawan yang lebih sering membagikan tisu ketimbang mengurus buku.

Padahal, naskah buatan Haqi Achmad (Ada Cinta di SMA, Meet Me After Sunset) menyenggol pokok bahasan serius berupa bullying di lingkungan sekolah. Sekolah Menengan Atas Pelita Bangsa namanya. Sebuah sekolah swasta elit nan unggulan yang anehnya mau mempekerjakan penjaga sekolah berpenampilan ala dukun yang bertugas meletakkan sajen di banyak sekali kawasan peristirahatan terakhir siswa-siswi yang tewas bunuh diri lantaran tersiksa akhir penindasan. Lebih abnormal lagi melihat sekolah sebesar itu kolam cuma punya dua tenaga pengajar plus seorang pembagi tisu...ah, maksud saya pustakawan.
Tokoh utamanya berjulukan Alanda (Amanda Manopo), siswi berprestasi yang berniat membongkar perkara bullying di sekolah, yang mana dirinya turut menjadi korban. Bianca (Steffi Zamora) beserta gengnya, juga sang kekasih, Davi (Jeff Smith) yaitu para pelaku. Konfliknya mengikuti formula lebih banyak didominasi film bertema serupa, di mana penindasan terhadap Alanda yang makin usang wujudnya makin parah jadi sorotan utama. Caranya tidak baru, namun kritik yang dilontarkan penting untuk didengar, khususnya kala menyentil keengganan pihak sekolah bertindak tegas. Disokong performa Amanda Manopo yang memeras emosi sekuat tenaga, paruh awal Sajen sejatinya menjanjikan.

Sampai tiba momen yang telah diprediksi: Alanda bunuh diri. Di sinilah titik kejatuhan Sajen,—yang awalnya pelit mengumbar penampakan bahkan cenderung lebih bersahabat ke  drama ketimbang horor sepenuhnya—yang ironisnya terjadi semenjak kedatangan teror yang telah penonton nantikan. Pemakaian rasa tradisional lewat suara angklung dan gamelan dalam musik buatan Andhika Triyadi (Benyamin Biang Kerok, #TemanTapiMenikah) merupakan poin faktual yang sesekali jadi obat di antara formasi jump scare nir-timing. Diperparah penyuntingan kacau, saya pun ingin mengikuti pesan tersirat Riza (Angga Yunana) untuk banyak-banyak berdoa dan mengucap istighfar. Produksi Starvision, termasuk yang kelas wahid macam Cek Toko Sebelah, memang kerap bermasalah soal transisi garang antar adegan. Entah disebabkan pasca-produksi yang buruk atau minimnya stok rekaman.
Mungkin ingin menandingi keperkasaan Sadako, hantu Alanda bukan cuma dapat merangkak keluar dari televisi, pula mencuatkan kepala dari layar telepon genggam. Davi jadi korban modus operandi kaya penemuan itu. Jika saya mengalaminya, dijamin saya bakal berteriak kencang sambil memasang lisan ketakutan yang berbanding 180 derajat dengan definisi “ganteng”. Tapi Davi, sebagai siswa terkenal juga kapten basket tentu tak ingin terlihat jelek. Alhasil, situasi abstrak tersebut tak menciptakan raut wajahnya berubah. Dia hanya berlari bagai sedang terlibat perlombaan marathon. Toh itu tidak ada apa-apanya dibanding reaksi seisi sekolah di titik puncak filmnya, di tengah pelaksanaan prom.

Pernah menonton Carrie? Pasti anda ingat betapa kacau prom ketika Carrie mengamuk. Tapi siswa-siswi Sekolah Menengan Atas Pelita Bangsa rupanya amat bernyali. Melihat hantu Alanda menampakkan wajah rusaknya di tengah panggung, melempar seorang siswi ke sana kemari, mereka cuma berdiri, memasang wajah tenang, bergerombol layaknya menonton perkelahian remaja. Fakta bahwa titik puncak konyolnya masuk ke produk akhir, yang berarti ada pihak pengambil keputusan yang memberi persetujuan, yaitu sebuah misteri tersendiri. Sama misteriusnya dengan apa perlunya aksara Ratu (Rachel Amanda) diceritakan sedang melaksanakan riset. Biarkan beliau membagikan tisu...ah, maksud saya mengurus buku-bukunya.

Artikel Terkait

Ini Lho Sajen (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email