Friday, November 30, 2018

Ini Lho Deadpool 2 (2018)

Deadpool alias Wade Wilson (Ryan Reynolds) tidak bisa mati, bahkan ketika ledakan menciptakan seluruh bab tubuhnya berhamburan menyerupai tampak pada adegan pembuka. Dia bisa tanpa ragu menerjang markas Yakuza maupun berandal berbahaya mana pun. Pasca film pertama, seolah segalanya menjadi gampang bagi Wade yang sekarang berprofesi sebagai pembunuh bayaran pengincar kepala para kriminal di seluruh dunia. Rupanya tidak semudah itu. Dia kebal dan “tak tersentuh”, tapi tidak demikian dengan orang-orang di sekitarnya. Berpijak pada gagasan itu, Deadpool 2 mengangkat kisah yang amat mewakili rasa buku komik. Saya tak bisa mengungkapnya, tapi kalau anda familiar dengan komik hero super, anda tahu aspek mana dalam hidup mereka yang tersulit, bahkan tidak jarang tragis.

Di balik segala guyonan semau sendiri serta olok-olok terhadap nuansa gelap film DC, Deadpool 2 sejatinya mengusung kisah kelam. Tidak hanya bagi Mr. Pool, juga Russell Collins (Julian Dennison), si mutan muda berkekuatan api, dan Cable (Josh Brolin), mantan prajurit yang tiba dari masa depan guna membunuh Russell. Dua wajah berlawanan itu turut ditampakkan oleh performa Ryan Reynolds. Mengenakan topeng Deadpol, dia tampil jenaka, layaknya penampil yang bisa melaksanakan apa pun, menciptakan gestur apa saja. Tanpa topeng, sebagai Wade Wilson, meski tetap ada kekonyolan, Reynolds menyuntikkan sisi melankolis tragis dalam diri Wade.
Biasanya dari sini saya akan mengulik satu per satu elemen kisah filmnya, tapi Deadpool 2, dengan kadar kejutan tak kalah dibanding Avengers: Infinity War menyulitkan itu dilakukan. Satu hal yang perlu anda ketahui, bahwa ada banyak kejutan bertebaran, baik berbentuk poin plot, kemunculan dan kematian huruf (so many hilarious death scenes), serta beberapa cameo termasuk kemunculan sekejap mata seorang bintang ternama. Belum termasuk empat mid-credit scenes—dengan tiga adegan terakhir dirangkum jadi satu—yang mengambarkan kreativitas asing Ryan Reynolds selaku penulis naskah bersama Rhett Reese dan Paul Wernick.

Karena sulit mengulas alur, mari membahas suguhan aksinya. Memiliki David Leitch di dingklik penyutradaraan, meski koreografinya tak sekompleks karya-karya Leitch sebelumnya (John Wick, Atomic Blonde), beberapa porsi laga, khususnya ketika mengeksploitasi kegarangan Josh Brolin sebagai Cable, acap kali mengundang decak kagum. Tidak kalah mencuri perhatian yakni Zazie Beetz sebagai Domino si mutan penuh keberuntungan. Beetz ialah bakat langka. Punya fisik atraktif, berkarisma dan tampak tangguh kala melakoni aksi, namun piawai melucu. Apabila suatu hari nanti ada perjuangan membangkitkan blaxploitation lewat remake judul-judul klasik macam Foxy Brown dan Coffy, Beetz mestinya jadi pilihan utama.
Untuk Deadpool sendiri, Leitch memanfaatkan ketidakmampuan si tokoh meregang nyawa guna memoles agresi kreatif. Dia bisa mencekik musuh dengan lengannya sendiri yang patah, terpotong tubuhnya menjadi dua, hingga hancur berkeping-keping tapi masih sempat mencela Wolverine.  Dia bisa melaksanakan semua hal kecuali tutup mulut. Dan satu hal yang filmnya tak bisa lakukan ialah berhenti menggila, berhenti melontarkan lelucon-lelucon meta. Deadpool 2 enggan membiarkan satu pun pihak lolos dari caci maki, termasuk Rob Liefeld, sang kreator tokoh Deadpool, Cable, dan  X-Force, yang konon tidak bisa menggambar kaki (silahkan googling Rob Liefeld’s feet). Kegilaan non-stop adalah keputusan tepat, kecuali pada first act, sekitar 10-15 menit awal ketika penonton—setidaknya saya—masih butuh waktu menyesuaikan diri.

Dari Only Time milik Enya yang syahdu, Bangarang-nya Skrillex yang mengakibatkan perkelahian Deadpool melawan Cable semakin keren, hingga Ashes milik Celine Dion selaku pengiring intro ala James Bond, jadi bukti betapa kegilaan dan daya kejut Deadpool 2 ikut menular ke soal pemilihan musik. Siapa sangka juga versi akustik mellow dari Take on Me sanggup terdengar luar biasa manis? Atau lebih tepatnya, siapa sangka film menyerupai Deadpool 2 bisa tampil manis, romantis, menyentuh, setidaknya di bab penutupnya? I can’t believe I’m saying this, but yes, I cried watching Deadpool 2!   

Artikel Terkait

Ini Lho Deadpool 2 (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email