Tuesday, December 4, 2018

Ini Lho The Founder (2016)

Segala hal dalam hidup ini bisa dipandang melalui bermacam perspektif sehingga konsep benar-salah tak lagi sesederhana membedakan warna hitam dan putih. Akhirnya penghakiman tergantung pada aturan atau aturan atau budaya yang telah disepakati bersama. Begitu pun huruf Ray Kroc (Michael Keaton) dalam karya teranyar John Lee Hancock (The Blind Side, Saving Mr. Banks) ini. Tindakan akuisisi terhadap McDonald's terang dianggap jelek secara moral. Ray kolam kapitalis licik, serakah, tanpa perasaan. Namun ditinjau dari segi bisnis, langkah-langkahnya mencerminkan seorang ulung yang sukses membangun "kerajaan" yang hingga lebih dari satu dekade kemudian masih besar lengan berkuasa mencengkeram dunia.

Semua berawal di tahun 1954 kala Ray masih seorang salesman alat pembuat milkshake. Keuntungannya tak seberapa meski cukup untuk hidup layak berdua bersama sang istri, Ethel (Laura Dern). Tapi Ray ingin lebih, mengedepankan kegigihan ibarat yang sering ia dengar dari rekaman seorang motivator fiktif, Dr. Clarence Floyd Nelson. Sampai ia menemukan kesuksesan dua abang beradik, Dick McDonald (Nick Offerman) dan Mac McDonald (John Carroll Lynch) membangun restoran berjulukan McDonald's dengan cara pelayanan revolusioner. Konsumen mendatangi counter, penyajian cepat, masakan dibungkus kertas alih-alih disajikan di atas piring dan nampan, serta suasana nyaman bagi keluarga, berbeda dibanding restoran drive-in yang menjamur kala itu di mana sampaumur berbondong-bondong mengumbar kemesraan.
Bertutur mengenai sosok gigih nan energik, John Lee Hancock pun mengemas adegan dengan semangat serupa, khususnya di paruh awal tatkala Dick dan Mac menjabarkan pada Ray kisah sukses mereka juga formula di baliknya. Hancock memastikan kisah memukau itu tak berakhir sebatas flashback selaku plot point penjelas sambil lalu. Penonton bakal dibentuk terpaku ibarat Ray, mendengarkan sambil terus dijaga atensinya berkat permainan intensitas ketat hasil tempo dinamis. Dick dan Mac membuat sistem pelayanan berjulukan "Speedee System", dan The Founder bergerak layaknya burger dalam sistem tersebut, cepat, padat, tetap rapi pula teratur.

Mencapai pertengahan, film bergerak menuju perjuangan Ray melebarkan sayap McDonald's dari restoran keluarga di kota kecil menjadi waralaba nasional yang menurutnya setara Gereja. Sebagaimana kita tahu titik kulminasi terletak pada tindakan Ray merebut McDonald's dari Dick dan Mac jawaban merasa di bawah pimpinan abang beradik itu  yang mengutamakan kekeluargaan ketimbang komersialitas  bisnis takkan berkembang pesat. Pertemuan dengan konsultan finansial berjulukan Harry Sonneborn (B. J. Novak) menyadarkan Ray bahwa ia bukan menggeluti bisnis burger, melainkan properti. The Founder pun mulai menyinggung ranah film ekonomi, yang berkat naskah Robert D. Siegel (The Wrestler, Turbo) bisa menjabarkan beberapa detail penting yang gampang dipahami walau mengandung istilah-istilah dunia ekonomi.
The Founder turut berusaha menyuguhkan drama personal Ray, memancing ironi sewaktu ia membangun McDonald's mengandalkan atmosfer kekeluargaan bahkan menggunakan pasangan suami istri muda nan serasi agar memancing konsumen, tapi ia sendiri mengesampingkan sang istri. Sayangnya, walaupun berguna mematenkan status Ray sebagai sosok egois luar biasa, paparan ini nihil emosi, sehambar ijab kabul sang protagonis jawaban efek persoalannya lewat begitu saja. Penonton diminta bersimpati pada Ethel, namun begitu titik puncak kasus menyerang, Ethel menghilang dari penceritaan. 

Apa yang memicu Ray "berjuang" sedemikian kuat? Benar ia didorong rekaman audio yang membentuk semua tindakannya dari awal (bukti naskahnya solid terstruktur ihwal motivasi karakter), juga sindiran teman-temannya dari golf club, tapi lebih dari itu, ia yaitu citra saat semangat American Dream memacu individu mengerahkan seluruh daya upaya meraih harapan meski itu berarti menghancurkan atau melukai orang lain. This is "a product" from, and made by America, and America only. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan Ray bahwa nama McDonald's merupakan kunci kesuksesan alasannya yaitu terdengar "sangat Amerika". 

Ray bukan sosok jenius dan tak menganggap penting kejeniusan. Faktanya ia kerap melaksanakan kesalahan. Beberapa poin kesuksesan McD terjadi berkat orang lain (awal penciptaan, peralihan dari bisnis burger ke properti, wangsit menggunakan milkshake bubuk). Adegan di toilet menjelang final (Hancock bakir memanfaatkan cermin guna menampilkan lisan tiap tokoh sehingga tidak memerlukan banyak reaction shot) menegaskan status Ray Kroc sebagai seorang kejam minim nurani, villain sejati dari kubu kapitalisme bagi Amerika. Dan Keaton sungguh perwujudan "iblis kapitalis" tersebut. Bersenjatakan seringai dan gerak badan yang menyiratkan kengerian, seolah sepanjang karir Keaton yaitu bentuk latihan untuk tugas ini. Penonton tidak akan bersimpati pada Ray, namun perjalanannya sungguh mencengkeram atensi berkat sang aktor. Do I wanna eat at McDonald's again after this? I don't know, but one thing for sure about this movie: I'm lovin' it.

Artikel Terkait

Ini Lho The Founder (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email