Pada film ini, Gru (Steve Carell) terjebak dilema, bertahan sebagai diri barunya atau kembali menyandang status penjahat super. Kita pun melihat verbal licik serta mendengar tawa jahatnya lagi. Dan dalam suatu kesempatan, ia menipu saudara kembarnya, Dru (juga disuarakan Steve Carell) guna mencapai tujuan pribadi walau tujuan ini sejatinya mempunyai kegunaan bagi dunia. Inilah Gru yang penonton kenal pula sukai. Lebih dari itu, juga penokohan yang semenjak dulu berusaha dibuat franchise-nya, yaitu sosok dengan ambiguitas moral, setidaknya untuk ukuran animasi semua umur. Filmnya sendiri yaitu yang terbaik semenjak installment perdana (termasuk Minions).
Kali ini Gru bersama sang istri, Lucy (Kristen Wiig) selaku agen Anti-Villain League (AVL) berurusan dengan Balthazar Bratt (Trey Parker) yang hendak mencuri berlian terbesar di dunia. Bratt yaitu mantan bintang cilik ternama. Namun pasca serial televisinya dibatalkan akhir kehilangan penonton sehabis menginjak masa puber (bayangkan Macaulay Culkin kini bermain di Home Alone), Bratt mulai percaya bahwa ia yaitu tokoh peranannya di serial tersebut, memutuskan menjadi penjahat super sungguhan. Karakterisasi di atas kolam parodi ihwal pemain film yang karam terlampau jauh dalam abjad yang dimainkan dan/atau pemain film cilik yang kehabisan masa jaya begitu beranjak dewasa.
Besar di 80-an, masuk akal tatkala Bratt dihiasi adonan pernak-pernik era tersebut dan benda khas anak. Kostum dengan shoulder pad, gaya rambut mullet, senjata berbentuk yoyo dan permen karet, markas berwujud rubik, hingga yang paling kuat untuk filmnya, kegemaran menyetel musik 80-an. Deretan nomor menyerupai Bad-nya Michael Jackson hingga Take on Me milik a-ha sesekali menambah keasyikan petualangan yang sayangnya, walau oleh duet sutradara Pierre Coffin dan Kyle Balda konsisten digerakkan secepat kilat, gagal menyamai kreativitas memikat first act-nya. Gru dan Lucy dengan kendaraan canggih kolam versi futuristik James Bond melawan bermacam senjata unik berbentuk mainan kepunyaan Bratt jadi keseruan yang gagal terulang, bahkan oleh titik puncak yang menampilkan robot raksasa.
Dasar ceritanya masih mempertahankan usungan tema keluarga, meski kini persaudaraan Gru dan Dru mengurangi porsi ayah-anak. Ada perjuangan Lucy berguru menjadi sosok ibu bagi trio Margo-Edith-Agnes, namun sekedar selipan dangkal ketimbang proses utuh sebagaimana Gru berguru menjadi ayah di film pertama. Tapi Coffin dan Balda selalu menggarap tiap momen kekeluargaan dengan sensitivitas tinggi, menyertakan cukup kasih sayang demi menghasilkan kehangatan. Adegan kala Mel Minions yang memprovokasi rekan-rekannya semoga mendorong Gru kembali berbuat jahat mengingat masa-masa bersama Gru tersaji anggun layaknya memori indah ayah dan anak.
Lain halnya dengan porsi komedi. Despicable Me 3 berusaha keras melucu di tiap kesempatan. Hampir lima menit sekali humor digelontorkan. Ada adegan dikala Gru dan Dru terpingkal-pingkal menertawakan lawakan mereka sendiri sementara Lucy serta tiga puterinya terdiam, entah resah harus merespon bagaimana atau sepenuhnya tak peduli. Situasi yang cocok menggambarkan perjuangan komedi filmnya. Turut digandakan yaitu sisi cuteness. Seolah keberadaan Minions dan Agnes belum cukup, hewan-hewan menyerupai kambing pula babi jadi target, didesain semenggemaskan mungkin. Setidaknya poin ini lebih mencuri hati daripada humornya.
Despicable Me 3 mengembalikan tugas Minions sebagai pendukung yang bahkan tak berbuat satu pun hal signifikan. Keputusan tepat, alasannya semenjak dulu, tiap kemunculan makhluk kuning ini memakan beberapa menit durasi demi kehadiran situasi komikal random yang sejatinya sanggup diluangkan guna menguatkan alur. Begitu juga di sini, walau harus diakui Minions menguasai penjara yaitu salah satu momen paling menarik pun terlucu dalam film ini. Ditutup oleh ending yang membuka peluang sekuel, Despicable Me 3 paling tidak membawa lagi sang tokoh utama ke posisi semestinya. This movie makes Gru cool and interesting again.
Ini Lho Despicable Me 3 (2017)
4/
5
Oleh
news flash