Wednesday, December 5, 2018

Ini Lho Jogja-Netpac Asian Film Ekspo - Salawaku (2016)

Mengambil setting di Kabupaten Seram, Maluku dengan segala keindahan alam termasuk baharinya, “Salawaku” bisa saja berakhir menjadi iklan pariwisata panjang, tapi debut penyutradaraan Pritagita Arianegara ini nyatanya lebih dari sekedar alat promosi guna memancing demam isu penonton mengunjungi lokasinya. Ada kecermatan membangun interaksi karakter, ada kepiawaian membangun flow penceritaan, ada pula pameran akting memikat. Gambar-gambar eksotis hasil sinematografi Faozan Rizal mungkin bakal memancing minat banyak pihak mendatangi Seram, namun bukan berupa eksploitasi kosong berkat kesesuaian penempatan, substansial dengan guliran kisahnya.

Adegan pembuka menunjukkan Binaiya (Raihaanun) tengah mendayung bahtera seolah tiada tujuan sambil sesekali terdiam, mengatakan ketakutan dan rasa sakit yang terasa mencengkeram berkat kemampuan sang aktris mencurahkan rasa secara meyakinkan lewat bahasa non-verbal (ekspresi dan gerak tubuh). Filmnya tidak eksklusif mengungkap apa yang menimpa Binaiya, melainkan diajak melihat sang titular character, Salawaku (Elko Kastanya), adik Binaiya, tengah berkelahi dengan teman sekolahnya alasannya ialah tidak terima mendengar komentar miring mengenai sang kakak. Kita kemudian tahu bahwa Binaiya menghilang dan Salawaku nekat melaksanakan pencarian seorang diri menuju Piru, kota yang ia yakini dituju Binaiya.
Namun risikonya Salawaku tidak sendirian. Ikut bergabung ialah Saras (Karina Salim) yang ditolongnya dikala terdampar di sebuah pulau dan Kawanua (JFlow Matulessy) si abang angkat. Saras dan Kawanua bukan cuma menemani Salawaku. Keduanya juga menyimpan rahasia, permasalahan personal yang coba dipendam, dan seiring perjalanan ini sama-sama menerima pelajaran berkaitan dengan permasalahan tersebut. Well, sort of. Iqbal Fadly dan Titien Wattimena selaku penulis naskah sejatinya cermat membangun pondasi karakter, memberi klarifikasi masuk nalar berkenaan perilaku mereka (Saras dan attitude turis ibukotanya, Kawanua dan rahasianya). Tapi tidak soal pembagian terstruktur mengenai perubahan perilaku sebagai efek pelajaran yang mereka terima sepanjang perjalanan.

Merupakan spoiler bila dipaparkan mendetail. Intinya, saya urung mencicipi perubahan tulus. Saras dan Kawanua berubah kolam didorong oleh keterpaksaan, akhir tersudutkan situasi ketimbang kesadaran personal. It's not earned. "Salawaku" bagai melupakan esensi road movie tentang proses mencar ilmu gradual, kurang menggali proses tersebut dan justru menitikberatkan pada hasil akhir. Kekurangan kekurangan yang bekerjsama fatal itu tertutupi oleh keberhasilan aspek-aspek lainnya tampil memikat. Di luar kelemahan tersebut, naskahnya baik dalam bertutur, mengungkap perlahan fakta demi fakta, selalu mengungkap poin gres guna mempertahankan daya tarik termasuk beberapa twist mengejutkan. 
Melalui debutnya ini, Pritagita pertanda kapasitasnya sebagai seorang pencerita ulung tatkala "Salawaku" terhindar dari kesan dragging akibat tempo lambat. Alurnya mengalir lancar nan menghanyutkan sampai risikonya membuat saya tidak sadar telah menghabiskan waktu hampir 90 menit mengikutinya. Jajaran cast pun berjasa membuat satu rangkaian perjalanan mengesankan. Interaksi antara tiga bintang film utama, Karina Salim, JFlow dan Elko Kastanya selalu dinamis, penuh nyawa. Terjalin kehangatan hasil pertukaran kata berbalut emosi, pula kejenakaan penghasil canda tawa. 

Selaku road movie, ialah kewajaran apabila "Salawaku" bergerak dari satu daerah ke daerah lain, mengakibatkan hadirnya aneka macam daerah indah suatu progres natural, bukan paksaan agar filmnya menerima jalan sebanyak mungkin mengekspos pemandangan. Paling tidak ada perjuangan merangkai situasi yang memfasilitasi, sehingga Faozan Rizal tak sekedar memunculkan gambar menawan namun kosong, nihil signifikansi. Sinematografinya tepat menangkap keindahan panorama, menghadirkan nuansa heavenly (langit, laut, cahaya matahari dan bulan) berkat kehebatan Faozan Rizal memainkan warna, pencahayaan serta sudut pengambilan, menghasilkan film Indonesia paling memikat mata tahun ini.

Artikel Terkait

Ini Lho Jogja-Netpac Asian Film Ekspo - Salawaku (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email