Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho The Girl On The Train (2016)

Wajar jika pembiasaan novel berjudul sama karya Paula Hawkins ini amat dinanti, dianggap sebagai "Gone Girl"-nya 2016. Selain sama-sama diangkat dari novel, "The Girl on the Train" juga mengetengahkan misteri menghilangnya sesosok perempuan berpadukan tuturan psycho-drama dalam kehidupan rumah tangga. Tapi di tangan Tate Taylor yang filmografinya terdiri atas judul-judul macam "The Help" sampai "Get on Up", intensitas lalai dibangun dan ia bagai lebih tertarik menekankan jalinan melodrama, membuat hasil simpulan sebuah suspense-free thriller dengan acuan utama pada drama yang bahkan tak pernah cukup besar lengan berkuasa menggaet atensi penonton.

Sang perempuan di kereta yaitu Rachel Watson (Emily Blunt) yang tiap harinya berangkat kerja menggunakan kereta. Di tiap perjalanan itulah Rachel kerap memandang ke luar jendela, terpikat akan romantisme Megan (Haley Bennett) dengan sang suami, Scott (Luke Evans). Penyebabnya tak lain kegagalannya membangun rumah tangga. Tidak tahan menghadapi adiksi alkohol Rachel, Tom (Justin Theroux) menentukan meninggalkan sang istri, menikah lagi dengan selingkuhannya, Anna (Rebecca Ferguson). Rachel makin terbenam dalam adiksi, bahkan sering "meneror" Tom dan Anna baik melalui telepon tanpa simpulan atau mendadak muncul di kediaman mereka. 
Erin Cressida Wilson merangkai alur menggunakan gaya interwoven storylines di mana kisah Rachel, Megan, dan Anna bergantian mengambil fokus, bergerak secara non-linier, melompat antar tiap setting waktu. Kita mempelajari masa kemudian Rachel, terungkap pula ijab kabul Megan tak sebahagia kelihatannya, sampai mencapai sekitar 25 menit durasi tatkala Rachel terbangun di kamar dalam kondisi berlumuran darah tanpa mengingat kejadian malam sebelumnya. Tidak usang kemudian Megan diberitakan menghilang. Intensinya jelas, menggiring penonton untuk menebak-nebak apa yang gotong royong terjadi pada malam hilangnya memori Rachel dan apakah ia terlibat dalam kasus menghilangnya Megan.

Karakter dengan memory loss cukup jadi bekal trik membangun misteri alasannya yaitu kondisi tersebut memicu kerancuan ingatan karakternya, memberi kesempatan filmmaker menyelipkan aneka macam momen misleading. Apalagi alur filmnya bergulir non-linier sehingga fakta sanggup disembunyikan lewat perpindahan kisah maupun permainan waktu. Untuk itu, alur "The Girl on the Train" telah cukup baik menjalankan tugasnya menipu persepsi penonton sebelum kesudahannya mengungkap twist mengejutkan. Tapi terdapat dua alasan mengapa kejutan tersebut kesudahannya tak berarti. 
Alasan pertama dipicu kegagalan Tate Taylor menghadirkan ketegangan. Film ini tampil kelam pula elegan didukung warna bernuansa hambar sinematografi Charlotte Bruus Christensen serta iringan musik elektronik karya Danny Elfman. Such a well-made and good-looking movie but unfortunately, also a flat one. Tidak ada alasan penonton mesti peduli kemudian terserap, ikut berusaha memecahkan misteri kala plotnya sendiri jarang meluangkan waktu mengupas hal tersebut. Konsentrasi terbesar justru diberikan bagi drama psikologis yang hanya berusaha pamer betapa kacau kondisi tokoh-tokohnya. Megan is just a two-dimensional nymph while Anna is underdeveloped. Tatkala urung tercipta keterikatan penonton akan misteri, twist sebanyak dan semengejutkan apapun takkan berdampak. Ditambah lagi Taylor terlampau bertele-tele memberikan jawaban, menjadikannya predictable

Memposisikan psycho-drama sebagai shock value tentu sah saja, walau artinya menanggalkan potensi eksplorasi kompleks wacana kehancuran individu yang dipicu cinta, nafsu, serta trauma. "The Girl on the Train" efektif melaksanakan itu sampai mencapai twist, membuat alasan kedua yakni justifikasi terhadap sikap karakter. Twist-nya mengajak penonton menerima, memaklumi perbuatan Rachel yang termasuk adiksi alkohol dan creepy stalkingEmily Blunt is outstanding as she looks wasted and messed up through the whole movie. Sosok Rachel nampak ringkih luar biasa berkatnya, belum lagi totalitas ledakan emosi yang kerap dipertunjukkan. Tapi bahkan akting Oscar-worthy Blunt pun tak bisa mengangkat kualitas "The Girl on the Train" yang menambah panjang daftar kekecewaan sepanjang 2016. 

Artikel Terkait

Ini Lho The Girl On The Train (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email