Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Warkop Dki Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016)

34 film dalam medio 80-an hingga 90-an, Warkop DKI yaitu ikon kultural tak hanya bagi dunia komedi pula hiburan Indonesia secara menyeluruh. Maka menjadi masuk akal tatkala perjuangan menghidupkan kembali trio Dono-Kasino-Indro melalui "Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1" dipandang tak hanya sebagai perilisan film semata, melainkan cultural event. Kesuksesan finansial tentu sebuah jaminan  memecahkan rekor dengan mengumpulkan satu juta penonton selama 2,5 hari penayangan  tapi pertanyaan besar menghinggapi kualitasnya. Apalagi menyidik catatan Anggy Umbara sang sutradara yang melalui tiga installment "Comic 8" lebih gemar menyuntikkan gaya visual berlebih tanpa diimbangi kelucuan memadahi.

Bersama Bene Dion Rajagukguk dan Andi Awwe Wijaya, Anggy menulis naskah film ini dengan menggabungkan beberapa dongeng film Warkop khususnya "IQ Jongkok", "Setan Kredit" dan "Chips". Penonton diajak mengamati sepak terjang Dono (Abimana Aryasatya), Kasino (Vino G. Bastian) dan Indro (Tora Sudiro) sebagai anggota Chips (Cara Hebat Ikut Penanggulangan Sosial) yang tugasnya bervariasi, mulai mengatur kemudian lintas hingga menangani perkara pembegalan dengan santunan perempuan Prancis berjulukan Sophie (Hannah Al Rashid). Tapi ketidakbecusan dalam bertugas plus segunung tagihan kredit menciptakan ketiganya terlilit hutang, kemudian menggantungkan cita-cita pada sebuah peta harta karun yang tak sengaja mereka temukan.
Cerita sesederhana itu sejatinya tak perlu dibagi ke dalam dua film, dan terbukti alurnya terasa dipanjang-panjangkan melalui rangkaian bagan tak perlu. Akibatnya keefektifan lawakan menurun, tatkala beberapa humor berdaya bunuh lemah yang semestinya ditinggalkan saja di ruang editing dipaksa masuk mengisi durasi. Di luar itu "Jangkrik Boss Part 1" masih memancarkan pesona komedi serupa sajian klasik Warkop DKI yang kita semua cintai: slapstick, situasi kurang cendekia dengan kekacauan luar biasa, celetukan seenaknya  khususnya milik Kasino  hingga wanita-wanita seksi sebagai embel-embel yang kadarnya diturunkan jika dibandingkan sajian Warkop dahulu (menghindari tudingan seksis?).

Sentimentil atau setidaknya senyum simpul bakal hadir berkat sentuhan nostalgia, walau patut disayangkan tercipta ganjalan akhir cara presentasi yang kerap dipaksakan. Paling kentara yaitu ketika Kasino membawakan "Nyanyian Kode". Saya terhibur sekaligus terganggu di waktu bersamaan alasannya yaitu alasan lagu tersebut dibawakan begitu random, sangat sulit diterima. Usaha menyelipkan kritik sosial-politik bernasib sama. Setelah dibawa sekilas menengok beberapa polah unik nan konyol masyarakat Indonesia di adegan pembuka, sentilan-sentilan khususnya wacana politikus berulang kali terdengar, namun sebatas celotehan sambil lalu. 
Anggy memang masih kurang memperhatikan timing, di mana selain berondongan komedi hampir tiap menit tadi, saya tak menemukan perjuangan menekankan punchline sebuah jokes  dalam film Warkop DKI biasanya dilakukan memakai imbas bunyi konyol. Butuh waktu pula untuk membiasakan diri dengan ritme guyonan "asal terjang" filmnya, namun seiring durasi, gelak tawa mulai berhasil diberikan secara konsisten, berpuncak pada paruh selesai yang terdiri dari momen-momen menyerupai "pesawat maju mundur" atau kekacauan kala Dono-Kasino-Indro mencegat taksi di bandara. Menyegarkan pula mendapati Anggy meminimalisir style berlebihan miliknya dan menemukan cara semoga kegemarannya menjalin adegan agresi sanggup menguatkan komedi. Adegan kejar-kejaran Chips dan pelaku bekal (Arie Kriting) tak hanya lucu, pula selaras dengan semangat absurditas Warkop DKI.

Departemen akting menjadi sisi terkuat. Sebagaimana kiprah Indro dalam film-film Warkop DKI, Tora Sudiro tidak mencuri spotlight, tapi solid menyokong interaksi menggelitik trio protagonis. Vino G. Bastian penuh totalitas menyuarakan tiap selorohan tajam Kasino berbalut logat "ngapak" yang cukup meyakinkan meski beberapa kali sang bintang film terdengar kerepotan. Namun Abimana Aryasatya yaitu pemilik daya pikat terbesar. Transformasinya baik dari tampilan fisik  dibantu gigi palsu dan body suit  maupun bunyi kolam tak mempunyai perbedaan dengan Dono. Saya tidak melihat Abimana berakting sebagai Dono, melainkan Dono sendiri seolah hidup kembali di layar. Abimana memperlihatkan definisi akting sebagai "perubahan menjadi" luar-dalam. This is one of the best transformation an Indonesian actor ever done. The movie itself is one of the funniest comedy of the year.


Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID

Artikel Terkait

Ini Lho Warkop Dki Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email