Friday, November 30, 2018

Ini Lho Beyond The Clouds (2018)

Jika The Color of Paradise (1999) diawali oleh kalimat “To the glory of God”, maka “In the name of God” membuka Beyond the Clouds. Saya lupa apakah film-film Majid Majidi lain menyerupai Children of Heaven (1997) juga demikian. Pun melihat judul-judul filmnya, ada kesan sang sutradara berkarya atas dasar verbal spiritual, atau dapat disebut berdoa. Bukan doa berupa permohonan, melainkan puja-puji, mengagungkan kebaikan yang selalu ada dalam hati manusia, sekecil apa pun itu, seburuk apa pun si empunya hati. Protagonis film ini misal, yang berdasarkan perspektif umum, tentu kurang layak disebut orang baik.

Aamir (Ishaan Khatter) namanya, yang sehari-hari mencari nafkah sebagai kurir narkoba. Ketika perilaku bengalnya membuat kesal seorang pentolan dunia hitam setempat, Aamir pun jadi buronan polisi. Tersudut, ia meminta pertolongan sang kakak, Taara (Malavika Mohanan) yang dulu sempat ditelantarkannya. Masih besar sakit hati Taara, tapi sebagaimana ia menyediakan ruang khusus untuk burung-burung bernaung, Aamir pun diberi daerah berlindung. Berbeda dengan Taara, menolong secara cuma-cuma tampak begitu jauh dari jangkauan Amir dengan segala ego miliknya. Sampai hadir ujian, ketika membantu sang adik justru mendatangkan musibah bagi Taara.
Narkoba kepunyaan Aamir beliau titipkan pada Akshi (Gautam Ghose), salah seorang rekan kerjanya. Malang, Akshi justru berusaha memperkosa Taara, memaksanya membela diri, memukul kepala Akshi dengan batu. Akshi sekarat. Apabila ia tewas, Taara bakal dipidana atas kasus pembunuhan dan mesti mendekam di penjara seumur hidup. Nasib yang tak jauh beda dibanding janjkematian melihat kondisi sel yang kumuh. Tentu ini pukulan untuk Aamir. Ketimbang membunuh Akshi guna membalas dendam, yang mana lebih gampang beliau lakukan, Aamir mesti berharap laki-laki brengsek itu selamat. Dilema, ironi, pula gejolak-gejolak batin lain campur aduk, membuat kompleksitas yang jarang Aamir alami mengingat selama ini beliau hanya hidup memikirkan diri sendiri.

Situasi semakin rumit tatkala ibu beserta dua puteri Akshi tiba menjenguk. Mereka miskin. Membayar biaya rumah sakit bakal menghabiskan seluruh harta, sementara mendengar perbuatan Akshi dapat seketika menghancurkan hidup mereka. Seperti kebaikan Taara terhadap burung-burung serta dirinya, Aamir memutuskan menolong keluarga Akshi. Di sini prosesnya mengais sisa-sisa kebaikan bermula, dan Majid Majidi, melalui dongeng buatannya yang kemudian dituangkan menjadi naskah oleh Mehran Kashani (sebelumnya berduet bersama Majidi lewat The Song of Sparrows), berpesan bahwa sifat kemanusiaan selaras dengan kesedian berbuat baik pada sesama, yang nantinya akan dibalas kebaikan pula.
Kedua belah pihak mulai menjalin kedekatan, bahkan menghadirkan senyum tulus, yang sebelumnya kolam sulit merekah di bibir masing-masing. Ada satu momen indah, dikala keempatnya bergantian menyanyi dengan latar tembok rumah Taara yang penuh gambar pedesaan hasil coretan crayon warna-warni. Indah, lantaran di situ mereka membuatkan kebahagiaan bersama. Sedangkan di kesempatan lain, sinematografi Anil Mehta kerap menampilkan karakternya berada di tengah keramaian, entah di antara karyawan laundry, kain-kain putih yang dijemur, sampai taman penuh merpati, yang menyulap setting Mumbai kolam panggung petualangan berskala besar. Keberadaan A. R. Rahman (Slumdog Millionaire, 127 Hours) di departemen musik mengakibatkan petualangan itu kental nuansa kultural unik.

Walau gampang menebak kesudahannya Aamir sadar, naskahnya enggan menyajikan transformasi instan. Beyond the Clouds tampil selaku citra proses, bukan perjalanan absurd serba tiba-tiba. Bahkan melewati pertengahan kisah, sewaktu dominan film bertema serupa telah membawa tokoh utama ke penebusan dosa, Aamir masih mengatakan sisi kelam mencengangkan. Karena realitanya, sulit berbuat baik apalagi dalam di posisi Aamir. Tidak ada yang mudah, termasuk bagi Tara. Biarpun menemukan secercah kebahagiaan, penjara bukan hal enteng, bukan pula daerah di mana senyum rutin merekah dan bulan bersinar terang. Beyond the Clouds memang positif, namun menolak tampil naif. Konklusinya sederhana. Cukup satu shot bermakna tanpa emosi bergelora yang tegas menyatakan pesannya. Lebih dari cukup, alasannya pada titik itu, Aamir dan Taara sudah meruntuhkan kegelapan, rela membuatkan kebaikan, kemudian menemukan kedamaian.

Artikel Terkait

Ini Lho Beyond The Clouds (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email