Pada dasarnya, "Mississippi Grind" ialah addiction drama yang berfokus pada kecanduan terhadap judi. Tapi duo sutradara sekaligus penulis naskah Anna Boden dan Ryan Fleck coba menambahkan beberapa layer dalam alur untuk menghindari kesan klise. Sebuah drama mengenai candu pastilah mempunyai seorang tokoh yang "jatuh" sebab adiksi tersebut. Pada film ini, kita menemukannya dalam diri Gerry (Ben Mendelsohn). Langkah ragu dan tatapan mengawang pola poin yang menggambarkan bagaimana Gerry tengah berada dalam "lubang hitam". Gerry selalu mendengarkan CD mengenai trik bagaimana membaca gestur lawan dalam poker. He wants to win that bad. Tapi kemenangan itu tak kunjung tiba meski semua ilmu telah ia kuasai. Gerry terjebak dalam hutang, bisnis real estate yang macet, dan relasi tak serasi dengan sang mantan istri serta puterinya. To put it simply, Gerry is a loser. Hingga datanglah Curtis (Ryan Reynolds).
Berlawanan dengan Gerry yang gloomy, Curtis penuh kepercayaan diri, wajah ceria, dandanan necis, banyak omong, dan royal. Menyandingkan Curtis dengan Gerry bagaikan cahaya dan kegelapan. Gerry pun menatap tinggi laki-laki yang gres ia temui tersebut. Dia merasa Curtis ialah "jimat keberuntungan" baginya di meja judi. Berawal dari fatwa itu, Gerry pun mewacanakan sebuah perjalanan menuju New Orleans, kawasan diadakannya pertandingan poker dengan taruhan tinggi yang dikelola oleh mitra usang Curtis. Rencananya, sepanjang perjalanan mereka akan mampir ke banyak sekali kawasan yang mengadakan permainan poker. Bermodalkan uang Curtis serta kemampuan Gerry, keduanya memulai perjalanan sekaligus menciptakan film ini memasuki ranah road trip. Menganut aspek formulaik road trip, perjalanan digunakan untuk menciptakan penonton mengenal tokoh-tokohnya secara lebih dalam.
That's an interesting take. Membawa drama adiksi kedalam suatu petualangan menyenangkan alih-alih bergulat dalam depresi. "Mississippi Grind" masih punya latar dongeng kelam mengenai dampak adiksi judi yang dialami Gerry, namun tak mayoritas menyelimuti. Porsinya hanya sebatas biar penonton sanggup memahami seluk beluk permasalahan karakter, seberapa jauh candu telah menjatuhkannya. Rasa iba muncul dan menciptakan saya berharap Gerry akan memenangkan tiap permainan yang diikuti (which is unlikely). After all, this is a movie about gambling. Like Amarillo Slim (one of the most famous poker player) once said, "Nobody is always a winner." Saya tahu pada satu titik Gerry akan kehilangan segalanya, dan penantian mencapai itu terasa menegangkan. Tiap kartu yang terbuka atau dadu yang dilempar memberi cukup kecemasan untuk menciptakan saya terpaku. Dan tak hanya menegangkan, petualangan Gerry dan Curtis pun menyenangkan berkat dinamika keduanya. Gerry yang frustrasi dan Curtis yang percaya diri ialah kombinasi sempurna.
Gerry sulit untuk menang sebab ia bermain penuh beban, namun punya tujuan. Sedangkan Curtis kolam dikelilingi dewi fortuna sebab ia hanya ingin menikmati permainan, menikmati perjalanan, namun tanpa tujuan. Mereka sama-sama mempunyai permasalahan dengan wanita, dan itu memegang peranan penting dalam pengembangan karakter. Tapi sayangnya cara Anna Boden dan Ryan Fleck mengemas resolusi tak berkesan. Kisah perihal pencarian akan hingga pada titik emosional ketika sang aksara mencapai turning point, menemukan balasan atas pertanyaan, dan jadinya melangkah kesana. Apapun hasil jadinya tak problem dan jikalau dihukum dengan baik akan berujung pada momen emosional yang bervariasi. Tapi saya tak mencicipi itu. Apa yang terlihat hanya sajian klise dimana kedua aksara berkontemplasi dan mendadak filmnya sudah hingga di tujuan. Setelah perjuangan mengemas alur biar tidak klise, resolusi justru hadir lewat jalan mudah. Padaha konklusinya menyimpan potensi bittersweet yang elegan, tidak gamblang, tapi cukup berpengaruh sebagai penyirat.
But "Mississippi Grind" is still a fun ride. Selipan twist yang bergotong-royong sudah disiratkan sebelumnya cukup menahan saya terus terikat, sekaligus memberi lapisan lebih banyak pada Curtis. Baik Ben Mendelsohn maupun Ryan Reynolds sama-sama memberi performa apik. Ben Mendelsohn selalu mempunyai gravita untuk menyedot atensi penonton. Ingin mendapat kegilaan aksara (dalam artian apapun)? Hire Ben Mendelsohn! Reynolds sendiri punya pesona untuk menimbulkan Curtis sebagai sosok penuh kharisma dan wibawa. Praktis bagi saya memaklumi mengapa loser seperti Gerry merasa "nyaman" berada bersamanya. Kekuatan chemistry diantara mereka selalu menimbulkan tiap interaksi sebagai tontonan menarik, bahkan disaat naskahnya kurang berhasil memaksimalkan potensi emosinya. Didominasi oleh iringan musik southern, "Mississippi Grind" ialah addiciton drama penuh aksara dengan sisi kelam dan kental akan suratan takdir bittersweet yang ironisnya terasa menyenangkan layaknya feel good movie kebanyakan. Unfortunately, it lack of emotional depth like it should be.
Ini Lho Mississippi Grind (2015)
4/
5
Oleh
news flash