Friday, December 7, 2018

Ini Lho Captain America: Civil War (2016)

Menggabungkan sejumlah superhero ke dalam satu film layaknya The Avengers merupakan kiprah maha berat, tapi tingkat kesulitan Captain America: Civil War bagi saya jauh lebih tinggi. Penonton harus sanggup digiring supaya mempercayai alasan para jagoan saling bertarung. Sebagaimana The Avengers, jumlah karakternya pun sangat banyak, dan kenapa mereka menentukan bergabung dengan satu sisi harus pula dipaparkan, bukan sekedar menggabungkan semuanya. Wajar bila terdengar menyerupai kemustahilan yang memunculkan skeptisme. Sampai kekhawatiran tersebut musnah seketika, berganti cinematic orgasm bercampur gejolak emosi tatkala Anthony Russo dan Joe Russo mempersembahkan entry terbaik dari Marvel Cinematic Universe sejauh ini.

Bicara mengenai plot, anda hanya perlu tahu bahwa terjadi perpecahan di badan Avengers ketika PBB membuat "Sokovia Accord" yang bertujuan mengatur pergerakan insan berkekuatan super. Avengers pun terbelah menjadi dua di mana Captain America / Steve Rogers menyuarakan penolakan, sedangkan Iron Man / Tony Stark menyatakan kesetujuan. Dari sini eksplorasi abjad dimulai. Selaku tonggak tiap fraksi, penting membuat motivasi keduanya jelas, dan naskah garapan Christopher Markus bersama Stephen McFeely berhasil melakukannya. Baik prinsip Steve maupun dampak rentetan pengalaman jelek Tony sanggup saya pahami. Pada titik ini, sulit menentukan siapa benar, siapa salah, alasannya masing-masing opini menyimpan kekuatan sekaligus kelemahan.
Melalui satu momen perdebatan, hadir kesempatan bagi tokoh-tokoh lain mengutarakan pendapat yang (meski sekilas) telah cukup menguatkan motivasi atas pilihan kubu mereka nantinya. Naskahnya menekankan bahwa konflik tersebut didasari perbedaan prinsip sembari beberapa membawa permasalahan personal, bukan hanya pemberi jalan untuk membuat pertarungan besar antara superhero. Emosi saya dipermainkan oleh fakta bahwa tidak ada satu pun yang menikmati perpecahan itu. Clearly, they don't wanna fight each other. Di ketika pertama kali "Sokovia Accord" diajukan, Tony (the one with big mouth) hanya sanggup duduk terdiam. Atau tengok pula adegan Black Widow / Natasha Romanoff mengutarakan keengganannya membiarkan Steve sendirian walau keduanya berbeda pendapat. 

Di samping "Sokovia Accord" terdapat sub-plot lain yang alih-alih merusak fokus justru memperluas area penceritaan sembari memberi jalan bagi abjad lain macam Black Panther / T'Challa, Winter Soldier / Bucky Barnes sampai Helmut Zemo untuk ikut terlibat. And once again, they have clear motivation. Tentu begitu banyak hal terjadi, namun berkat kejelian Christopher Markus dan Stephen McFeely semua konflik punya keterikatan, saling menguatkan, menghadirkan satu denah menyeluruh tanpa pernah out of place. More importantly, this is still Captain America movie, not Avengers 2.5, alasannya segala konflik bersinggungan dengan sang titular character
Pada paragraf pertama saya sempat menyebut "cinematic orgasm". Orgasme semacam itu selalu memancing air mata saya mengalir. Bukan alasannya drama penguras emosi, melainkan rasa kagum luar biasa atas bagaimana filmmaker menyusun karyanya. Russo Brothers telah membuat air mata saya menetes lewat sanksi action sequence. Yes, I cried because of action sequence! Sebagaimana The Winter Soldier, Civil War mempertahankan nuansa espionage khususnya pada opening kala Avengers tengah memburu Crossbones. Russos tidak asal menyuguhkan kesan bombastis, melainkan menekankan bagaimana Avengers menghadapi pertempuran sebagai sebuah tim bermodalkan seni administrasi dan kerja sama. Saya suka menyaksikan mereka pundak membahu terlebih momen "kolaborasi" Captain America-Scarlet Witch.

Adegan pembuka nyatanya sekedar rujukan kecil, awal rentetan kegilaan agresi lainnya. Captain America: Civil War sempat berjalan lambat ketika masuk babak pengenalan masalah. Jauh dari membosankan alasannya eksplorasi naskahnya, namun terperinci berpotensi menguji kesabaran penonton. Untung adegan agresi selalu rutin terselip, and let me tell you, all of the action sequences are amazing. Bukan satu atau dua, tapi semua! Bahkan sewaktu superhero berjibaku tanpa mengenakan kostum, ciri khas masih berpengaruh terjaga. Puncaknya ialah airport sequence dan climax battle. Klimaksnya selain brutal juga emosional. Walau minim ledakan, dinamika abjad menjadi kunci, di mana tak hanya pertarungan terjadi melainkan pertukaran luapan rasa. Sedangkan untuk airport sequence, Russo Brothers melaksanakan hal serupa dengan yang telah dilakukan sepanjang film: pementingan karakter. Overall, sequence ini tak hanya terbaik di antara rilisan MCU tapi juga film superhero secara keseluruhan.
Tiap tokoh menerima kesempatan unjuk gigi. Spider-Man berayun sembari berseloroh, mengingatkan kenapa sang insan laba-laba ini merupakan sosok yang amat likeable (and yes, this is my favorite incarnation of Spidey). Ant-Man pun serupa. Masih bersenjatakan lontaran jokes menggelitik ia bahkan menyimpan satu kejutan luar biasa bagi penonton. Black Panther? He's simply a noble bad-ass. Paling mengejutkan justru Helmut Zemo. Tanpa kekuatan super  dibanding villain MCU lain terperinci ia "terlemah"   Zemo justru lawan paling berbahaya dengan motivasi paling relatable sejauh ini. Bermodalkan satu monolog menjelang akhir, Daniel Bruhl sukses merenggut simpati saya. Jikalau ada kekecewaan, mungkin hanya pada Crossbones yang porsinya tak seberapa.

Boleh saja ini merupakan hidangan superhero berisikan orang-orang berkostum, tapi nyatanya terdapat kisah kompleks nan emosional khususnya wacana persahabatan dan keluarga, dua hal yang mendominasi story arc tokoh-tokohnya. Berakhir sebagai suguhan paling menguras perasaan dari MCU, untungnya Civil War tetap ingat membuat penonton tertawa lewat sentuhan komedi segar. Inilah bukti bahwa film superhero tetap sanggup menyinggung kisah serius cenderung kelam tanpa harus aib menyuntikkan semangat bersenang-senang. Semakin bertambah kepuasan saya tatkala Russo Brothers secara jenius mentranslasikan banyak sekali panel ikonik dari komik ke dalam rangkaian adegan di layar. Filled with joy and tears, 'Captain America: Civil War' is monumental, not only for Marvel, but also superhero movie in general. So, tell me DC, do you bleed?

*Ada 2 credit scene, satu di pertengahan dan satu lagi di final kredit. Makara jangan buru-buru beranjak.


Ticket Powered by: ID Film Critics

Artikel Terkait

Ini Lho Captain America: Civil War (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email