Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Don't Breathe (2016)

Bermodal modifikasi sederhana, orisinalitas karya sanggup terbentuk. Melalui "Don't Breathe" yang ia sutradarai sekaligus tulis naskahnya bersama Rodo Sayagues, Fede Alvarez ("Evil Dead" remake) menunjukan itu tatkala mengambil konsep home invasion thriller kemudian menukar tugas korban dan pelaku. Biasanya anda bakal menemukan skenario berikut: sang protagonis selaku pemilik rumah harus berjuang mempertahankan diri dari serangan sekelompok pembobol, entah perampok atau pembunuh. But in this movie, the home owner  the old blind man  isn't weak and isn't the one in danger. 

Tiga remaja, Rocky (Jane Levy), Alex (Dylan Minnette) dan Money (Daniel Zovatto) kerap membobol rumah guna mencuri barang berharga yang bisa dijual dengan impian suatu hari sanggup pindah ke California  mereka tinggal di Detroit. Aksi tersebut bisa terealisasi alasannya ayah Alex yaitu pemilik perusahaan keamanan. Alex sendiri selalu menerapkan hukum ketat dalam pencurian menyerupai larangan mengambil uang tunai atau barang dengan nilai di atas 10.000 dollar demi menghindari eksekusi berat jikalau tertangkap. Boleh dibilang keamanan agresi mereka amat terjamin.
Maka, dikala Money menemukan mangsa empuk, seorang laki-laki renta buta veteran perang (Stephen Lang) yang tinggal sendiri dan kabarnya menyimpan uang setidaknya 300.000 dollar, pekerjaan itu terdengar begitu mudah, walau artinya mereka harus melanggar hukum tidak mencuri uang tunai. Di sinilah twist bertempat, ketika sang laki-laki buta ternyata berbalik meneror trio pencuri tersebut. Memiliki tubuh kekar sekaligus muka keras, Stephen Lang menciptakan karakternya believable meski tercipta inkonsistensi akan seberapa jauh pendengaran dan penciumannya bekerja. Kadang ia sanggup mendengar bunyi nafas, namun di adegan lain ia tak menyadari kehadiran orang yang berdiri sempurna di depannya.  

Berjalan singkat selama 90 menit, naskahnya solid, konsisten menebar ancaman. Bahkan dikala film tengah fokus bercerita pun, penonton tetap bisa mencicipi teror berjalan mendekat. Serupa protagonisnya, kita tidak diberi kesempatan beristirahat sejenak dari pacuan ketegangan. Sayang beberapa momen muncul semata-mata untuk shock value tanpa klarifikasi memadahi: Bagaimana si laki-laki renta sanggup terbangun walau sudah dibius? Bagaimana beliau bisa melepaskan borgol?
Sejak awal "Don't Breathe" telah menegaskan statusnya sebagai thriller yang cerdas membangun ketegangan melalui dominasi kesunyian mencekat. Serasa berada di ruang kosong nan gelap sendirian, nuansa sepi akan menciptakan nafas anda terasa berat. Scoring garapan Roque Banos sesekali terdengar. Bukan suatu bentuk musik penggedor jantung, melainkan alunan atmosferik yang mencekik. Turut memperkuat atmosfer yakni sinematografi garapan Pedro Luque yang pintar memanfaatkan setting gelap. Terkadang kita tak sanggup melihat apapun, sekali waktu warna menjelma hitam-putih kolam memandang dari balik night vision, kadang hadir pula kengerian tatkala wajah Stepen Lang mengintip di balik kegelapan. 

Naskah milik Fede Alvarez dan Rodo Sayagues piawai menggerakkan plot dari home invasion thriller standar pada permulaan film menuju twisted psychological tale sewaktu setumpuk kejutan mulai diungkap satu per satu. Kejutan tersebut menambah layer kengerian sehingga "Don't Breathe" bukan saja menegangkan secara kasat mata, pula meneror batin penonton lewat situasi disturbing, yang mana bisa dipertahankan sampai selesai termasuk pada ending penuh ketidakpastiannya. "Don't Breathe" boleh dibentuk menggunakan biaya murah, tapi caranya memacu jantung penonton jauh dari kesan murahan.

Artikel Terkait

Ini Lho Don't Breathe (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email