Thursday, November 29, 2018

Ini Lho Sakral (2018)

Sakral merupakan kerja sama kelima (keempat sepanjang 2018) MD Pictures dan Dee Company sekaligus yang terbaik. Kata “terbaik” di sini artinya “paling tidak menyiksa”, lantaran semenjak Gasing Tengkorak tahun lalu, kebersamaan dua rumah produksi ini telah menghasilkan judul-judul yang berpotensi merusak kembali kepercayaan penonton terhadap perfiman Indonesia. Menyebut Sarkal “lebih baik” dibanding filmografi Baginda KK Dheeraj pasca berganti identitas menjadi Dheeraj Kalwani pun layaknya menyatakan terkena flu lebih baik dibanding penyakit lain. Tetap saja menyiksa.

Setidaknya para pembuat film ini berguru dari kesalahan sebelumnya dengan tidak membuat horor yang hanya tersusun atas fragmen-fragmen jump scare yang disusun kasar. Digawangi oleh sutradara Tema Patrosza (Tumbal: The Ritual), Sakral bersedia menahan diri untuk memunculkan hantunya, meminta penonton menunggu biar bisa lebih dulu memaparkan cerita, walau bukan kisah yang solid, menghasilkan penantian melelahkan pula tanpa penebusan yang sepadan di akhir. Tapi sekali lagi, setidaknya mereka belajar. Walau makan waktu lima film dan belum signifikan, Dheeraj Kalwani risikonya mengalami kemajuan.

Kisahnya dibuka ketika sepasang suami istri, Melina (Olla Ramlan) dan Daniel (Teuku Zacky) tengah menanti kelahiran puteri kembar mereka yang akan diberi nama Flora dan Fiona (kenapa bukan “Fauna”???). Malang, hanya Flora yang bertahan hidup. Tapi Flora tumbuh sebagai gadis cilik pendiam, enggan berinteraksi dengan kedua orang tuanya, dan hanya memandangi kotak musik sepanjang hari. Di sisi lain, Melina yang masih dihantui sedih justru mulai dihantui juga oleh peristiwa-peristwa misterius. Singkatnya, naskah karya Baskoro Adi Wuryanto (Jailangkung, Ruqyah: The Exorcism, Gasing Tengkorak) ingin membicarakan bagaimana kekuatan cinta milik suami-istri bisa mengalahkan apa pun termasuk sedih (dan iblis). Bukan suatu kejutan rasanya kalau kisahnya gagal menjadi observasi mendalam.

Melina terus melihat hal-hal mengerikan menyerupai penampakan hantu yang kadang berwajah putih pucat kadang hitam pekat bagai versi murahan dari gelandangan setan di Mulholland Drive-nya David Lynch. Daniel mencurigai kewarasan sang istri, yang bakal menggiring kita menuju adegan konyol ketika seorang psikolog sekaligus teman Daniel dengan gampang mendiagnosa Melina menderita skizofrenia. Akting jajaran pemain sama sekali tidak membantu. Sewaktu Teuku Zacky kerepotan mengucapkan obrolan (yang aslinya memang dangkal) supaya tak terdengar datar, Olla Ramlan sekedar berteriak, bertingkah sehisteris mungkin. Jangan paksa aku membahas akting si pemain film setan dengan caranya memberi pengutamaan di tiap selesai kata yang luar biasa menggelikan.

Progresi alurnya cukup rapi lantaran bersedia menanti hingga momen yang sempurna guna memunculkan penampakan hantu, menghabiskan satu jam pertama melangkah pelan sebelum tancap gas di 30 menit akhir. Kisahnya—meski tak pernah tampil meyakinkan—mengalir alih-alih asal melompat dari satu titik ke titik berikutnya sembari diselingi jump scare berkuantitas lebih tinggi ketimbang ceritanya. Akhirnya Baskoro Adi tahu bahwa dalam film horor, diharapkan kisah untuk menjembatani teror-terornya. Walau sayangnya, ia masih luput memahami kalau logika turut diharapkan dalam cerita, lantaran sesudah satu hari berlalu, aku masih kesulitan mencerna logika konklusi ajaibnya.

Jump scare-nya sendiri medioker, jenis yang akan mengejutkan penonton bukan lantaran disusun begitu baik, melainkan gempuran tata bunyi luar biasa keras yang hingga membuat studio bergetar hebat. Padahal aku sempat menaruh sedikit (sangat sedikit) impian ketika mendapati penampakan perdana sang hantu tidak dibarengi musik berisik. Di tangan sutradara yang tepat, Sakral berpotensi menghasilkan titik puncak seru, namun Tema belum cukup handal dan/atau berpengalaman dalam menyusun puncak kekacauan menegangkan. Ada niat membuat titik puncak brutal, tapi tak peduli berapa galon pun darah tumpah, seberapa banyak bab badan terpotong gergaji mesin, tanpa sudut kamera sempurna (yang makin vital ketika kadar gore ditekan demi menghindari gunting sensor), sekuen demi sekuen sadis hanya akan numpang lewat. Ngomong-ngomong, kenapa di bawah sink tersimpan katana? Apakah Daniel dan Melina belakang layar pasangan ninja Konoha?

Artikel Terkait

Ini Lho Sakral (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email