Friday, November 30, 2018

Ini Lho Truth Or Dare (2018)

Truth or Dare yaitu Final Destination rasa Disney. Pertanyaannya, bisakah menghasilkan Final Destination yang bagus berbekal keramahan tanpa sadisme? Tidak. Adakah yang antusias menonton Final Destination dengan kadar kekerasan minim? Tidak. Mungkin suatu hari Jason Blum tengah bermain truth or dare, memilih dare, lalu ditantang untuk memproduksi horor serupa Final Destination, tapi hanya berisi remaja-remaja tertusuk, terbentur, tertembak, dengan darah sesedikit mungkin. Blum seharusnya menentukan truth dan berkata jujur bahwa pandangan gres tersebut amatlah buruk.

Sutradara Jeff Wadlow (Kick-Ass 2) yang menulis naskah bersama istrinya, Jillian Jacobs, kawannya, Chris Roach, dan si pemilik gagasan cerita, Michael Reisz terang hafal tata hukum serta urutan dalam horor remaja: belum dewasa Sekolah Menengan Atas berparas manis dan tampan berada di Meksiko guna menghabiskan liburan demam isu semi terakhir, menggila sebelum berpisah, kemudian entah alasannya yaitu dorongan libido, imbas alkohol, kebodohan darah muda, atau campuran ketiganya, mereka membuat persoalan yang memancing teror pengundang maut. Olivia Barron (Lucy Hale) yaitu tokoh utamanya, sang kompas moral, pun pastinya kandidat final girl terkuat.
“Semua orang mempunyai pilihan”. Itulah tema besar filmnya. Berulang kali ditekankan, Truth or Dare sempat memunculkan perenungan di benak saya kala mengamati keputusan-keputusan karakternya. Bagaimana andai Olivia tetap kukuh menolak undangan sahabatnya, Markie (Violett Beane), berlibur? Bagaimana kalau Olivia, layaknya secara umum dikuasai insan waras, enggan mengikuti Carter (Landon Liboiron), laki-laki yang gres saja ia temui, masuk ke reruntuhan gereja kemudian bermain truth or dare? Tentu perenungan itu tidak berlangsung lama, mengingat filmnya memang tak berusaha melangkah ke ranah itu, pun tak berapa lama, telah sibuk menghabisi satu per satu karakternya.

Permainan truth or dare itu menjadi nyata. Menolak menjawab jujur, menolak melaksanakan tantangan, apalagi menolak ikut bermain, bakal membawa kematian. Tapi, di sisi lain, balasan jujur berpotensi memecah belah persahabatan. Ya, serupa truth or dare di dunia nyata. Itu poin yang menarik untuk disindir, bahkan dapat ditertawakan sebagai materi senang-senang lewat bumbu komedi hitam. Masalahnya, film ini tampil terlampau serius tatkala banyak perilaku karakternya meneriakkan kebodohan masa remaja. Seolah pembuatnya—dan para pemain drama yang bermain tak kalah serius dan justru menghasilkan akting sekaku batang kayu—lupa bahwa premis soal truth or dare terkutuk sejatinya menggelikan. Padahal, beberapa momen (contohnya Markie yang selalu pergi akhir cemburu di ketika genting) plus timing pengadeganan Wadlow justru efektif memancing tawa.
Truth or Dare merupakan horor yang dibandung menurut antisipasi penonton pada tantangan apalagi yang karakternya akan hadapi, dan terpenting, bagaimana metode untuk menghabisi mereka satu demi satu. Naskahnya tidak menyuplai cukup amunisi bagi sang sutradara mempermainkan kematian-kematian itu. Tikaman pisau dan lesatan peluru jadi rutinitas sebagai cara andalan yang filmnya pakai. Memperburuk keadaan yakni keengganan Wadlow mendorong batas rating PG-13 sejauh mungkin. Tangan dihantam palu? Hanya lecet. Mata tertusuk pulpen? Tanpa darah (rembesan di bawah pintu tidak dihitung). Leher terbentur meja biliar? Cukup sekilas bunyi tulang patah. Pun secara umum dikuasai tak diperlihatkan gamblang.

Mengetengahkan teror dari sebuah permainan, yang tentunya dibarengi bermacam-macam aturan, Truth or Dare malah melanggar, atau tepatnya melupakan aturannya sendiri, yang menyiratkan kebingungan para penulisnya merangkai konklusi. Untuk apa saya mempedulikan film yang membuyarkan hukum yang dibuatnya? Untuk apa pula mempedulikan film yang bercerita soal tantangan atas keberanian tokohnya apabila keberanian pun tak dimiliki filmnya? Ada salah satu tokoh berjulukan Ronnie (Sam Lerner). Dia digambarkan cuma besar mulut, berani di luar, namun ciut nyali ketika menghadapi tantangan sungguhan. Truth or Dare sama ibarat Ronnie. Hey movie, I dare you to grow some balls!

Artikel Terkait

Ini Lho Truth Or Dare (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email