Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho The Doll (2016)

Melalui film horror keenam produksi Hitmaker Studios ("Tarot", "Rumah Kentang") ini, sutradara Rocky Soraya ("Sunshine Becomes You") menawarkan bahwa ia tahu bahwa judul-judul ibarat "The Conjuring" dan "The Exorcist" termasuk horror bagus. Rocky pun tahu penampakan hantu tiap 10 menit sekali bakal menjatuhkan kualitas karyanya. Sayangnya, pengetahuan itu sekedar di level permukaan belaka. Dalam "The Doll", sang sutradara (sekaligus produser dan co-writer) mengaplikasikan pergerakan kamera James Wan, mengambil beberapa momen "The Conjuring" hingga meminimalisir penampakan hantu namun melupakan substansi selaku alasan mengapa aspek-aspek tersebut efektif menghadirkan kengerian.

Saya takkan menyebut "The Doll" menjiplak alasannya yaitu memang tidak sepenuhnya walaupun adegan pembuka menjadikan kesan replikasi situasi kala Ed dan Lorraine Warren mewawancarai klien mereka. Ceritanya sendiri menyoroti kehidupan sepasang suami istri, Daniel (Denny Sumargo) dan Anya (Shandy Aulia) yang berprofesi sebagai pembuat boneka meski sepanjang film tak pernah sekalipun kita melihat ia menciptakan boneka. Keduanya gres membeli rumah pasca Daniel naik jabatan, tapi kebahagiaan itu tak bertahan usang tatkala sebuah boneka asing beserta hantu anak kecil pemiliknya (bernama Uci) mulai menebar teror akhir kenekatan Daniel menebang pohon keramat di lokasi proyek yang tengah ia kerjakan. 
Keputusan Rocky total menyembunyikan penampakan selama sekitar 30 menit pertama memang menjauhkan filmnya dari kesan murahan. Tapi ibarat telah saya singgung, mengurangi kemunculan hantu tidak berbanding lurus dengan kualitas. First act berfungsi sebagai build up, membangun teror sedikit demi sedikit serta kelekatan penonton pada protagonis. Di sini, kurangnya imajinasi sutradara berujung fatal ketika pemanasan sebelum puncak kengerian justru berakhir repetitif. Entah berapa kali penonton diperlihatkan situasi bel rumah berbunyi secara misterius, atau karakternya menemukan surat undangan bermain petak umpet. 

Lemahnya naskah garapan Riheam Junianti ("Tarot", "Sunshine Becomes You") dan Rocky Soraya menyulitkan terciptanya simpati untuk dua tokoh utama. Berniat menjalin romansa, yang hadir justru rasa annoying akibat tebaran obrolan dangkal ("aku ngelakuin ini buat kita sayang", etc.) pula kurangnya chemistry antara Deddy Sumargo dan Shandy Aulia. Contoh tepat bagaimana drama cheesy merusak ketimbang membangun film yaitu suatu flashback mendadak di klimaks. Bukan kesan romantis yang muncul melainkan konyol (seisi bioskop tertawa melihatnya). "The Conjuring 2" sukses meleburkan horror dan romansa berkat hubungan berpengaruh karakter, bukan momen ala video pre-wedding yang diselipkan mendadak hingga menjadikan tonal inconsistency.
Sungguh saya ingin berhenti menyebut judul "The Conjuring" namun Rocky Soraya memang tampak terlalu berusaha keras menjadi  atau meniru  James Wan melalui kemunculan adegan petak umpet (mengganti tepukan tangan dengan lonceng), hantu di atas lemari, hantu yang tak hanya menampakkan diri melainkan menyergap, hingga pergerakan kamera tanpa putus mengikuti karakternya. "The Doll" punya semua itu, tapi Rocky Soraya hanya melaksanakan pengulangan tanpa memperhatikan element of surprise dan mempermainkan antisipasi penonton. Hasilnya datar. Terlebih ketika banyak sequence terasa dragging, terlampau lambat bergerak.

Punya setumpuk kekurangan, "The Doll" bukan sampah tanpa satupun aspek yang layak dikagumi. Tata artistiknya memikat mata. Sejumlah desain setting memancarkan aura creepy semisal rak boneka Anya atau bekas fatwa darah di pintu (not the glass one) pada klimaks. Figur boneka Ghawiyah sederhana tapi cukup mengerikan berkat sentuhan kecil berupa corak hitam di bab mata. But the best part of this movie is the last 40 minutes. Rocky memacu filmnya semoga bergerak cepat, membanjiri layar dengan sadisme berdarah yang tepat mewakili kekejaman arwah Uci. It's so evil yet very fun to watch. Saya nyaris memaafkan kesalahan-kesalahan sebelumnya, termasuk sebuah twist yang gagal tampil maksimal akhir dangkalnya penggalian karakter. 


Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID

Artikel Terkait

Ini Lho The Doll (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email