Friday, November 30, 2018

Ini Lho Blackmail (2018)


Blackmail bercerita soal Dev Kaushal (Irrfan Khan), laki-laki paruh baya yang bertransformasi dari pegawai kantoran biasa—namun kurang bahagia—menjadi seorang kriminal, serta bagaimana satu keburukan kecil bakal menggiring pelakunya menujuk keburukan berikutnya yang jauh lebih besar. Dev meratapi pernikahannya, menentukan pulang larut, bermain Pac-Man di kantor, hingga bermasturbasi menggunakan foto istri/pasangan rekan kerja yang rahasia ia ambil dari meja mereka. Dengan kondisi tersebut, sebagai “budak korporat” kota besar yang penuh tekanan, tendensi Dev terjerumus pada tindak kriminalitas akhir kehilangan kesabaran dan kewarasan pun cukup besar tanpa perlu ada campur tangan perkara pemerasan.

Atas saran sobat sekantornya, Anand (Pradhuman Singh), Dev berusaha menyegarkan lagi rumah tangganya dengan Reena (Kirti Kulhari) lewat proteksi kejutan. Pulang sambil membawa bunga, Dev justru mendapati sang istri tengah bersama laki-laki lain. Namanya Ranjit, (Arunoday Singh), suami puteri pengusaha kaya, Dolly Verma (Divya Dutta), yang menikah hanya demi harta istrinya. Beberapa sekuen imajinasi—yang di menit-menit berikutnya bakal sering diulang—menggambarkan cita-cita Dev menghabisi Reena dan Ranjit, tapi begitu teringat setumpuk tagihan yang meneror, niat itu diurungkan. Dev memutuskan memeras Ranjit kalau tidak mau perselingkuhannya terbongkar.
100 ribu rupee. Itu jumlah yang diminta Dev. Tidak terlampau besar, alasannya ialah di samping memberi pelajaran, Dev memang hanya ingin melunasi tanggungan finansial. Namun, berpijak dari satu pemerasan ini, naskah buatan Parveez Sheikh dan Pradhuman Singh (penulis dialog) menyajikan komedi hitam berbasis situasi menggelitik tatkala pemerasan demi pemerasan berikutnya terjadi. Pelaku jadi korban, korban jadi pelaku, sementara uang yang dibayarkan terus berputar, berpindah tangan kolam tanpa ujung. Para tokohnya kebingungan, begitu pula penulis naskah yang seiring bertambahnya jumlah pemerasan, terjebak dalam bulat setan berupa momen-momen repetitif yang perlahan kehilangan taring, serupa adegan “imajinasi Dev”.

Memaksimalkan potensi komedi hitam jauh lebih sulit ketimbang komedi biasa (yang sudah tergolong sulit). Bagaimana menyulap situasi yang sewajarnya menyulut emosi negatif—kematian, kekerasan, kesedihan—menjadi kelucuan terang butuh kejelian pengadeganan sekaligus kepekaan. Mengawali karir lewat komedi hitam Delhi Belly (2011) yang membawanya memenangkan Filmfare Award untuk kategori “Best Debut Director”, Abhinay Deo nyatanya masih keteteran di beberapa kesempatan, sehingga daya bunuh banyak humor gelapnya surut. Berbeda dengan Irrfan Khan yang tampak meyakinkan memerankan laki-laki kantoran biasa yang tidak berdaya, tersudut, dan sewaktu ia menjalankan aksinya, saya pun bersedia bangkit di belakangnya.
Blackmail turut melanjutkan pencapaian banyak tontonan Bollywood yang semakin piawai menyentil isu-isu sosial. Secara gamblang, kita dibawa menyaksikan 4 pemerasan, tetapi di balik itu, secara tersirat, muncul bentuk-bentuk pemerasan lain yang sejatinya lebih jamak kita temui di keseharian. Pihak pemerintah tempat yang meminta sejumlah besar uang suap, detektif swasta yang mematok harga luar biasa tinggi, hingga perusahaan yang alih-alih memberi kenaikan honor atau minimal bonus justru memaksa karyawannya bekerja lebih keras tanpa imbalan lebih. Seluruhnya ialah pemerasan dalam wujud yang berbeda. Sementara lewat kehidupan huruf Dev, kita diajak mengintip kondisi karyawan swasta kelas semenjana di kota.

Sempat berlangsung repetitif di pertengahan, untungnya perjalanan hampir dua setengah jam—tepatnya 139 menit—ini ditutup oleh konklusi memuaskan berkat naskah yang telaten merajut deretan trik dalam rencana kompleks penuh bumbu kejutan yang menyatukan aneka macam poin plot dengan berakal ditambah cara bertutur rapi dari sang sutradara. Blackmail ialah soal kompetisi kecoh-mengecoh, tipu-menipu, dan saling makan, tidak jauh beda dengan Pac-Man yang nyaris tiap malam Dev mainkan. Sekali seseorang berbuat keburukan, tinggal menunggu waktu hingga keburukan-keburukan berikutnya menyusul. Blackmail mengatakan itu.

Artikel Terkait

Ini Lho Blackmail (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email