Masing-masing dari kita niscaya memegang suatu bentuk moralitas. Dari situ seseorang sanggup memilah antara benar dan salah. Kebenaran berada dalam bundar moral, sedang kesalahan berarti menyimpang dari moral. Justifikasi pun lebih gampang dilakukan alasannya adanya "kiblat" sebagai pegangan. Namun tatanan moralitas sebagai keabsolutan hanya sanggup kita terapkan dengan gampang pada situasi penuh kesempurnaan. Sebaliknya, sewaktu konflik pelik mulai merangsek masuk, sisi otoriter berganti dengan ambiguitas. Memabca premis 99 Homes, sekilas akan gampang menilai bahwa perbuatan sang tokoh utama menyalahi moral, apapun alasannya. Tapi Ramin Bahrani selaku sutradara bisa menyeret penonton untuk memikirkan ulang evaluasi tersebut.
Dennis Nash (Andrew Garfield) merupakan ayah tungga dari seorang putera. Dia pun tinggal bersama sang ibu, Lynn Nash (Laura Dern). Tidak diceritakan siapa dan ada dimana ibu dari anak Dennis, alasannya hal itu bukan topik esensial. Masa kemudian tiap karakternya memang tidak penting untuk diketahui. Karakter-karakter dalam film ini bertindak untuk masa sekarang sambil memimpikan masa depan yang masih nampak buram lewat semangat American Dream. Untuk ketika ini, Dennis ialah pengangguran, sesudah pekerjaan konstruksi bangunan yang ia lakukan tidak boleh akhir sang pemilik modal tidak bisa memenuhi syarat pembangunan. Di tengah pemasukan yang nihil, Dennis masih harus menghadapi bahaya pengusiran dari rumahnya alasannya terlambat membayar sewa tanah.
Proses di pengadian terbukti tidak banyak memberi bantuan. Hingga balasannya momen yang ditakutkan tiba ketika seorang pengusaha real estate bernama Rick Carver (Michael Shannon) tiba bersama polisi untuk mengusir Dennis dan keluarganya. Kita melihat betapa dinginnya Rick dan polisi melaksanakan pengusiran. Apapun alasannya, mereka hanya ingin Dennis beserta keluarganya mengeluarkan seluruh barang dari dalam rumah hanya dalam waktu dua menit. Dennis pun terpaksa membawa ibu dan anaknya tinggal secara sementara di sebuah motel. Banyak dari mereka yang tinggal di motel tersebut juga korban pengusiran yang pada balasannya mengalah untuk mencari hunian gres dan tingga bertahun-tahun disana.
What will you do? Jika anda berada di kondisi serupa, apa yang akan anda lakukan. Jawaban normatif tentu saja tidak jauh dari "terus bersabar" atau "bekerja sekeras mungkin". Pada awalnya Dennis pun berpikir demikian. Tapi bayangan akan masa depan suram, berakhir tinggal selamanya di motel, serta kegagalan memenuhi kebutuhan keluarga tercinta pastilah menghantuinya. Kemudian datanglah malaikat penyelamat yang menjanjikan pekerjaan dengan uang menggiurkan. Malaikat tersebut tak lain ialah Rick Carver. Orang yang telah mengusir Dennis. Filmnya pun bergerak membawa kita menuju sisi gelap. Dennis mulai melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kotor. Bahkan ia yang dulunya korban pengusiran mulai menjadi sang pengusir. Pertanyaan benar/salah pun dibentuk berputar di kepala saya.
Semakin jauh berjalan, semakin besar lengan berkuasa pula film ini menciptakan saya melupakan suatu moralitas. Apakah tindakan Dennis patut dibenarkan? 99 Homes berhasil menunjukkan dua sisi berlawanan untuk penonton pahami dengan seksama. Pertama ialah sisi dari mereka yang terusir. Kita akan bersimpati tatkala melihat mereka diusir secara paksa, seolah tanpa dianggap sebagai insan dari rumah yang telah dihuni sekian lama. Bahkan tidak jarang pengusiran tersebut merupakan hasil dari kecurangan penuh korupsi. Sedangkan disisi satunya, kita pun memahami alasan Dennis melaksanakan semua itu. Dia berada pada kondisi terhimpit, terjatuh pada jurang terdalam yang tanpa adanya keajaiban bakal terasa sulit untuk bangkit. Jika sanggup pun akan makan waktu lama. Dia tidak ingin menunggu lama. Siapa yang rela melihat anak tunggal dan ibu kandungnya menderita dalam waktu lama?
Namun titik terkuat 99 Homes adalah disaat filmnya tidak hanya berhasil menunjukkan sisi kelam suatu karakter, namun menciptakan saya selaku penonton turut masuk dalam sisi gelap saya sendiri. Bukan hanya saya memaklumi tindakan Dennis, namun ada satu titik dimana saya mendukungnya. Bahkan disaat Dennis mulai tersadar (which is predictable) saya cukup menyayangkan pilihannya. Jika anda tidak bisa menjawab secara yakin pertanyaan "apa yang kau lakukan kalau terjebak pada kondisi serupa?" film ini bisa menciptakan anda secara tidak sadar menemukan jawaban tersebut. Kisahnya menyeret saya kedalam sisi gelap saya sendiri. Apakah artinya saya akan melaksanakan tindakan serupa dengan Dennis? Cukup besar kemungkinan untuk itu.
Money is not everything, but definitely a powerful thing. Ditambah dengan koneksi kuat, pemiliknya akan seolah tampak tak terkalahkan. Jika jeli melihat ending-nya, anda akan menyadari konklusi film mengarah ke pernyataan tersebut. Rick mempunyai kedua hal tersebut. Tapi sosoknya sendiri menarik untuk menerima observasi lebih jauh. Praktis menganggapnya sosok tak berperasaan. Mereka yang diusir dari rumah merasa Rick menyerupai itu. Namun Michael Shannon bisa menyuntikkan sisi abu-abu dalam sosok Rick. Dia bukan semata-mata antagonis murni jahat berdarah dingin. Dalam tiap pengusiran, terlihat dari lisan dan mata Shannon bahwa itu bukan hal gampang bagi Rick. Tapi ambisi akan uang bisa membuatnya mengesampingkan dilema.
Mungkinkah ia mempekerjakan Dennis alasannya terbersit rasa bersalah? Jika ingin memanfaatkan, mengapa sampai final Rick tak pernah sekalipun mengkhianati "partnernya" itu? Memang ia serakah, tapi sebuah monolog Shannon mengenai masa kemudian karakternya menciptakan kita paham, bahwa keserakahan itu didorong oleh penderitaan masa lalu. Makara apakah Rick sepenuhnya kejam? Apakah Dennis bisa dibenarkan? Sejauh mana nilai moralitas sanggup berlaku? Seperti apa definisi benar dan salah? 99 Homes begitu besar lengan berkuasa menghadirkan ambiguitas segala pertanyaan tersebut, meski pada balasannya konklusi yang ditawarkan terlalu kondusif sesudah saya dibawa masuk kedalam sisi kegelapan sepanjang film. Atau mungkin saya yang belum keluar dari kegelapan itu? Entahlah. Kebenaran memang terlalu ambigu.
Ini Lho 99 Homes (2015)
4/
5
Oleh
news flash



