Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Uang Panai' = Maha(R)L (2016)

Uang panai' merupakan budaya yang menarik untuk dikulik. Sejatinya, pembayaran panai' yakni bentuk penghargaan calon mempelai laki-laki terhadap perempuan yang hendak beliau nikahi. Namun banyak pihak beranggapan nominal uang panai' semakin terasa mencekik, terlalu tinggi dan dimanfaatkan sebagai ajang pamer sehingga melenceng dari esensinya. Mengangkat budaya tersebut, "Uang Panai' = Maha(r)l" yang digawangi oleh para sineas muda Makassar ini jadi menarik menengok potensinya mencuatkan satu informasi sosial serta budaya lokal ke khalayak lebih luas. Walaupun timbul keraguan mengingat kualitas "film daerah" yang diputar di jaringan bioskop nasional lebih banyak didominasi masih di bawah rata-rata. 

Sosok yang harus berurusan dengan uang panai' yakni Anca (Ikram Noer), perjaka Bugis yang gres kembali dari perantauan. Setibanya di kampung halaman, beliau tanpa sengaja bertemu dengan Risna (Nur Fadillah) sang mantan kekasih. Meski empat tahun kemudian ditinggal tanpa kabar, nyatanya Risna masih mengasihi Anca, begitu pula sebaliknya. Keduanya menjalin romansa lagi sampai Risna meminta Anca menikahinya, padahal ketika itu Anca belum berhasil menerima pekerjaan. Anca makin terpojok tatkala keluarga Risna meminta uang panai' sebesar 120 juta rupiah.
Saya cukup dikejutkan dengan kemampuan "Uang Panai' = Maha(r)l" memberi hiburan pada separuh pertama durasi. Susunan banyolan dari naskah Amril Nuryan dan Halim Gani Safia mungkin jauh dari kesan cerdas dan memang tak mempunyai intensi ke sana, tapi justru kebodohan berlebih itu daya pikat utamanya. Semangat absurditas di mana para tokoh menunjukkan kebodohan random di luar batas dieksploitasi. Berfokus pada kuantitas ketimbang kualitas menciptakan banyak humornya meleset, tapi bukankah kecacatan hiperbolik selalu menarik disimak? Apalagi bukan cuma Tumming (Tumming) dan Abu (Abu) selaku idiotic comic relief duo yang menunjukkan itu, pula Anca  saat kebodohan membuatnya sulit menerima kerja  atau sang ibu dengan perilaku antik plus penggunaan Bahasa Inggris seenaknya.

Permasalahan mencuat tatkala film mulai beralih konsentrasi menuju drama-romansa, mengesampingkan komedi. Percintaan Anca dan Risna mungkin salah satu romantika paling tak simpatik yang pernah saya saksikan. Anca tak ubahnya pecundang, mengacaukan banyak sekali kesempatan dan gres sukses menerima kerja berkat sumbangan (rahasia) Risna. Sulit mendukung perjuangannya mengumpulkan uang panai' ketika laki-laki tanpa kemampuan apapun ini kerap meninggikan harga diri daripada menjaga perasaan orang lain. Sedangkan Risna begitu egois, selalu menuntut harapan tanpa memperhatikan budi dan realita. Sebagai perempuan karir, tentu beliau tahu keluarganya bakal meminta nominal panai' tinggi. Tapi Risna memaksa Anca menikahinya kala gres sebulan bekerja, kemudian mewaspadai kesungguhan sang kekasih yang kesulitan mengumpulkan 120 juta walau tahu honor Anca tak seberapa.
Kualitas drama bisa terbantu oleh kekuatan akting, sayangnya hal ini tidak dimiliki "Uang Panai' = Maha(r)l". Sewaktu menangani momen komedik, jajaran cast-nya tampak menikmati keharusan bertingkah bodoh, tapi beda kisah ketika melakoni bab dramatik. Beberapa kali saya dibentuk terganggu oleh gestur tidak natural nan kaku dari Ikram Noer. Dia bergerak seolah alasannya yakni keharusan, bukan refleks sebagai dorongan alami emosi dalam hati. Bahkan pemeran pemeran ayah Risna (saya tidak menemukan namanya) sukses menyuguhkan tawa melalui akting murka yang sungguh menggelikan. 

Pesan yang coba diutarakan pun berakhir tidak jelas. Awalnya Amril Nuryan dan Halim Gani Safia nampak ingin melontarkan kritik, rasa tidak oke akan lonjakan nominal tak masuk budi uang panai'. Namun entah alasannya yakni takut mengkritisi watak atau kehabisan akal, konklusinya cenderung bermain aman. Alhasil, sesudah menghabiskan terlalu banyak waktu  durasi hampir 2 jam terang kepanjangan  berceramah lewat kata-kata mengenai "orang bau tanah jangan mempersulit ijab kabul dengan memahalkan uang panai'" atau "di Islam yang wajib yakni mahar", pemilihan konklusi tersebut menciptakan rangkaian pesannya terdengar kolam omong kosong belaka. Patut disayangkan, "Uang Panai' = Maha(r)l" mengorbankan potensi komedi hanya demi balutan pesan berlarut-larut yang disuarakan penuh keraguan. 


Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID

Artikel Terkait

Ini Lho Uang Panai' = Maha(R)L (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email