Friday, November 30, 2018

Ini Lho Love Reborn: Komik, Musik & Dongeng Kala Kemudian (2018)

Banyak film percintaan dewasa kita menyamakan romantisme dengan kalimat puitis, momen manis nan dramatis, maupun adonan keduanya. Sebagaimana celetukan tokoh utama film ini, “kayak film-film Michelle Ziudith”. Semua soal momen dan buaian verbal maha dahsyat, tapi jarang yang mempedulikan satu unsur penting, yakni “kebersamaan”. Dalam Love Reborn: Komik, Musik & Kisah Masa Lalu, dua tokoh utama kerap, bahkan nyaris selalu menghabiskan waktu bersama, di mana tercipta interaksi yang awalnya terjadi di tatanan pikir (adu ideologi, pertukaran pendapat), gres kemudian lanjut ke hati. Pun supaya peduli akan percintaannya, penonton mesti sering dibawa menyaksikan dinamika tersebut. Love Reborn, meski penuh kelemahan, mempunyai elemen vital itu.

Mengingat menghidupkan lagi film (dan sinetron) lawas dengan tambahan “Reborn” di judul sedang tren, masuk akal jikalau anda sempat mengira film ini merupakan lanjutan atau remake dari Love (2008), yang juga remake film berjudul sama asal Malaysia. Tapi bukan. Kata “Reborn” di sini mewakili proses karakternya menemukan lagi rasa cinta, yang menyerupai tampak pada sub-judul, erait kaitannya dengan kisah masa lalu. Namanya Kirei (Nadya Arina), komikus muda bertalenta yang apatis terhadap cinta sesudah mendapati ayahnya meninggalkan sang ibu (Ira Wibowo). Bagi Kirei, cinta sebatas soal “siapa yang meninggalkan dan ditinggalkan”. Bahkan ketika laki-laki misterius berjulukan Wijaya (Donny Damara) mulai rutin datang, Kirei merasa takut andai sang ibu jatuh cinta lagi. Sebegitu jelek rupa cinta di matanya.
Wijaya rupanya ialah ayah Bagus (Ardit Erwanda), vokalis “Keras Kepala Band” yang memusuhi Kirei serta komunitas komiknya (atau cosplay?) di kampus. Selain Bagus, grup band ini terdiri dari Rindu (Rani Ramadhany), Jefry (Indra jegel), dan Sobirin (Jui Purwoto). Mereka membawakan lagu rock asyik berjudul “Freak” yang menyindir kegemaran Kira dan kawan-kawan kepada kultur terkenal Jepang dan mengesampingkan budaya lokal. Aneh sebenarnya, mengingat rock ‘n roll yang mereka anut pun bukan orisinil Indonesia, namun setidaknya personel “Keras Kepala Band” berjasa menghadirkan tawa. Jefry si playboy bertampang pas-pasan, Sobirin si anak mama, dan Rindu yang kolam preman. Jika biasanya laki-laki berebut untuk berduaan dengan perempuan cantik, di sini sebaliknya, alasannya ialah mereka semua takut pada Rindu. Situasi yang lucu.
Kirei dan Bagus setuju mengesampingkan perbedaan mereka, kemudian bantu-membantu menyidik ada korelasi apa antara orang renta keduanya. Berbagai tempat, bahkan hingga tempat pinggiran Bogor didatangi berdua, kemudian menyerupai sanggup diduga, perlahan timbul asmara. Cinta itu terlahir kembali. Walau segala aral melintang sanggup dihindari apabila mereka eksklusif menemui Wijaya di hotel yang selalu ia kunjungi, saya menikmati cara naskah garapan Bagus Bramanti (Mencari Hilal, Kartini) dan Gea Rexy (Dear Nathan, Yowis Ben) menyusun perjalanan berbasis napak tilas romansa masa kemudian yang diisi oleh bermacam-macam landmark. Ya, semua romansa indah memang harus mempunyai banyak sekali landmark.
Dari elemen estetika, sayangnya komik tak digunakan mempercantik tata visual sebagaimana musik kurang dimanfaatkan guna membangun emosi. Akad milik Payung Teduh menciptakan konklusinya manis, tapi itu lebih alasannya ialah kekuatannya sebagai lagu yang berdiri sendiri ketimbang kejelian sutradara Jay Sukmo (Catatan Akhir Kuliah, The Chocolate Chance) mengawinkan bahasa visual dengan audio. Tambahan kreativitas—yang lebih dari sekedar mengumpulkan para cosplayer dalam pengadeganan canggung—bakal amat mempunyai kegunaan bagi Love Reborn. Komik, musik, dan kisah masa lalu. Ada perjuangan mengakibatkan ketiganya terikat, walau kesannya ikatan itu cuma berakhir di permukaan, alih-alih satu kesatuan yang saling mengisi tanpa sanggup dipisahkan.
Setidaknya alasan Kirei dan Bagus jatuh cinta sanggup diterima budi dan hati. Kita menghabiskan cukup waktu bersama mereka, biarpun (lagi-lagi) pengadeganan canggung Jay Sukmo kerap melucuti romantisme. Ardit Erwanda masih kewalahan ketika melakoni momen emosional. Belum lagi adonan artikulasi awut-awutan plus sound mixing jelek menciptakan kalimat-kalimat dari mulutnya sulit didengar. Ditunjang penokohan yang juga lemah, huruf Bagus yang sering meletup-letup jadi kurang menarik simpati. Lain kisah dengan Nadya Arina pertengahan tahun nanti juga bakal tampil di Kafir. Cantik, ahli mengolah emosi di dosis yang tepat, juga tak mati gaya ketika dituntut bicara tanpa kata, pemilihan arah karir yang sesuai berpotensi mengakibatkan gadis 20 tahun ini bintang di industri perfilman kita kelak.

Artikel Terkait

Ini Lho Love Reborn: Komik, Musik & Dongeng Kala Kemudian (2018)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email