Friday, December 14, 2018

Ini Lho Flash Gordon (1980)

Film ini eksklusif dibuka dengan penyerangan kaisar kejam berjulukan Ming (Max von Sydow) terhadap Bumi dengan memakai banyak sekali tragedi alam. Sepertinya bakal jadi pembuka yang mengerikan, tapi ternyata tidak. Adegan tersebut justru seorang menjadi pernyataan lantang dari sutradara Mike Hodges bahwa Flash Gordon adalah film campy yang memang sengaja diniati untuk menjadi bodoh. Sedari awal itu sudah terasa. Ming dan pasukannya masih abnormal dengan Bumi, terbukti dari sebuah obrolan dimana Ming menyatakan bahwa beliau tidak familiar dengan planet ini. Tapi bagaimana mungkin pada salah satu alat pembuat tragedi alamnya terdapat goresan pena "earth quake"? Sebuah lubang menganga yang bakal disadari lebih banyak didominasi penonton. Tapi itu belum apa-apa. Jika teladan kecil itu saja sudah membuat anda terganggu, terang ini bukan tontonan yang cocok untuk anda.

Flash Gordon yang diangkat dari comic strip era 1930-an ini hanya akan berhasil menghibur penonton yang dengan tangan terbuka sanggup mendapatkan segala kebodohan dan campy tone di dalamnya. Film ini merupakan teladan tontonan dimana obrolan jelek, plot bodoh, pengaruh ketinggalan zaman, hingga akting kaku merupakan hiburan mengasyikkan daripada faktor pengganggu. Kaprikornus tidak perlu terlalu memikirkan kenapa Flash Gordon (Sam J. Jones) sang bintang tim American Football, New York Jets ini berlibur sendirian. Terima saja fakta bahwa ia ialah superstar badass yang memang ingin menyendiri. Tak perlu juga memikirkan secara berlebihan kenapa seorang travel journalist bernama Dale Arden (Melody Anderson) sanggup takut naik pesawat, dan kenapa pula beliau naik pesawat jikalau takut. Filmnya sendiri juga tidak berusaha menjelaskan itu. Bagaimana pula pilot pesawat sanggup tiba-tiba menghilang alasannya ialah sinar merah berbentuk wajah Ming tidak perlu dipikirkan. 
Penonton cukup duduk menikmati petualangan Flash dan teman-temannya di planet Mongo dalam perjuangan mereka menghentikan rencana penghancuran Bumi oleh Ming. Kita akan diajak melihat transformasi Flash Gordon dari insan biasa yang bahkan harus susah payah ketika laga dengan ilmuwan gila berjulukan Dr. Hans Zarkov (Chaim Topol) menjadi seorang pahlawan gagah berani, tak sanggup dibunuh dan pahlawan laga sesudah ia memegang sebuah...bola?? Seriously, Flash sanggup tiba-tiba mengalahkan sekelompok pasukan Ming sesudah Zarkov melemparkan padanya suatu hiasan berbentuk bola yang kemudian oleh Flash dianggap sebagai bola American Football. Dia pun mulai menghajar satu per satu pasukan ibarat ia beraksi di atas lapangan, lengkap dengan teriakan "set...hut!" Tapi para musuh tidak tinggal diam. General Klytus (Peter Wyngarde) eksklusif mengatakan arahan pada anak buahnya, layaknya seorang instruktur tengah berstrategi. Pertempuran pun dimenangkan oleh pasukan Mongo sesudah Zarkov tanpa sengaja melempar sebuah bola yang mengenai kepala Flash. Epic!
Ada begitu banyak adegan lain yang kental nuansa humor, baik yang disengaja maupun yang tidak. Sang penulis naskah Lorenzo Semple, Jr. mengakui bahwa Mike Hodges memang berniat membuat sebuah komedi, sesuatu yang oleh Lorenzo disesali ketika ini. Tapi tanpa komedi itu Flash Gordon tidak akan menjadi cult classic. Setelah 35 tahun, semua adegan aksi, pengaruh CGI, hingga tata artistik lain bakal terasa ketinggalan zaman. Jika filmnya dibentuk dengan tone serius, kesan so-bad-it's-good mungkin tidak akan hadir. Segala kekonyolan yang ada justru membuat Flash Gordon tak lekang oleh waktu. Keuntungan juga didapat dari akting buruk para pemainnya. Ada yang berlebihan macam Brian Blessed sebagai Prince Vultan, ada pula yang kaku ibarat Sam J. Jones. Tapi kualitas akting tersebut begitu senada dengan tone filmnya. Begitu pula penulisan obrolan buruk penuh one-line menggelikan, hingga kehadiran sexual innuendo pada beberapa aspek (adegan, dialog, kostum). Untuk hal kedua, kehadiran Ornella Muti sebagai Princess Aura berperan besar. Dia pun sukses mengakibatkan setiap kemunculannya patut dimasukkan dalam film porno. Atau mungkin Flesh Gordon yang merupakan erotic parody dari film ini. 

Tapi tidak semua keasyikan film ini berasal dari keburukannya. Desain set dan kostumnya yang penuh warna dan punya banyak bentuk unik mengatakan hiburan visual. Keunikan kostumnya membuat tiap kali sebuah adegan mengumpulkan banyak warga planet Mongo, saya ibarat sedang melihat the weirdest fashion show ever, but in a good way. Begitu pula pengaruh CGI laser atau rendering kasar dalam beberapa adegan yang makin mengakibatkan filmnya penuh warna. Tapi keasyikan paling besar tentu saja mendengarkan soundtrack "Flash's Theme" yang dibawakan oleh Queen. Siapa yang tidak terpacu adrenaline-nya ketika Frddy Mercury menyanyikan lirik "Flash!....Aaaah!" Sempurna menggambarkan sosok Flash Gordon sebagai pahlawan yang macho dan keren ketika beraksi. 

Verdict: Tidak memperlihatkan apapun kecuali petualangan menyenangkan yang hadir berkat tone campy. Tapi kesenangan penuh kebodohan ini memang timeless.


Artikel Terkait

Ini Lho Flash Gordon (1980)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email