Thursday, December 6, 2018

Ini Lho Munafik (2016)

Harus diakui saya absurd dengan perfilman Malaysia, terutama untuk genre horor, di mana "Munafik" merupakan pengalaman pertama. Disutradarai (juga ditulis, diedit, dan dibintangi) oleh Syamsul Yusof, "Munafik" sukses meraup pendapatan sebesar RM 19.00 juta, menempatkannya sebagai film Malaysia berpendapatan tertinggi sepanjang masa. Sepintas, film ini tak banyak mempunyai perbedaan dibanding sederet horor Indonesia masa 80-an yang kental sentuhan religi (baca: Islam). Menjadi Istimewa tatkala Syamsuk Yusof memperhatikan pondasi dongeng pula karakter, membawa filmnya menyerupai "The Exorcist" versi Islam, mengganti Pendeta dengan Ustadz, dan exorcism dengan ruqyah.

Adam (Syamsul Yusof) gres mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa sang istri, menghadirkan kesedihan mendalam, membuatnya jauh dari Masjid, bahkan tak lagi bersedia melaksanakan ruqyah bagi warga sekitar. Namun ketika Maria (Nabila Huda)  gadis yang sedang mengalami depresi  kerasukan, Adam terpaksa melaksanakan ruqyah lagi walau masih bergulat dalam sedih dan krisis iman. Begitulah "Munafik", berjejalkan pesan-pesan agama biar tidak gampang terpengaruhi bujuk rayu iblis. Tapi saya tak merasa digurui, alasannya Syamsul Yusof pun tidak berusaha  berceramah atau menghimbau. Dia sekedar memaparkan suatu situasi lewat sudut pandang agama. 
Seolah berkaca dari "The Exorcist", Syamsul Yusof enggan mengesampingkan kualitas naskah. Kata "Munafik" dijadikan kunci bagi pengembangan karakter, tatkala masing-masing dari mereka layak mendapatkan sebutan munafik. Adam ialah ustadz yang tentu rutin mengajak orang biar berserah diri pada Tuhan, namun semakin usang tiap kata bijak tersebut terdengar kosong kala dendam dan sedih semakin menguasainya. Tokoh lain juga mengalami konflik serupa yang takkan saya bahas lebih lanjut demi menghindari spoiler. Dari segi penceritaan, 98 menit film ini merupakan observasi memuaskan terhadap lemahnya hati insan serta kemunafikan para alim ulama.

Soal pembangunan horor, Syamsul Yusof masih bergantung pada formula jump scare standar  hentakan musik volume tinggi, kesunyian sesaat sebelum mengageti penonton  yang walau terasa repetitif, nyatanya efektif menggedor jantung berkat timing akurat plus kemunculan hantu di sudut mengejutkan. Syamsul Yusof pun tak lupa menjallin rangkaian creepy imageries pengundang kengerian berbasis atmosfer mirip ketika Maria terjebak di kamar jenazah dan adegan "menggotong pocong". Walau jikalau membicarakan pocong, belum ada yang bisa memaksimalkan potensi kengeriannya serupa "Keramat" atau "Pocong 2". But still, "Munafik" ialah horor mengesankan bermodal jump scare solid. Aspek religinya substansial memperkuat penceritaan, berpesan tanpa ragu melontarkan kritik pedas, meski balutan religi turut digunakan memunculkan deus ex-machina pada klimaks.

Artikel Terkait

Ini Lho Munafik (2016)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email